“Ciemas untuk ke-4x nya” Sepenggal status saya di salah satu jejaring sosial. Ciemas sampai 4x??? ga salah???!!! Ciemas tu dimana sih? ada apaan sih disana? ko sampe kaya mudik aja sampe 4x kesana?? ckckckc
“SULITNYA EKSPLORASI (CI) EMAS”
Mungkin sedikit cerita gimana pertama kalinya “nemuin” Ciemas. Tahun 2009, ada kuliah lapangan yg biasa disebut “Studio” untuk jurusan saya. Nah, kebeneran juga kebagian di Kabupaten Sukabumi & lebih diharapkan untuk fokus sama Kabupaten Sukabumi bagian Selatan soalnya issu besar dari kuliah kita kali ini adalah ketimpangan pembangunan antara Kabupaten Sukabumi bagian Utara dan Selatan. Singkat cerita, salah satu output dari kelompok “Wilayah” sektor Pariwisata adalah “potensi objek wisata bahari di Kecamatan Ciemas, terutama disekitar Pulau Kunti, Pulau Mandra” Dan ekspresi semua orang begitu denger “Pulau Kunti” sama semua.
Selang 2 tahun, di tahun 2011 disaat saya mulai baru ‘keracunan’ yang namanya travelling, iseng-iseng sama 1 teman saya untuk cari tempat tujuan wisata yang bagus, tapi masih banyak yang belum tahu. Awalnya sih masih sekitaran Ujunggenteng, tapi begitu inget nama “Pulau Kunti” yang sempat jadi pembahasan 2 tahun lalu, akhirnya kami mutusin untuk coba searching “objek wisata Kecamatan Ciemas” daaannn langsung keluar jejeran foto landscape yang sukses bikin mata melek. Yap, tebing batu dengan 1 air terjun sangat deras ditengahnya dan landscape sawah yang mendominasi bagian depan dari air terjun dan tebing tadi. Sampai 3x kamu membuka web dan membaca info gambar tadi, sampai-sampai kami ga yakin kalau ini ada di Indonesia, apalagi di Ciemas, yang namanya saja masih asing sekali.
Tanpa pikir panjang, langsung mengumpulkan semua informasi, mulai dari nama air terjunnya, nama desa, nama kecamatan, lewat kemana, jalur angkutan umum, rute dari Bandung, tapi berhubung belum berpengalaman, jadi semua informasi yang sudah dicoba dikumpulkan menghilang entah kemana. Sampai akhirnya saya kenal dengan beberapa teman baru di dunia travelling & untungnya ada yang sedikit tahu tentang daerah yang saya cari, Ciemas. Tapi untuk info objek wisatanya masih belum paham.Setelah susah payah cari informasi sana-sini dan mengumpulkan beberapa orang teman yang siap untuk mencari & mendatangi lokasi air terjun ini (sampai akhirnya terkumpul 7 orang nekat + 2 mobil offroad yang bener-bener berjasa),sampai akhirnya malah kenalan dan minta informasi sama 1 orang yang menurut kita ber-7 bener-bener tahu daerah Ciemas bahkan Sukabumi,yang hebatnya lagi sampai saat ini 2 tahun berselang, tidak 1 pun dari kami ber-7 yang akhirnya ketemu langsung sama bapak yang 1 ini, tapi komunikasi tetap lancar! Aneh memang dunia travelling itu.
