KEPANJEN – LUMAJANG 4 JUNI 2022


VIEW SEMERU DARI KEPANJEN

VIEW SEMERU DARI KEPANJEN

Setelah istirahat dua malam di Kepanjen, Sabtu pagi, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju tujuan akhir kami, Lumajang. Rutenya, sudah tentu mengambil jalur Kepanjen – Ampelgading – Pronojiwo – Candipuro – Senduro – Lumajang kota. Selain memang males masuk Kota Malang lalu mengambil jalur Utara melewati Pantura, kami juga penasaran dengan kondisi Piket Nol dan jembatan gantung temporernya.

Perjalanan dari Kepanjen hingga memasuki Turen sedikit ramai. Setelah keluar dari Turen memasuki Ampelgading, arus lalu-lintas menjadi sangat sepi. Ada yang berubah dari jalur ini dari terakhir kami melintas Januari 2020 lalu. Kondisi jalan selepas Turen hingga mendekati Piket Nol sudah baik. Jalanan yang sebelumnya berlubang cukup dalam, bergelombang, bahkan miring, kini sudan mulus.

Kondisi cuaca mendung dan sejuk. Yang menarik adalah kami hanya berbarengan dengan 1 truk, 1 minibus dan sesekali berpapasan dengan minibus dan sepeda motor warga. Siang ini, arus lalu-lintas sangat sepi. Padahal jalur ini sangat terkenal padat oleh rombongan truk pasir. Kami tidak terlalu cepat memacu motor, karena kami ingin menikmati perjalanan. Bahkan, kami sama sekali tidak berniat menyusul 1 mobil mini bus dan 1 truk pasir di depan kami. Biar saja dua kendaraan ini jadi teman seperjalanan kami kali ini.

Bahkan ketika kami melewati gapura masuk objek-objek wisata hits di Kab. Lumajang, tidak ada lalu-lalang kendaraan wisatawan. Gapura masuk Coban Sewu, sepi. Gapura masuk Tumpak Sewu, sepi. Gapura masuk Goa Tetes, sepi. Gapura masuk Kapas Biru pun sepi. Mungkin wisatawannya sudah sampai di tempat parkir semua. Sangat berkebalikan dengan suasana hari Sabtu siang di sekitaran objek wisata hits di Selatan, Barat & Utara Bandung.

Cuaca semakin mendung ketika sudah melewati Alun-Alun Kec. Pronojiwo, suhu udara pun semakin sejuk. Kami sudah mendekati area Piket Nol, titik tertinggi di jalur ini. Tepat di Pasar Pronojiwo, mobil minibus dan truk di depan kami, berbelok ke jalan di samping pasar. Tinggallah motor kami sendiri. Kami melihat ada beberapa warga berjaga untuk mengarahkan jalan. Sepertinya ini dampak dari longsor di Pronojiwo kemaren, sekaligus penanda bahwa setelah titik ini, selain sepeda motor tidak akan bisa menyeberag melalui Geladak Perak (Piket Nol).

Kali ini kami berbarengan dengan 2 sepeda motor. Satu diantaranya berplat merah. Akhirnya kami menemukan teman seperjalanan lagi. Kali ini kami yakin, 2 sepeda motor ini juga pasti akan menyeberangi Jembatan Gantung Gladak Perak. Kami sudah antipisasi, kalau-kalau jembatan gantung tidak bisa dilewati, kami sudah siap-siap melewati jalur truk pasir ke dasar sungai. Belakangan sepertinya jalur truk tidak sampai Geladak Perak, tapi belok di tempat kami menemui beberapa warga mengarahkan arus lalu-lintas di setelah Pasar Pronojiwo.

Motor kami disalip 1 motor yang kanan-kirinya diberi kerangkeng besi seperti untuk membawa Burung Merpati. Sampailah kami di area proyek pembangunan Jembatan Geladak Perak. Rasanya campur aduk melihat langsung betapa dasyatnya longsoran Semeru Januari kemarin. Kami pun melintasi Jembatan Gantung Geladak Perak yang baru diresmikan ketika puasa 2022 kemarin. Jurang yang sebelumnya cukup dalam, kini menjadi sedikit lebih tinggi.

VIEW SEMERU DARI ARAH BARAT

VIEW SEMERU DARI ARAH BARAT

Setelah tiba di seberang Geladak Perak, mulai ditemui keramaian warga. Ada yang sengaja berhenti di pinggir jalan untuk mengambil foto & video ke arah Piket Nol, ada yang menunggu giliran untuk menyeberangi Geladak Perak, ada juga pekerja dan yang mengatur lalu lintas. Jembatan gantung hanya bisa dilalui oleh 1 sepeda motor saja, tidak bisa sekaligus melintas dari 2 arah. Memasuki Desa Sumberwuluh, Kec. Candipuro, mulai terlihat bangunan-bangunan yang hancur akibat tertimpa abu vulkanik.

