Menghabiskan akhir pekan dengan kegiatan pendakian, wisata ke pantai, kemping di pulau, atau sekedar berekreasi bersama keluarga di tempat wisata khusus keluarga di pinggiran kota, mungkin sudah lazim kita dengar dan memang sedang menjadi trend, tapi untuk kegiatan seperti “Sport Adventure’ dan “Trip Motorcycle’ (pinjam istilah teman saya di Pulau Lombok sana yang memang sudah lama melakoni kegiatan ini) mungkin masih belum dikenal banyak orang. Sport Adventure ini bisa termasuk paralayang, parasailing, diving, freediving, panjat tebing, offroad, ataupun balap-balap mobil dan motor di lintasan berlumpur dll.
Memang, selain karena biasanya masih sebatas komunitas-komunitas dan diperlukan biaya dan peralatan yang cukup mahal, jadi tidak sembarang orang. Lalu, bagaimana dengan Trip Motorcycle? Kalau menurut pendapat pribadi saya (boleh tidak setuju) ini merupakan ‘jalan pintas’ bagi mereka-mereka yang ingin mencoba jenis travelling lain seperti yang pertama disebutkan tapi tidak punya cukup alat dan informasi yang lengkap mengenai kegiatan tersebut.
Trip Motorcycle inilah yang sedang saya gemari sejak satu tahun terakhir ini. Konsep utamanya sama, jalan-jalan ke tempat yang belum pernah dikunjungi. Perbedaannya, motor yang digunakan benar-benar motor standar, motor bebek atau motor sport jenis apa pun selain motor trail. Kedua, daerah yang dikunjungi terkadang hanya merupakan tempat yang masih berpotensi menjadi objek wisata, bukan daerah tujuan wisata yang sudah dibuka untuk umum. Ketiga, terkadang, kami tidak sampai ke tempat yang dituju karena sulitnya medan dan jalur yang tidak ketemu. Kata ‘Trip Motorcycle’ rasanya kurang nyaman untuk disebut, maka kami terkadang punya sebutan sendiri untuk kegiatan ini, yaitu ‘Ngaprak’ yang diambil dari bahasa Sunda atau ‘Motoran Tes Jalur’.
Seperti yang sudah dijelaskan, konsep utamanya tentu untuk rekreasi, dan fungsi dari rekreasi itu sendiri adalah untuk membuat pikiran fresh kembali –meskipun ternyata, kadang fisik malah menjadi sedikit lebih cape ketika travelling selesai- dan cara orang untuk berekreasi itu bermacam-macam. Bagi saya pribadi, ‘Ngaprak’ atau ‘Motoran Tes Jalur’ ini sudah menjadi semacam cara untuk berekreasi kurang lebih satu tahun terakhir ini. Memang, kegiatan ini masih jarang sekali peminatnya, terutama perempuan.
Lalu, apa yang dilakukan dan apa yang diapat dari kegiatan yang terkesan asing ini?
Untuk berekreasi kita harus punya tempat tujuan, dan dalam ‘Ngaprak Jalur’ ini, biasanya objek-objek potensi wisata yang akan didatangi masih harus dicari secara ‘manual’ artinya terkadang belum ada informasi yang lengkap di media internet, teman, bahkan warga setempat pun mungkin hanya beberapa yang tahu, tempat-tempat seperti inilah yang biasanya menjadi tujuan akhir dari ‘Ngaprak’ ini. Biasanya tempat-tempat tersebut berupa danau, air terjun, pantai, sungai, bahkan tujuannya yaitu jalur yang ditempuh itu sendiri. ‘Ngaprak’ atau ‘Motoran’ ini biasanya juga hanya sekedar melintas dari satu titik ke titik lain, lintas kabupaten, dan biasanya dalam satu hari perjalanan sudah kembali ke titik awal.
Mungkin untuk sebagian besar orang, trip ‘Motoran’ seperti ini cukup aneh dan tidak lazim, tapi untuk sebagian orang, bahkan hanya dengan mengendarai sepeda motor mereka ke tempat dan jalur-jalur yang belum pernah mereka lewati sebelumnya sudah merupakan suatu kesenangan tersendiri. Apabila ketika sedang ‘motoran’ tersebut malah menemukan satu objek wisata atau pun landscape yang cukup menarik dan masih alami (belum ada informasi, sarana, ataupun warga yang tahu) merupakan satu bonus sendiri dibandingkan dengan pergi travelling dengan menggunakan jasa biro perjalanan wisata.
Lalu, apa hanya unsur rekreasi saja yang didapat? Mungkin sebagian besar jawabannya adalah ‘ya’, tapi tidak jarang juga untuk beberapa orang yang jeli, semakin banyak jalur yang dilewati, semakin mengerti dan kenal dengan karaktersitik suatu daerah, jadi lebih banyak referensi jalur untuk pergi ke suatu daerah yang mungkin saja sedikit demi sedikit dapat dirpomosikan untuk menjadi jalur yang lebih layak dilalui berbagai kendaraan. Misalnya jalur Pangalengan-Rancabuaya via Talegong-Cisewu, Rancabali-Cidaun via Naringgul, jalur utama Cianjur-Sindangbarang, dan jalur Sukabumi-Ujunggenteng. Pertimbangannya, semakin gencarnya promosi akan suatu objek wisata di satu daerah akan berbanding lurus dengan pembenahan prasarana dan sarananya.
Bisa saja, memang sudah menjadi program pemerintah untuk perbaikan jalur-jalur tersebut, tetapi banyaknya pengguna jalan yang melintas di jalur tersebut dan adanya peningkatan frekuensi yang cukup cepat, maka program peningkatan jalan pun akan semakin didahulukan. Nah, bila dengan kegiatan ‘motoran’ ini bisa menemukan atau mempromosikan suatu objek wisata, tidak menutuo kemungkinan juga akses untuk menuju lokasi tersebut juga diperbaiki, sehingga tidak hanya untuk kepentingan pariwisata saja manfaatnya, tapi juga untuk masyarakat yang tinggal di sepanjang jalur tersebut.
Bukankah mereka juga punya hak untuk menikmati jalan yang mulus tanpa harus merusak atau pun memodifikasi kendaraan mereka kan? Jadi, dapat disimpulkan, meskipun kegiatan travelling seperti ‘motoran’ ini sepertinya tidak terlalu menarik, tetapi bila dilihat dari sisi positifnya yang paling kecil yaitu sama-sama memberikan suatu kepuasan dan menyegarkan pikiran hingga sisi positifnya yang paling muluk-muluk yaitu peningkatan akses jalan, kenapa tidak kita mencoba cara travelling yang baru?
Mungkin di tulisan lainnya, saya akan berbagi sedikit pengalaman mengenai beberapa tempat hasil ‘Ngaprak motoran’. Meskipun mungkin tempatnya tidak seindah objek-objek wisata pantai atau serunya pendakian, tapi punya kepuasan tersendiri dari mulai mencari informasi objek wisatanya, alternatif jalur yang bisa dilalui, medan jalan yang tidak pernah kita duga sebelumnya, hingga ketika semua usaha kita berhasil dengan sampai di tempat yang dituju dan kembali ke rumah de
ngan selamat.