Singkat cerita setelah dapet semuua informasi dan saran kalau mau ke Ciemas, akhirnya berangkatlah kami semua tanggal 12-13 Maret 2013 dengan modal nekat. Perjalanan ke Ciemas kali ini coba ambil jalur Selatan, yaitu 1 rute kearah Ujunggenteng, lewat Jampang Tengah-Lengkong-Waluran, dan pisah kearah Ciemas, simpel kan? tapi kenyataannya?? rempong abiiss! Dengan penuh perjuangan kejebak macet di Pasteur, Padalarang, niat potong jalan malah muter-muter di Baros, galau di pertigaan Waluran-Jampang Kulon-Lengkong, istirahat sambil ngarep sunset padahal mendung di Kebun Teh Lengkong, belanja logistik di warung kecil di Waluran (mikir ga bakalan ada warung yang buka/supermarket didaerah Ciemas, padahal ada Indomart!!!), spooky moment di hutan perbatasan Jampang Kulon-Waluran, salip-salipan sama truk di Waluran, mesin mobil panas yang sekaligus baru tahu kalau kita salah jalur, Kecamatan Ciemas jam 10 malem yang bener-bener sepiiiiiiiii, bolak-balik puter arah nanya jalan ke tempat tujuan sama warga sekitar yang malahan ga ada yang tau nama-nama yang kita sebutin, perjalanan panjang & penuh kegalauan dari Desa Tamanjaya-Desa Ciwaru, kluar-masuk hutan & naik turun bukit kondisi hampir tengah malam dengan medan tanjakan & turunan bonus jalan berlubang + berbatu, papasan & harus ngalah sama truk-truk yang nanjak dari arah bawah, debu, panas, ngantuk, lapar, pegel badan, kejeduk besi mobil dll. Sampai akhirnya jam 01.00 dini hari sampailah kita di jalan persis di pinggir Pantai Palangpang yang bikin speechless.
Mungkin sedikit dijelasin kondisi jam 01.00. Jalannan kecil, lurus & tampak ga keliatan ujungnya dimana, posisi kami dikelilingi tebing curam & cukup menakutkan di malam hari, dan persis di kiri kami adalah Pantai Palangpang yang langsung terhubung dengan Samudera Hindia. Terperangkap diantah-berantah sepertinya cocok dengan kondisi kami saat itu. Kanan-kiri jalan hanya hamparan kebun warga, hanya ada 2 bangunan di sisi kiri tepat di bibir Pantai Palangpang (yg ternyata adalah penginapan kecil) serta beberapa rumah dinas milik TNI yang kosong di kanan jalan (dan malah liat penampakan) serta jalan menuju tebing didepan yang terkesan gelap, mistik, horor, dingin, pokonya kalau bisa bicara, mungkin akan ada peringatan semacam “Dilarang menuju kesini apabila sudah mulai gelap”.
Sampai di Ciemas bukan berarti perjuangan kami selesai. Kami masih harus mencari tempat untuk istirahat ditengah malam buta, di lokasi yang benar-benar asing, ditambah cuaca yang kurang bersahabat, angin sangat kencang. Kami memang sudah persiapan untuk tidur di tenda, mobil, atau menumpang di masjid atau saung-saung, jadi kami memutuskan mencari lokasi yang cocok untuk mendirikan tenda, tetapi tidak ada yang cocok, ditambah angin yang sangat kencang dan akhirnya kami memutuskan untuk menumpang di saung di penginapan dan di mobil. Bisa istirahat dengan tenang? belum ternyata. Setelah usaha tawar-menawar dengan penjaga penginapan, akhirnya kita boleh menumpang kamar mandi disamping saung dan menumpang untuk cash hp dan kamera. Tapi karena tanggung, akhirnya kami mutusin untuk sewa 1 kamar dan ternyata pemiliknya pun belum menetapkan harga sewa, jadilah kita bayar “semena-mena” maksudnya harga hasil musyawarah kita ber-7 ckckc. Kamar dapat, listrik dapat, kamar mandi dapat, istirahat? belum! Baru juga tidur 1 jam, tiba-tiba ada sedikit “huru-hara” tepat jam 03.00 hujan deraaas ditambah petir dan angin yang ga kalah ganasnya memaksa 2 teman yang tidur di saung buka kamar 1 lagi dan 2 orang teman yg tidur ditenda, ikut masuk ke kamar tempat saya dan beberapa orang lainnya yang sejak awal memang tidur di kamar, ckckckc.
“Badai pasti berlalu” dan “Habis Gelap Terbitlah Terang” nampaknya slogan ini sangat tidak cocok dengan kondisi kami. Pagi hari, sekitar jam 05.30 niat untuk mencari sunrise pupus sudah, mendung dan air laut yang berwarna cokelat akibat hujan subuh membuat kami sedikit aga bermalas-malasan. Dari tepi Pantai Palangpang tepat didepan tempat kami menginap, di kejauhan, diantara bukit di samping kiri Pantai Palangpang, akhirnya kami melihat sendiri tempat yang kami cari, ya, disanalah Curug Cimarinjung berada. Tak sabar untuk segera menuju ke Curug Cimarinjug, sekitar 07.30 kami sudah bersiap untuk melanjutkan perjalanan tetapi yang kami hadapi adalah hujan deras disertai angin kencang. Kecewa, merasa konyol, heran semuanya campur aduk. Hujan selesai dan kami ternyata harus menghadapi ganasnya trek menuju Curug Cimarinjung yang ternyata lumpur semua sepanjang jalan. Kesalahan kami adalah, tidak menanyakan rute untuk langsung ke Curug Cimarinjung, akhirnya yg kami dapatkan adalah kehilangan penampakan Curug Cimarinjung yang semula ada dihadapan kami dan berganti tanjakan demi tanjakan penuh lumpur dan 1 mobil K.O dan 1 mobil lainnya slip di pertigaan diujung tanjakan tak berujung & entah menuju kemana. Perjalanan pun dihentikan. Sisa waktu kami pergunakan untuk memperbaiki mobil dan mengeluarkan mobil yang lainnya dari kubangan lumpur. Perjalanan pulang ditempuh dengan cara berbeda, yaitu dengan susah payah menderek seadanya mobil yang rusak sampai ke Bandung. Dan total perjalanan pulang kami adalah 14 jam setelah menerjang tanjakan, tikungan, turunan, jalan lumpur, jalan batu, jalan rusak, papasan dengan truk, kabut tebal, hujan gerimis, kelaparan, kedinginan, badan pegal, muka kucel, dan PR untuk segera membereskan mobil yang rusak. Yah, kami tiba dirumah masing-masing sekitar jam 4 subuh keesokan harinya, 14 Maret 2012 dari keberangkatan awal jam 15.00 tanggal 13 Maret 2012. Luar Binasa.
“SURVEY JALUR”
Ditahun 2013 ini, saya kembali bertemu dan akhirnya bisa jalan bareng 1 orang teman saya yang saya kenal di Jogja pertengahan tahun 2010 dari sebuah survey untuk Tugas Akhir saya. Setelah sempat “hilang” selama 1 tahun lebih, tiba-tiba bisa ketemu dan jalan bareng dengan orang yang “se-paham” untuk urusan jalan-jalan tanpa tujuan itu benar-benar 1 kesempatan sangat langka. Singkat cerita, saya dan teman saya ini ceritanya ingin memperbaiki kegagalan ke Ciemas 1 tahun yang lalu. Kali ini saya dan teman saya mau mencoba untuk survey jalur ke Ciemas melalui jalur Utara. Kami sukses keluar dari Bandung dan terhindar dari kemacetan di Padalarang, Warungkondang, dan Sukabumi. Perjalanan bisa dibilang sangat lancar, malahan kami sempat mampir ke Pantai Loji di Desa Loji, Kecamatan Simpenan. Setelah tanya sana-sini dan sempat ragu di Pal 3 untuk meneruksan perjalanan ke Ciemas, akhirnya kali ini perjalanan saya sangat sangat sukses dan lancar menuju ke Ciemas.