Selain bangunan, banyak juga pohon-pohon besar yang tumbang, serta pohon yang menjadi pohon mati seperti yang biasa ditemui di Hutan Mati Gunung Papandayan. Kondisi jalan tetap baik, jalan sangat lebar. Setelah jalan menikung kembali kami temui rumah-rumah warga yang tidak terdampak bencana. Jalanan pun sudah dibeton. Jalan menjadi jauh lebih lebar dibanding ketika terakhir saya melintas di jalur ini September 2018 lalu.

Memang belum sepenuhnya dibeton, di Pasar Candipuro, masih dalam proses pengerjaan. Arus lalu lintas mulai ramai, terutama lalu-lalang truk pasir. Kami pun berbelok ke kiri di Tugu Candipuro. Kami mengambil jalan desa yang nantinya akan tembus di Kecamatan Senduro. Kami berbelok ke kanan mengambil jalan desa tepat di Tugu Senduro. Kondisi jalan pun jauh lebih baik dibandingkan ketika terakhir melintas di jalur ini pada September 2018 lalu.

Aspal mulus di sepanjang jalur sudah menggantikan jalan berlubang yang sangat dalam. Arus lalu-lintas pun sedikit sepi. Awal perjalanan kami terhambat 1 truk pasir. Setelah berhasil disusul, perjalanan pun kembali lancar. Perjalanan kembali tersendat ketika berada di Desa Tumpeng. Ada beberapa truk pengangkut material yang akan menuju ke samping balai desa, lalu ada truk pengangkut bubur kayu yang keluar-masuk area pabrik. Selebihnya, jalanan hanya ramai oleh sepeda motor warga dan sesekali kendaraan pribadi.

Sampailah kami di ujung jalan yang merupakan pertemuan dengan jalan raya utama Senduro – Padang – Lumajang Kota. Di sini jalan hanya akan lurus terus, tidak lagi banyak berbelok dan percabangan seperti di jalan tembus melalui Desa Tumpeng sebelumnya. Belum jauh kami dari persimpangan, kami disambut gerimis cukup deras. Sempat heran, karena langit di sekitar kami cukup cerah. Adapun langit yang sudah menghitam oleh awan hujan berada jauh di arah Timur dan Utara. Kami pun memutuskan untuk terus saja, karena sepertinya hanya hujan terbawa angin atau pinggiran area yang hujan saja. Benar saja, ketika memasuki Kec. Padang, hujan berhenti. Arus lalu-lintas di sini mulai ramai. Khas daerah pinggiran kota.

Berbekal arahan Gmaps, kami pun menyusuri jalanan Kota Lumajang yang masih sering kami temui truk pengangkut pasir. Memang, ada beberapa ruas jalan di pinggiran kota yang menjadi lintasan truk. Awalnya, kami berencana untuk mampir ke satu tempat yang ada dalam list kami, tapi kami urungkan. Pertama, perut kami sudah sangat lapar, kedua, sebaiknya barang-barang bawaan, kami simpan dulu di tempat menginap. Jadilah tujuan kami adalah tempat menginap terlebih dahulu.

Kami pun tiba di tempat menginap tanpa salah jalan ataupun terkena macet. Setelah urusan administrasi dan beres-beres barang selesai, kami memutuskan untuk makan di resto tempat kami menginap saja. Rasanya sudah mager harus keluar lagi cari makan, apalagi ke lokasi yang tadinya mau kami datangi. Rasa mager dan pilihan kami ke tempat menginap dulu sangat tepat ternyata. Tidak lama setelah kami memesan makanan, hujan lebat tanpa basa-basi dari arah Utara langsung mengguyur Kota Lumajang. Bahkan, hujan deras berubah menjadi badai. Hujan semakin lebat, disusul oleh angin yang sangat kencang & petir yang menggelegar

Area tempat kami menginap pun sampai mati listrik. Parkiran dan area outdoor tempat makan di tempat kami menginap pun langsung tergenang air. Tidak kebayang kalau kami tadi jadi mampir dulu. Bisa dipastikan kami kehujanan dan terjebak badai ditambah kelaparan karena di sekitar tempat yang akan kami tuju, belakangan kami ketahui tidak ada warung nasi dan sejenisnya. Hari pertama kami di kota tujuan, disambut hujan badai. Kami pun memutuskan untuk istirahat saja selepas makan siang yang kesorean itu, karena besok, kami akan memulai perjalanan utama kami.


About Dya Iganov

Penyuka traveling, tidak hanya mendaki gunung, tapi juga touring, rafting, explore, city tour, kemping ceria, susur pantai, dll