SENIN 6 JANUARI 2020
Hujan sudah turun mengguyur Kota Malang sedari subuh. Bahkan, pagi sekitar jam 07.00 WIB pun masih gerimis cukup deras. Rencana kami hari ini adalah Tumpak Sewu dan Goa Tetes. Kami pun sarapan sekitar pukul 08.00 WIB. Selesai sarapan, masih gerimis. Jalanan masih basah, udara masih dingin. Malas rasanya harus bersiap kembali menjelajah jalanan dengan motor.
Ternyata, suami pun sama, ngantuk dan rasanya malas ke mana-mana. Pengaruh cuaca dan mungkin kami masih kecapean setelah motoran kemarin. Akhirnya sepakat kami menunda ke Tumpak Sewu. Besok saja, toh masih lama kami di Malang. Ga lama, suami kembai tidur, saya lebih memilih nonton tv saja. Hujan ternyata turun lagi, kali ini lebih deras. Pilihan tepat sepertinya batalin untuk ke Tumpak Sewu.
Kami baru bisa jalan mencari makan siang sekitar pukul 14.00 WIB. Hujan dari pagi belum berhenti juga. Meskipun cuma gerimis, tetap saja malas harus pakai alat tempur lengkap buat makan aja. Selesai makan pun masih hujan deras. Kami baru sampai lagi sekitar pukul 17.00 WIB. Hari ini judulnya hanya mager-mager, leyeh-leyeh saja tanpa motoran.
SELASA 7 JANUARI 2020
Setelah seharian leyeh-leyeh, hari ini rasanya kami mulai semangat lagi. Cuaca pun sepertinya mendukung. Tidak ada hujan dan awan mendung di Kota Malang, meskipun di sekitaran Kota Batu sudah gelap tertutup awan hujan. Kami mulai jalan sekitar pukul 09.00 WIB. Kali ini kami akan mengarah ke Timur. Jalur yang akan kami lewati merupakan jalur yang sudah cukup saya kenal, jadi, setidaknya bisa sedikit menghemat baterai HP.
Masuk Kecamatan Turen, motor bermasalah. Baut penahan kopling lepas. Waduh, belum juga jauh, udah bermasalah aja ni motor. Semoga ga berlanjut deh masalahnya. Kami berhenti di bengkel untuk mengganti bagian yang lepas, sekaligus beli cadangannya. Arus lalu lintas mulai ramai ketika sampai di pusat Kecamatan Turen hingga keluar Dampit.
Tidak jauh dari Dampit, dari arah Timur ada truk container yang bannya pecah, pas di tanjakan panjang. Otomatis, jalanan pun macet. Selepas truk yang pecah ban, arus lalu lintas mulai kosong. Tujuan pertama kami yaitu Tumpak Sewu.
Sampailah kami di parkiran Tumpak Sewu. Berhubung sedari kami di Malang hujan terus menerus turun, saya jadi ragu untuk ke Goa Tetes dari Tumpak Sewu. Jalurnya harus menyusuri sungai. Takut pas lagi jalan, tiba-tiba banjir. Sekedar informasi, sungai yang mengaliri Tumpak Sewu berhulu di Gunung Semeru. Bukan tidak mungkin kalau hujan parah akan membawa material lumpur juga.
Fix, kali ini hanya di Tumpak Sewu atas saja. Jadi, jas hujan, sandal, dan beberapa perintilan lainnya kami simpan di motor. Tidak banyak yang berubah dari jalur trekking menuju spot Panorama Tumpak Sewu, hanya kursi-kursi di pinggir jalur trekking sekarang sudah tidak ada.
Meskipun hari Selasa, tapi pengunjugnya sangat ramai. Malah, ojek-ojek berseliweran dan ngetem di spot panoama. Selesai mengambil foto di spot panorama, saya kembali galau. Sayang juga sudah sampai di sini ga turun. Saat itu, saya masih galau antara di spot panorama saja atau turun ke bawah Tumpak Sewu. Mengingat kapan lagi bisa ke sini, bareng suami pula.
Suami malah nawarin apa mau sekalian aja ke Goa Tetes kalau emang mau turun ke bawah Tumpak Sewu. Biar sekalian. Setelah galau-galau, saya pun mantepin untuk turun, tapi hanya ke Tumpak Sewu saja. Tangga bambu dan pegangan bambu yang dulu jadi medan menuju Tumpak Sewu bagian bawah kini sudah berganti besi kokoh. Baru diganti sepertinya.
Saya kira, hanya di bagian yang dulu bambunya sudah rusak saja yang diganti besi, ternyata sampai ujung trek pun sekarang sudah diganti oleh besi. Enak sih ini, bisa hemat waktu pas naik lagi. Tapi, di spot air terjun, tetap tidak ada perubahan. Masih tidak ada pegangan. Hanya tali tambang, itupun sudah di bawah, mendekati ujung trek air terjun.
Celana, sepatu, lengan baju, bahkan tas yang basah sudah tidak saya pedulikan. Yang penting sampai bawah dengan lancar. Rasanya kali ini susah sekali trek air terjun ini. Mungkin karena musim hujan, debit airnya lebih besar, jadi lebih susah melangkah dan melihat pijakan.
Sampai di bawah, kami bertanya ke petugas tiket mengenai kondisi jalur menuju Goa Tetes. Karena sedari kami sampai di parkiran Tumpak Sewu sampai di loket tiket di area bawah Tumpak Sewu, langit kembali mendung. “Kalau mau ke Goa Tetes, mending jalan sekarang aja, takut keburu hujan.” Begitu kata mas yang jaga tiket. Jalanlah kami menuju Goa Tetes, tanpa berkunjung ke area bawah Tumpak Sewu.
Saya kira, jarak Goa Tetes 100 m di papan penunjuk arah itu tidak akurat, ternyata benar akurat. Tidak sampai 10 menit kami sudah bisa melihat gerbang dan area Goa Tetes. Jalur trekking memang menyusuri pinggiran aliran sungai, tapi landai dan lebar, jadi aman. Arus sungai pun tidak deras, masih normalah.
Kami pun bayar retribusi masuk sambil bertanya, apa masih aman berkunjung ke Goa Tetes. Soalnya sudah pukul 13.00 WIB dan mendung. Kata bapaknya aman, bapaknya juga masih bakalan jaga sampai sekitar jam empat atau lima sore, tergantung pengunjung.
Baru beberapa langkah kami berjalan dari pos tiket, langit langsung cerah. Sinar matahari kembali kami temui. Bahkan, langit pun berangsur kembali biru. Wuih, rezeki sih ini namanya. Ga sia-sia tetep lanjut turun dari spot panorama tadi. Karena ini tujuan utama saya, jadi kali ini kami sedikit-sedikit berhenti lalu ambil foto yang cukup banyak dari berbagai angel.
Setidaknya ada tiga bagian air terjun Goa Tetes yang kami lewati. