Secara administratif, Curug Cihanyawar berada di Kampung Ranca Pelem, Desa Sukamaju, Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut, Jawa Barat dan berada pada koordinat -7.296587,107.545936. Tingkat pencapaian menuju Curug Cihaur masih cukup sulit karena tidak ada papan penunjuk jalan menuju lokasi. Sementara, hanya keterangan warga di sekitar Desa Sukamaju dan Kampung Genteng saja yang kemungkinan besar mengetahui jalur dan posisi Curug Cihanyawar. Kondisi jalan dan medan yang harus dilalui pun akan cukup sulit ketika sudah memasuki wilayah administratif Desa Sukamaju.
Bandung – Kecamatan Talegong
Jika perjalanan dimulai dari Kota Bandung, arahkan kendaraan menuju Banjaran kemudian ambil arah menuju Pangalengan. Jalur ini merupakan jalur yang cukup padat, terutama pada saat akhir pekan. Perjalanan akan sedikit terhambat di Pasar Banjaran hingga pertigaan menuju objek wisata Gunung Puntang. Setelah melewati pertigaan tersebut, jalan akan mulai berkelok-kelok dan menanjak hingga tiba di Kecamatan Pangalengan. Setiba di Kecamatan Pangalengan, ambil arah menuju Situ Cileunca.
Lewati pintu masuk menuju Situ Cileunca hingga memasuki area perkebunan teh Cukul. Jalan kemudian akan berakhir tepat di depan Polsek Talegong yang sekaligus pembatas administratif antara Kabupaten Bandung dengan Kabupaten Garut. Jalan akan terbagi dua, jalur sebelah kiri merupakan jalan asli atau jalan lama Talegong – Rancabuaya, sedangkan jalur sebelah kanan merupakan jalan baru atau yang lebih dikenal sebagai Lingkar Talegong. Kebanyakan yang melintas akan memilih jalur yang kanan (melalui lingkar Talegong), namun, untuk menuju Curug Cihaur arahkan kendaraan menuju jalur sebelah kiri (jalan lama). Kondisi jalan akan semakin mengecil dan aspal mulus akan segera tergantikan dengan aspal yang sudah sedikit mengelupas.
Jalur ini merupakan jalur yang sangat rawan longsor. Bahkan, ketika puncak musim hujan 2012, banyak ditemui titik longsor di jalur ini. Material longsorannya pun bervariasi, mulai dari tanah merah diikuti oleh aliran air, batang pohon, hingga batu berbagai ukuran. Ikuti jalan utama hingga berada pada patokan menuju Desa Sukamaju. Tidak ada petunjuk arah, sehingga penggunaan GPS dan bertanya pada penduduk setempat merupakan hal yang sangat disarankan.
Desa Sukamaju – Kampung Ranca Pelem
Setelah mengikuti jalan lama Kecamatan Talegong, berhenti di pertigaan pada koordinat -7.294667, 107.531989. Pertigaan ini hanya ditandai oleh warung dan jalan kecil dan menurun curam yang berada di kanan jalan merupakan jalur masuk menuju Desa Sukamaju. Kondisi jalan akan didominasi oleh makadam dengan ukuran batu yang tidak terlalu besar dan tidak lepas. Medan jalan akan terus menurun tanpa medan yang datar. Jalan sangat sempit, hanya dapat dilalui oleh satu buah kendaraan ukuran mini bus, sehingga kendaraan yang disarankan adalah sepeda motor. Jika berpapasan dengan sepeda motor lainpun terkadang harus melambatkan laju kendaraan atau berhenti sejenak untuk memberi jalan. Jalan ini hanya dilalui oleh warga yang menuju Desa Sukamaju, sehingga lalu lintasnya sangat sepi. Jalur inipun hanya akan mentok di Desa Sukamaju, karena untuk jalur tembusnya hanya merupakan jalan sebesar jalan setapak menuju puncak perbukitan. Jalur tembus ini akan menuju sisi Desa Sukamaju lainnya yang kondisi geografisnya berada di puncak perbukitan.
