KELILING PULAU JAWA PART 2: GUNUNG KELUD-BLITAR


Kediri, 26 Desember 2012

Jam 06.00 WIB kami semua sudah bangun, berhubung kami semua menumpang di ruang tamu rumah teman kami, jadi mau tidak mau kami harus bangun lebih pagi dari yang ada di rumah, biar ga kagok kalau mau beraktivitas. Ga enak juga, sudah numpang, masih juga ngehambat aktivitas sehari-hari, apalagi sebenarnya hari ini bukan hari libur. Jam 08.00 WIB kami semua sudah siap untuk menuju objek wisata pertama kami, Gunung Kelud. Sebenarnya dua orang teman kami tidak libur dan harus pergi kerja, jadi kami memutuskan untuk pergi sendiri ke Kelud, tetapi ternyata mereka berdua tetap mengantar kami ke Kelud dan ijin untuk masuk kerja aga terlambat.

Maaf banget jadi ngerepotin gini. Berhubung dua teman kami mau mengantar, jadi setidaknya, kami harus berangkat sepagi mungkin. Teman kami yang perempuan ikut naik di mobil, sedangkan teman kami yang laki-laki bawa motor, jadi nanti teman kami pulang duluan pakai motor balik lagi ke Kediri, berhubung kami akan melanjutkan perjalanan kami ke Blitar.

Jalan menuju Kelud, sebenarnya tidak terlalu ribet dan kondisinya sangat bagus, bahkan sampai ke parkiran Kelud. Mendekati areal parkir Gunung Kelud, jalanana malah semakin membaik kondisinya, aspal mulus. Selama perjalanan menuju Kelud, ada beberapa persimpangan jalan menuju ke Blitar, ada yang lewat Kediri lagi, ada yang ke Tulungagung, ada yang langsung ke Kabupaten Blitar memutar Gunung Kelud, nah, rute terakhirlah yang akan kami pakai, karena selain lebih cepat, jalannya juga sepi, jadi memungkinkan kami terhindar dari kemacetan dan persimpangan jalan.

Mendekati tempat tujuan, dinding tebing Gunung Kelud sedikit demi sedikit sudah mulai keliatan, jalanan berkelok dengan tikungan tajam, sempit, jurang di kanan-kiri tetapi tetap mulus kondisinya menjadikan perjalanan menuju Gunung Kelud cukup menyingkat waktu. Sekitar 3 Km dari areal wisata Gunung Kelud, akan dijumpai desa terakhir yang juga merupakan lokasi wisatwan untuk menginap. Desanya cukup kecil, tetapi udaranya sangat sejuk, tidak terlalu dingin, penginapan berupa homestay dibuat semenarik mungkin dengan cara yang sederhana, jalanan yang mulus, serta kondisi lingkungan yang bersih menjadikan desa ini, tempat yang cukup nyaman untuk beristirahat sebelum atau sesudah berkunjung ke Gunung Kelud dan tidak terlalu sumpek dan ramai seperti objek wisata Gunung Bromo dari arah Probolinggo.

Kami tiba di area parkir objek wisata Gunung Kelud sekitar pukul 10.00 WIB pagi dan sudah cukup ramai. Kami segera menuju terowongan yang sekaligus pintu masuk ke areal Gunung Kelud. Kami pikir, kami datang kepagian jam 10.00 WIB, ternyata sudah banyak juga yang datang sebelum kami. Sambil menunggu dua teman kami memarkirkan kendaraan, kami mengamati sekeliling kami, Gunung Kelud sudah menjadi objek wisata keluarga, dapat dilihat dari adanya areal parkir hingga bus kecil, akses jalan yang sudah sangat mulus, banyaknya penjual makanan di arela wisata, lengkpnya papan-papan informasi mengenai objek wisata, adanya objek-objek tambahan seperti camping ground, area panjat tebing, flying fox, serta sumber air panas yang akses jalannya sudah dibuat semudah mungkin bagi seluruh pengunjung, bahkan ada papan iklan yang berisi paket wisata kumplit untuk menikmati Kota Kediri dan sekitarnya.

Berbeda dengan gunung-gunung yang memang belum dibuka untuk wisata keluarga. Akses jalannya masih buruk, tidak ada angkutan umum, masih berupa ladang penduduk, tidak ada pembagian fungsi area, dan yang pasti tidak ada fasilitas. Satu hal paling mencolok adalah hampir semua pengunjung di area parkir Gunung Kelud ini adalah cara berpakaiannya cukup modis untuk objek wisata gunung. Kaos, cardigan, jeans panjang ketat bahkan semi hot pants, topi sampai kacamata hitam, yang pake make up tipis sampai menor, semuanya dapat dengan mudah saya temukan. Gunung Kelud rasa Puncak. Saya dan satu teman saya bahkan sempat diminta tolong untuk mengambil foto satu keluarga yang mayoritas sudah berumur (meskipun ada beberapa anak mudanya), tapi, biarpun sudah berumur, pose foto mereka jauh lebih heboh daripada anak-anak muda yang lagi pose.

Area parkir dan beberapa spot utama di objek wisata Gunung Kelud ini dihubungkan oleh terowongan bawah tanah yang diatasnya berfungsi sebagai aliran air dari danau. Aliran air ini dibuat dengan tujuan mengurangi volume danau kawah akibat letusan Gunung Kelud silam. Terowongannya cukup panjang dan sangat gelap. Bagian dalam terowongan ini, sekilas terlihat seperti lorong-lorong kastil bawah tanah yang pada umumnya sering ditemukan di kastil-kastil Eropa. Pada setiap celah diisi dengan lampu yang hanya cukup untuk menerangi jalur jalan setapak. Namanya juga terowongan dari jaman dulu, begitu masuk, udara langsung berubah menjadi lebih dingin, lembab, berubah dari terang benderang menjadi gelap gulita. Reaksi tiap orang yang masuk ke terowongan ini pun berbeda-beda.

Ada sepasang anak muda yang perempuannya nempeel banget sama pacarnya saking takutnya, ada rombongan keluarga yang sebelumnya saya fotoin yang heboh dengan teriak-teriak dan semangat nakut-nakutin (mungkin) bibinya yang menambah sumbangan teriakan di dalam terowongan, ada yang berusaha menirukan suara-suara aneh, dan ada juga yang hanya cuek dan geleng-geleng kepala melihat kelakuan heboh keluarga di barisan depan, ya, itulah saya dan beberapa teman saya yang masuk duluan ke dalam terowongan.

Ujung terowongan ini langsung bercabang menajdi tiga bagian, menuju area kemping, jalan setapak menuju spot panjat tebing, dan yang menuju Puncak Gajah Mungkur dan anak Gunung Kelud. Jalan yang pertama saya ambil adalah yang menuju anak Gunung Kelud. Jalan setapak yang sedikit ramai ini menju ke arah anak Gunung Kelud, tepat di bawah Tebing Sumbing. Dahulu, ini adalah jalan setapak menuju danau kawah Kelud yang katanya berwarna Tosca. Danau kawah Kelud itu kini berganti menjadi anak Gunung Kelud yang berwarna hitam pekat, masih mengeluarkan asap, dan tepat di ujung jalan setapak dipasangi pagar agar pengunjung tidak mendekat. Mendekati pagar pembatas, tidak terlalu banyak orang yang datang ke area ini, sehingga memungkinkan saya untuk sedikit mengambil foto sisi samping Tebing Sumbing dan anak Kelud dengan jarak yang terdekat.

Setelah puas, kami kembali ke depan terowongan dan mengambil jalan setapak ke arah camping ground. Area ini tidak sejauh seperti menuju pagar pembatas anak Gunung Kelud, lokasi untuk kempingnya pun tidak terlalu luas. Puas melihat-lihat sekeliling, kami kembali ke depan terowongan dan mengambil jalan menuju tangga Puncak Gajah Mungkur. Waktu sudah menunjukan pukul 11.00 WIB dan kedua teman kami pamit pulang karena mereka tidak libur.

Kami berempat pun menerukan berkeliling di Gunung Kelud, kali ini kami akan menaiki tangga menuju Pos Pengamatan atau biasa disebut juga Puncak Gajah Mungkur. Kalau sudah pernah berkunjung ke objek wisata Gunung Galunggung di Tasikmalaya, Jawa Barat atau Bukit Kaba di Bengkulu, atau yang sudah terkenal Bromo di Jawa Timur, nah, di Gunung Kelud pun kita akan disuguhi ratusan anak tangga. Kalau menurut perkiraan, jumlah anak tangga yang ada di Gunung Kleud ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang ada di tiga tempat yang disebutkan tadi (mungkin loh yaa). Ketika menaiki anak tangga, pemandangan yang disuguhkan adalah anak Gunung Kelud tepat di sisi kanan, tebing Sumbing yang gagah di belakang kami, pemandangan ke sekitar area Gunung Kelud hingga Kota Kediri di sisi kiri, serta ratusan anak tangga lainnya tepat berada di depan kami.

