Curug Cikanteh secara administrasi berada di Desa Ciwaru, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi. Akses menuju air terjun ini masih cukup sulit. Berjarak kurang lebih 135 Km dari Kota Sukabumi, kota besar terdekat sekaligus Pusat Kegiatan Wilayah untuk Jawa Barat. Untuk menuju Kecamatan Ciemas dari Kota Sukabumi, bisa menggunakan bus menuju Terminal Palabuhanratu menggunakan bus ¾ kemudian menggunakan ELF jurusan Ciwaru. Sebagai catatan, ELF jurusan Ciwaru memiliki jadwal yang tidak tetap, tetapi pasti pergi dalam satu hari. Jarak dari Palabuhanratu menuju Desa Ciwaru sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya saja dalam kenyataannya perjalanan dapat memakan waktu setengah hari. Hal ini dikarenakan kondisi jalan yang sangat rusak, ditambah jika musim hujan, kabut dan longsor tidak ketinggalan muncul menjadi penghambat perjalanan. Perjalanan menuju Curug Cikanteh belum selesai sampai di Desa Ciwaru. Dari Desa Ciwaru, kita masih harus menempuh jalan setapak dan menyusur sungai dengan arah yang berlawanan dengan arah arus Sungainya.
Mulai dari Desa Ciwaru, tidak akan ada petunjuk apa pun menuju lokasi Curug Cikanteh, kita harus bertanya, bahkan untuk saat ini sangat dianjurkan untuk ditemani oleh warga setempat. Selain medannya yang berbahaya, areal sekitar Curug Cikanteh pun masih merupakan lingkungan yang alami, sehingga lebih baik diantar oleh orang yang memang sudah sangat mengenal kawasan tersebut. Jalan setapak menuju Curug Cikanteh letaknya tidak akan terlihat kecuali diantar oleh warga setempat karena semak-semak dan pepohonannya masih sangat rimbun. Dari jalan setapak ini, jalan akan sedikit menanjak dengan trek yang sangat sempit dan tertutup langsung berada di samping jurang yang merupakan bagian pinggir dari sungai yang juga merupakan aliran Curug Sodong. Setelah beberapa tanjakan, jalan akan kembali datar dan jalan setapak mulai menghilang karena rimbunnya semak-semak. Patokan di sini adalah bak penampungan air yang berada tepat di samping aliran sungai. Setelah menemukan bak penampungan, sebaiknya menyeberang sungai di titik ini karena batuannya cukup tertanam dan alirannya tidak terlalu deras.
Sungai yang dilewati ini merupakan sungai utama dari aliran Curug Kawung, sedangkan aliran dari Curug Cikanteh merupakan salah satu aliran anak sungai yang mengalir ke Curug Sodong. Bila musim kemarau atau pun akhir musim hujan, aliran sungai tidak akan terlalu deras, tetapi bila musim hujan, terutama pada puncak musim hujan, warga setempat tidak menyarankan karena aliran sungai akan menjadi sangat deras. Sepanjang menyusuri aliran sungai ini, pijakan untuk kaki akan cukup sulit, karena bagian pinggir sungai merupakan pasir yang lembek, banyak ranting-ranting pohon, sarang semut dan serangga lainnya, batu-batu cukup besar yang tidak tertanam sehingga akan goyang bila dipijak, selain itu beberapa ranting pohon berduri akan sedikit menghalangi jalan.
Pada satu titik, yang tidak akan ada penunjuk arahnya juga, kita berbelok ke sebuah aliran sungai kecil dan kemudian sedikit memanjat bebatuan yang sangat besar. Bebatuan ini cukup licin, terjal, dan jaraknya cukup berjauhan. Di bagian bawah bebatuan tersebut terdapat kolam-kolam kecil yang cukup dalam serta aliran sungai kecil dari Curug Cikanteh, bahkan pada beberapa titik kita harus berjalan dengan melipir ke bebatuan sebelum akhirnya memanjat batu lagi. Sepanjang jalan ini, terkadang harus ada beberapa ranting pohon yang ditebang untuk membuka jalan. Oleh karena itu, seperti di awal, saya sarankan untuk diantar oleh warga setempat untuk meminimalisir segala risiko, karena kawasannya masih sangat alami dan jauh dari permukiman penduduk.