Ikuti terus jalan yang medannya akan terus menurun dan semakin mengecil hingga tiba di aliran sungai yang cukup besar dan deras ketika musim hujan. Jembatan untuk menyeberangi sungai ini cukup unik. Terbuat dari kayu dan memiliki atap di sepanjang jembatannya. Ketika musim hujan, ketinggian air sungai bisa saja mencapai jembatan, sehingga jika melintas harus lebih waspada dan tidak nekat ketika air sungai mencapai permukaan jembatan. Aliran sungai ini pada akhirnya akan bergabung dengan saluran utama Sungai Cilaki yang kini dibendung di sekitar Kecamatan Talegong.
Setelah melewati jembatan, medan jalan akan didominasi oleh tanjakan. Tanjakan panjang dan curam serta jalan yang hanya cukup untuk satu mobil ukuran mini bus akan menjadi medan utama yang harus dilewati. Ketika musim hujan, jalan akan menjadi sangat licin oleh lumpur. Jika yang belum terbiasa melewati medan seperti ini tidak disarankan untuk melintas di jalur ini. Tanjakan terberat akan ditemui ketika akan memasuki Kampung Ranca Pelem. Jalur dari Desa Sukamaju menuju Kampung Ranca Pelem berbatasan dengan tebing dan jurang yang cukup dalam. Memasuki Kampung Ranca Pelem, sisi kiri dan kanan jalan akan berubah menjadi area sawah. Jejeran perbukitan mengelilingi Kampung Ranca Pelem yang masih berada di bagian bawah perbukitan di Kecamatan Talegong.
Kampung Ranca Pelem – Curug Cihanyawar
Perjalanan dengan menggunakan sepeda motor hanya dapat dilakukan hingga permukiman pertama yang ditemui di jalur Kampung Ranca Pelem. Sepeda motor dapat dititipkan di warung dan halaman rumah warga, setelah sebelumnya meminta izin terlebih dahulu. Perjalanan menuju Curug Cihanyawar selanjutnya hanya dapat dilakukan dengan berjalan kaki. Sebaiknya sudah menyiapkan perbekalan logistik sedari tiba di Kecamatan Talegong karena akan cukup sulit ditemui warung nasi di sekitar Kampung Ranca Pelem. Jangan ragu untuk bertanya jalur menuju Curug Cihanyawar kepada warga sekitar. Jika ragu, bisa meminta bantuan warga untuk mengantar dengan catatan warga yang bersangkutan sedang tidak ada kegiatan lain agar tidak mengganggu.
Total perjalanan menuju Curug Cihanyawar dari Kampung Ranca Pelem kurang lebih tiga puluh menit jika jalan cepat dan 45 menit jika jalan santai. Pertama-tama jalur yang dilalui masih melewati jalan desa dengan medan berupa tanjakan dan kondisi berbatu besar. Tanjakan cukup panjang, sehingga jika berjalan kaki akan sedikit melelahkan. Patokan pertama yaitu warung kecil yang berada di ujung tanjakan. Ambil jalan kecil di depan warung, bukan jalan desa yang menikung ke kanan untuk menuju Curug Cihanyawar. Medan jalan masih terus menanjak dengan kondisi batu. Jika hujan, jalan batu ini akan sedikit licin.
Patokan berikutnya adalah saluran irigasi di dekat permukiman pertama yang ditemui di jalan kecil ini. Pertama-tama, saluran irigasi akan melewati halaman rumah warga, kemudian saluran irigasi akan mulai masuk ke areal sawah. Pemandangan di jalur ini akan didominasi oleh areal sawah yang sangat luas. Sisi kiri jalur irigasi merupakan lahan sawah hingga aliran sungai yang cukup besar pada bagian dasar jurang. Di sisi kanan jalur irigasi merupakan areal sawah yang posisinya lebih tinggi dari jalur irigasi. Kondisi saluran irigasi cukup baik, namun di beberapa tempat saluran irigasinya sudah rusak, sehingga harus sedikit memutar atau loncat. Pada beberapa titik akan ditemui longsoran yang pada musim hujan akan diikuti dengan aliran air, sehingga menyerupai air terjun kecil. Longsoran ini juga meluas hingga areal sawah yang lebih rendah dibandingkan saluran irigasi. Longsoran-longsoran ini sebaiknya diwaspadai ketika musim hujan.