Kondisi tangga masih cukup baik, hanya sedikit beton tangga yang rusak, jarak antar anak tangga pun tidak terlalu jauh, meskipun pada beberapa titik jaraknya menjadi cukup jauh dan miring. Yang sangat disayangkan adalaha besi pegangan di sisi dan kanan anak tangga banyak yang hilang, bahkan beberapa meter, tidak ada pegangannya dan sangat berbahaya mengingat pengunjung yang datang kesini bukan hanya anak muda, ada juga manula dan anak kecil. Rasa pegal di lutut dan nafas yang tersengal-sengal terbayar dengan pemandangan di sekitar Gunung Kelud yang sudah menjelang siang ini cerah tanpa kabut, matahari pun tidak nampak, awan cukup tebal menutupi matahari. Setelah hampir tiga puluh menit lebih (setelah dipotong istirahat dan sengaja foto-foto), kami tiba di puncak.

Tidak puas dengan pemandangan dari bangunan kecil yang sebenarnya adalah pos pengamatan, kami pun berjalan menuju arah belakang pos dan sedikit menanjak hingga ke sebuah tanah cukup datar tepat diujung tebing dan langsung menghadap ke anak Gunung Kelud. Pemandangan disini kalau kami bilang “paket lengkap”. Hampir semua spot di areal objek wisata Gunung Kelud bisa terlihat dari sini. Bahkan, kami menebak, jalan setapak kecil yang melipir tebing dari yang berawal dari tempat kami ini merupakan jalur terabas untuk mencapai beberapa puncak tebing Gunung Kelud bahkan hingga tebing yang berada cukup jauh di seberang kami.

Puas foto-foto, kami pun memutuskan untuk turun, karena selain sudah cukup siang, pukul 14.00 WIB, rencana kami hari ini akan meneruskan perjalanan ke Blitar dan menjemput teman kami. Kami menyempatkan untuk mengambil foto sebentar di bangunan pos, lalu turun. Baru juga beberapa langkah kami menuruni anak tangga, kabut tebal langsung turun dan menutup sebagian Tebing Sumbing. Suasana siang itu jadi cukup mistis sekaligus sayang kalau tidak diabadikan. Begitu sampai di bawah, kami langsung menuju terowongan dan tempat parkir. Di tempat parkir, kami memutuskan untuk mengisi perut dulu karena jam makan siang sudah hampir terlewat. Tepat setelah selesai makan, hujan sangat deras langsung turun tanpa basa-basi, kami pun menunda perjalanan kami ke Blitar. Hujannya cukup lama, sekitar pukul 15.30 WIB, hujan baru reda, dan kami memutuslan untuk pulang.

Kami menuruni lereng Gunung Kelud dengan kabut cukup tebal dan masih sedikit gerimis. Ada satu tempat yang dinamakan “Jalan Misteri”. Di Jalan Misteri ini, mobil akan dapat menanjak meskipun mesin mobil dimatikan. Hal ini tentunya bukalah sesuatu yang gaib di jaman sekarang ini, sudah ada beberapa penjelasan mengenai fenomena tersebut. Jalan Misteri ini juga sebenarnya terdapat juga di satu desa di dekat objek wisata Batu Raden di Jawa Tengah, bahkan di luar negeri dan sudah pernak masuk acara dokumenter. Tapi, setelah beberapa kali mencoba sampai putus asa dan malah membuang-buang waktu karena mobil kami hanya diam saja, akhirnya kami pun meneruskan perjalanan menuju Blitar. Sebenarnya untuk mencoba Jalan Misteri ini pun ada triknya, tidak bisa begitu saja, tapi, memang dasar kami yang belum paham trinya, jadilah malah jadi terlihat konyol berhenti di tengah jalan tanpa sebab.

Untuk menuju Blitar, kami harus melewati desa terakhir di kaki Gunung Kelud kemudian mengambil jalan ke arah Timur di pertigaan pertama yang kami temui dekat kebun Nanas. Jalannya langsung berubah drastis, yang semula aspal mulus menjadi jalan yang permukaan aspalnya sudah mengelupas, banyak truk dari kedua arah, serta pemandangan di kanan kiri yang didominasi oleh htan dan perkebunan. Jelas saja jalannya sepi dan tidak akan banyak ketemu persimpangan, karena ini “jalan belakang” menuju Blitar, yang benar-benar berada di bagian belakang Gunung Kelud. Sepertinya jalur yang kami lalui ini jalur pertambangan batu dan pasir sungai, sungai yang mempunyai hulu di Gunng Kelud.