Jalur yang saya tempuh mengikuti jalur utama Sukabumi-Palabuhanratu dan berpisah kearah Simpenan di Citarik. Setelah masuk Kecamatan Simpenan, perjalanan diteruskan menuju arah Kecamatan Kiaradua dan Kecamatan Waluran. Tepat setelah memasuki perkebunan teh, akan ada persimpangan yang dikenal dengan nama “Pal Tilu” disana terdapat papan bertuliskan “Selamat datang di Desa Girimukti” perasaan lega karena kami tidak salah jalur berubah menjadi galau setelah membaca peringatan di bawahnya, yang intinya untuk meneruskan perjalanan ke Desa Girimukti sebaiknya menggunakan kendaraan offroad ataupun motor trail, sedangkan kami ber-2, pakai mobi jenis mini bus! “Malu bertanya sesat dijalan” Kira-kira itulah ungkapan pencerah kami, di pertigaan Pal Tilu, teman saya sempat bertanya banyak dengan orang yang kebetulan baru saja datang dari arah Girimukti dan sama-sama menggunakan mobil mini bus. Dan ternyata BISA! Ya, kami bisa meneruskan perjalanan ke Desa Ciemas, karena ternyata jalur ini merupakan jalur utama menuju Desa Ciemas dan Desa Ciwaru, sedangkan untuk ke Desa Girimukti, ke tempat yang kami maksud, harus keluar dari jalur utama. Ya, setidaknya kami bisa sampai ke Ciemas dengan jalur yang berbeda.
Pemandangan sepanjang Pal Tilu-Desa Ciemas-Desa Sanggarawa dan akhirnya kembali bertemu dengan jalur dari arah Kecamatan Waluran (jalur yang saya gunakan 1 tahun yang lalu) benar-benar membuat saya langsung betah berlama-lama dijalur itu. Bahkan, kami sempat berhenti sejenak untuk menikmati pemandangan dan bertanya-tanya sedikit dengan seorang ibu yang akan pergi ke ladang. Informasi yang diperoleh dari ibu itu sangat berguna sebagai petunjuk arah kami menuju Desa Tamanjaya. Perjalanan dari Desa Ciemas didiominasi oleh jalananan rusak cukup parah, bahkan ada yang jalannya sampai miring karena amblas ke pinggir (bingung kan?), aspal yang mengilang sama sekali digantikan oleh batu-batu yang licin, genangan air yang cukup membuat bingung untuk memilih jalan, jalanan sempit ditengah kebun yang dipenuhi ilalang setinggi lebih dari mobil dan jalan yang berkelok-kelok, perbukitan bekas perkebunan kelapa yang sudah berganti menjadi bukit kosong tanpa tumbuhan (saya menamainya “Bukit Telettubies”), sampai akhirnya jalan utama berada tepat di tepi tebing dengan pemandangan ke laut lepas dan hamparan perbukitan tanpa pepohonan dan bangunan, serta iring-iringan awan yang bergerak cepat tertiup angin yang cukup kencang. Cuaca saat itu benar-benar bersahabat, tidak terlalu terik, tidak juga mendung, angin yang cukup kencang dan sinar matahari sore di tepi tebing jauh dari keramaian kota benar-benar membuat saya cukup kagum dan betah rasanya berlama-lama disini.
Baru kali ini saya berhenti di tempat ini untuk menyaksikan secara utuh landscape Teluk Ciletuh dari ketinggian. Sebuah tempat yang dinamai “Bukit Panenjoan” di Desa Tamanjaya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, tempat yang luput saya datangi 1 tahun yang lalu karena kami tiba disini tepat menjelang tengah malam dan pada saat pulang, kabut tebal sudah turun dan menemani perjalanan pulang kami dari Ciemas sampai ke Jampang Tengah. Kali ini, saya tidak menyia-nyiakan untuk berhenti dan menikmati pemandangan Teluk Ciletuh sore hari di sisa waktu kami sebelum akhirnya kami harus putar arah dan kembali pulang, karena secara keseluruhan, tujuan kami pergi hari ini sudah tercapai, yaitu mencari, menemukan, dan kemudian membandingkan untuk dipilih sebagai rute yang akan digunakan pada kesempatan berikutnya. Jalur pulang yang kami tempuh cukup berbeda, yaitu menggunakan jalur yang sama ketika saya pertama kali datang ke Ciemas, ya, jalur Ciemas-Waluran-Lengkong-Jampang Tengah-Cikembar-Sukabumi.
Dan saya akui, sudah cukup jatuh hati sama pemandangan menuju dan yang ada di Ciemas, dan saya tidak keberatan untuk mengunjungi tempat itu di lain kesempatan, segera.
jadi pengen nyoba jalurnya..
keren nulisnya!
Hayuuuuu belom puaaass eksplorenyaaa kmaren hehe