Perjalanan menyusuri aliran irigasi ini akan melewati sebuah air terjun kecil. Pada area air terjun ini, saluran irigasi akan kembali terputus karena hancur oleh aliran jatuhan air terjun tersebut. Air terjun kecil ini berasal dari aliran yang berbeda dari alian Curug Cihanyawar. Volume jatuhan air terjun ini jauh lebih kecil dibandingkan volume jatuhan Curug Cihanyawar meskipun pada musim hujan. Areal di sekitar air terjun ini cukup sempit dan bagian saluran irigasi yang hancur menjadi kolam kecil sebagai tempat penampungan aliran jatuhan dari air terjun yang hingga kini belum memiliki nama resmi. Jika musim hujan, sebaiknya tidak berlama-lama di air terjun ini karena dikhawatirkan akan longsor atau ada air bah.
Tidak jauh dari air terjun ini, saluran irigasi sekaligus jalur treking akan terputus karena tertutup bongkahan batu akibat longsor. Areal ini merupakan daerah yang rawan longsor. Poisisinya yang memang berada di lereng perbukitan cukup terjal ditambah dengan adanya aliran air yang tidak tertahan di bagian hulu menjadikan jalur menuju Curug Cihanyawar memiliki indikasi tinggi tingkat kerawanan bencana longsornya. Jalur harus sedikit memutar ke bagian atas bongkahan batu dengan medan treking berupa tanah merah yang sangat licin ketika hujan dan sedikit rimbun. Jalur ini sedikit memutar tetapi merupakan jalur yang aman untuk dilewati selain menaiki bongkahan batu yang longsor. Jarak memutar tidak terlalu jauh untuk sebelumnya kembali bertemu dengan saluran irigasi menuju Curug Cihanyawar.
Tidak jauh dari lokasi longsor, akan terdengar suara air yang cukup deras di jurang. Suara tersebut merupakan tingkatan ketiga dari rangkaian air terjun yang terbentuk di saluran sungai ini. Untuk menuju tingkatan ketiga dari Curug Cihanyawar ini, jalur yang ditempuh akan berbeda dengan yang menuju tingkatan pertama Curug Cihanyawar. Medannya sedikit lebih sulit dan akan sedikit menyusur sungai dan memanjat batuan sungai. Jika musim hujan tidak direkomendasikan untuk mendekati ke tingkatan ketiga Curug Cihanyawar ini. Perjalanan menuju tingkatan pertama Curug Cihanyawar akan kembali menemui hambatan. Kali ini jalur irigasi akan menghilang dan digantikan dengan kubangan lumpur dan air luapan dari Curug Cihanyawar. Kubangan ini cukup dalam dan lumpurnya sangat tebal, sehingga memang akan cukup sulit berjalan di areal ini.
Tidak jauh dari areal ini, tujuan utama yaitu Curug Cihanyawar sudah terlihat. Untuk mendekati Curug Cihanyawar, pengunjung masih harus menyeberangi kolam aliran Curug Cihanyawar yang akan sangat deras ketika musim hujan. Kedalaman areal kolam yang harus dilewati kurang lebih se-betis orang dewasa, namun arusnya sangat deras. Ketika musim hujan, sebaiknya tidak memaksakan untuk tetap mendekati Curug Cihanyawar. Saluran irigasi yang sebelumnya merupakan jalur treking akan menghilang total di areal ini karena hancur. Jalur treking kali ini akan digantikan dengan kolam yang airnya akan langsung jatuh kembali ke saluran sungai yang cukup tinggi. Areal di sekitar Curug Cihanyawar ini cukup lebar, tetapi hampir semua akses untuk mendekati aliran jatuhan utama tertutup oleh bongkahan batu. Jika ingin mendekati saluran utama, maka pengunjung harus memanjat bongkahan batuan yang cukup licin.