Curug Cikanteh sendiri dalam klasifikasinya dibagi menjadi dua bagian utama. Bagian pertama yaitu aliran jatuhan air dari ujung tebing setinggi kurang lebih 100 m (mungkin kurang) kemudian bagian kedua yaitu aliran jatuhan air yang menyebar di antara bebatuan yang cukup lebar. Curug Cikanteh merupakan air terjun permanen yang ketika musim kemarau pun tidak surut total, meski pun hanya bagian pertama saja yang aliran jatuhannya terlihat jelas. Bagian pertama Curug Cikanteh dapat diklasifikasikan ke dalam tipe ‘Horsetail’ meskipun kontak dengan dinding air terjunnya hanya terjadi di awal jatuhan saja dan setelah itu tidak ada kontak dengan dinding air terjun. Ketika musim hujan, aliran jatuhannya akan menjadi lebih mirip dengan tipe ‘Plunge’ dan ‘Cataract’ karena aliran jatuhannya tidak menyentuh dinding air terjun dan debitnya sangat deras. Ketika musim hujan, aliran jatuhan airnya berwarna cokelat, karena adanya sedimentasi dan trasnportasi dari kegiatan tambang rakyat di aliran Sungai Cikanteh.
Bagian kedua aliran jatuhan Curug Cikanteh dapat diklasifikasikan kedalam tipe ‘Block’ ketika musim hujan. Ketika musim hujan, seluruh batu yang cukup lebar di bagian bawah Curug Cikanteh ini akan tertutup oleh aliran jatuhan air. Aliran jatuhan air yang cukup lebar hampir memenuhi klasifikasi ‘Block’ Waterfall. Pada Curug Cikanteh, lebarnya jatuhan air bukan dikarenakan aliran sungai yang lebar, tetapi lebih disebabkan oleh mengalirnya air dari kolam-kolam kecil yang cukup dalam yang memiliki diameter cukup lebar. Aliran air dari kolam berdiameter lebar juga akan membentuk ‘penampang’ berupa dinding air terjun yang cukup lebar juga. Bila musim kemarau, aliran jatuhan pada bagian kedua Curug Cikanteh ini akan lebih mirip dengan tipe ‘Slide’ dan ‘Horsetail’. Tipe ‘Slide’ muncul karena dinding air terjun memiliki sudut, meskipun tidak terlalu miring dan bukan merupakan tipe ‘Slide’ yang ideal. Setidaknya dengan terlihat cukup jelasnya perbedaan kemiringan pada dinding air terjun, aliran jatuhan bagian kedua dari Curug Cikanteh dapat mendekati kalsifikasi ‘Slide’ Waterfall. Tipe ‘horsetail’ muncul karena aliran jatuhan airnya tetap mempertahankan kontak dengan dinding air terjun. Pada umumnya, dalam setiap aliran jatuhan air terjun selalu terdapat tipe ‘Talus’ yang berada terpisah dari aliran jatuhan utama, tetapi pada Curug Cikanteh kali ini, klasifikasi tersebut tidak muncul. Hal ini disebabkan karena setelah bagian kedua, aliran air langsung mengalir menuju sungai kecil.
Penamaan Cikanteh diambil dari sungai yang menjadi aliran air terjun ini, yaitu Sungai Cikanteh dan menjadi nama resmi. Keberadaan Curug Cikanteh ini masih belum banyak yang tau, sehingga berpegaruh terhadap aksesibilitasnya. Secara fisografi, Curug Cikanteh berada pada Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat. Keberadaan Curug Cikanteh juga masuk ke dalam Geopark Ciletuh yang merupakan lokasi ditemukannya lapisan salah satu batuan tertua dengan formasi campuran di Jawa Barat. Lokasi Curug Cikanteh dan daerah di sekitarnya selain memiliki ciri khas Zona Pegunungan Selatan juga memiliki ciri khas kawasan yang berbentuk amphiteatre. Dinding Curug Cikanteh merupakan dinding amphiteatre pembatas Formasi Jampang dengan Formasi Ciletuh. Waktu yang cocok untuk mengunjungi Curug Cikanteh adalah sekitar bulan April, Mei, Juni, dan Oktober karena pada waktu tersebut, debit airnya normal dengan akses yang masih belum terlalu sulit dilalui.