Jalannya cukup sempit dan ada beberapa tanjakan yang cukup berat dengan kondisi jalan yang tidak sebagus sebelumnya, tetapi, pada medan yang dianggap berat, permukaan jalan sudah dibuat lebih ramah ban kendaraan, artinya permukaan jalannya bukan permukaan jalan yang licin bila hujan ataupun tidak. Tidak ada lampu penerangan jalan apalagi papan penunjuk arah. Kami malah sempat berhenti untuk bertanya arah menuju Blitar dan berfoto-foto sebentar diantara kebun karet dengan latar belakang salah satu puncak tebing Gunung Kelud. Setelah keluar dari perkebunan, kami menyebrangi seungai yang cukup lebar dan sudah dbangun tanggul tepat di seberang jalan dengan air sungai yang pada saat itu sedang meluap, sehingga ada sedikit aliran air yang mengalir dari tanggul dan menyeberangi jalan. Di sisi kanan, sungai cukup lebar dengan aliran yang tidak terlalu deras serta batuan berbagai bentuk menjadi pemandangan lain area Gunung Kelud.

Setelah menyeberangi sungai, jalan yang kami lewati menemui pertigaan yang satu menuju Blitar, yang satu menuju pemakaman umum dan makam salah seorang tokoh setempat. Jalan yang kami lewatin makin kecil dan jelek, sampai akhirnya kami muncul di tengah-tengah desa. Bagusnya desa di Jawa Timur itu, meskipun udah di daerah yang ntah dimana, jalannya tetep bagus dan ada papan penunjuk jalan ke jalan utama, biarpun sederhana, dari kayu dan tulisan tangan dari cat seadanya.

Sekitar dua puluh menit kami berada di jalan desa dan akhirnya keluar lagi di jalan utama Kediri-Blitar, tepat di samping kantor desa dan hanya dengan waktu lima menit, kami sudah tiba di Kota Blitar. Begitu tiba di Blitar, suasananya cukup ramai karena ada penutupan ruas jalan dan pengalihan arus lalu lintas. Kami menunggu tepat di pembatas yang menutup jalan dan tidak berapa lama teman kami pun datang. Ternyata teman kami yang dari Surabaya pun sudah tiba di Blitar. Teman kami pun menjemput di terminal bus karena dia pakai motor, jadi lebih praktis. Tidak lama, dua teman kami pun tiba, lengkaplah sudah rombongan keliling Jawa kami. Kata teman kami, memang di Blitar sedang ada acara dan, makam Bung Karno memang sedang ramai yang ziarah, makanya jalannya sampai ditutup dan diputar.

Rumah teman kami tidak terlalu jauh dari tempat menunggu, jalannya tidak terlalu lebar, sepi, deretan rumahnya rapi dan hampir bergaya Belanda tapi lebih kecil. Suasana sore di Kota Blitar pertama kalinya cukup bikin saya langsung betah, sama seperti pas datang ke Kediri. Mobil kami parkir di halaman rumah sodara teman saya, sementara rumah teman kami ada di belakang, tidak terlalu jauh dari jalan besar. Begitu sampai di rumah teman kami, hal yang pertama saya dan teman lainnya rasakan adalah sejuk! Teras rumah teman kami ini sangat sejuk. Berhubung orang tua teman kami sedang tidak ada, tanpa komando kami berempat langsung bergelimpangan di teras depan saking sejuk dan ngantuknya.

Tidak lama, ibu teman kami sampai di rumah, setelah salaman dan perkenalan, kami menumpang mandi dan tidur sejenak sebelum Magrib. Magrib, kami semua bangun dan jam 19.00 WIB, kami keliling Kota Blitar sambil mencari atm dan mini market untuk mengisi logistik kami besok. Rencana untuk besok, main di pantai Selatan Kabupaten Blitar. Objek wisata ke-3 yang akan kami datangi setelah berkunjung ke museum dan makam proklamator kita. Makan malam sudah disediakan oleh ibunya teman kami, benar-benar merepitkan. Menunya seserhana, menu makanan rumahan, tapi siapa sangka langsung ludes seketika saking enaknya,bahkan sampe kerupuk dan kuah sayur Lelenya pun ludes. Yah, maklum ini sudah hari kesekian kami di jalanan duduk di dalem mobil, telat makan, makan apa aja seadanya yang ketemu di jalan, kadang hanya mie instan aja.

Kami tidur cepat, karena selain memang ngantuk dan badan cape setelah puas keliling Gunung Kelud, besok kami harus berangkat pagi-pagi sekali mengingat jarak pantai yang cukup jauh, sekitar dua sampai tiga jam dari rumah teman kami. Tapi, secape-capenya kita, tidur nyenyak pun masih sukses keganggu sama nyamuk soalnya ada dua teman kami yang tidur di luar, jadi pintu ruang tamu di buka (kalau ditutup panas juga). Kami tidur ngampar di ruang tamu, modal kasur dan karpet sisanya di luar dan diatas kursi. Setelah urusan nyamuk beres, tidur pulas pun bersambung.


About Dya Iganov

Penyuka traveling, tidak hanya mendaki gunung, tapi juga touring, rafting, explore, city tour, kemping ceria, susur pantai, dll

Leave a comment