Bongkahan batuan memiliki permukaan yang tidak semuanya dapat dengan mudah dijadikan pijakan, ada juga bagian yang sangat licin dan terjal, sehingga harus melangkah lebih tinggi atau dibantu oleh pengunjung lainnya. Jarak antar bongkahan batuan pun tidak semuanya berdekatan, terkadang jarak antar bongkahan cukup jauh dan bagian sungainya cukup dalam. Terdapat dua jalur untuk mendekati area utama Curug Cihanyawar. Jalur yang mengambil area tengah merupakan jalur teraman meskipun harus sedikit memanjat batuan yang sangat licin. Jalur di kanan yang lebih mendekati tebing memang akan melewati bongkahan batuan tetapi tidak sesulit jika mengambil jalur tengah. Jalur kanan ini merupakan jalur yang rawan longsor. Longsor batuan berukuran kerikil hingga yang berukuran cukup besar sering terjadi di areal jalur di sebelah kanan.
Tepat di bagian kanan aliran jatuhan utama Curug Cihanyawar terdapat cerukan besar hingga menyerupai gua. Konon, menurut warga, cerukan ini merupakan sarang burung walet. Kabar lainnya yaitu adanya arca di sekitar area Curug Cihanyawar yang hingga saat ini masih belum dapat digali lebih banyak lagi informasi dan kebenarannya, bahkan warga di sekitar Kampung Ranca Pelem pun sebagian besar belum pernah mendengar mengenai keberadaan arca di area Curug Cihanyawar. Akses menuju Curug Cihanyawar dan terbatasnya areal di sekitar Curug Cihanyawar menjadi salah satu penyebab masih simpang siurnya keberadaan arca atau mungkin tingatan lainnya dari rangkaian air terjun di aliran sungai ini.
Curug Cihanyawar merupakan air terjun permanen. Pada musim kemarau, aliran jatuhannya masih tetap ada meskipun berkurang cukup banyak. Pada musim hujan, Curug Cihanyawar memiliki klasifikasi dominan berupa tipe Cataract dan Plunge. Aliran jatuhan yang sangat deras ditambah dengan hanya sedikit kontak antara aliran jatuhan dengan dinding batuan air terjun. Kontak antara aliran jatuhan dengan dinding air terjun hanya terjadi pada saat awal proses jatuhan air, selanjutnya, volume air yang sangat besar akan menyebabkan aliran jatuhan terdorong menjauh dari dinding air terjun. Hal ini mengakibatkan tidak adanya kontak antara aliran jatuhan dengan dinding air terjun. Secara keseluruhan, Curug Cihanyawar memiliki klasifikasi dominan Multi Step dan Cataract. Curug Cihanyawar hingga sekarang diketahui memiliki tiga rangkaian air terjun, meskipun jarak antara tingkatan tersebut cukup berjauhan, bahkan ada yang harus menempuh jalur treking yang berbeda. Aliran jatuhan Curug Cihanyawar pada masing-masing tingkatan memiliki volume yang sangat besar, sehingga memunculkan klasifikasi Cataract sebagai tipe dominannya.
Dengan pertimbangan efisiensi waktu dan keselamatan pengunjung, waktu kunjungan terbaik menuju Curug Cihanyawar adalah ketika awal dan akhir musim hujan. Selain medan jalannya tidak terlalu sulit karena licin oleh lumpur, tingkat resiko longsor di sepanjang jalur treking menuju Curug Cihanyawar pun dapat diminimalisir. Tidak lupa, untuk meminta bantuan pada warga setempat jika ragu atau menemukan kesulitan menuju Curug Cihanyawar demi keselamatan bersama.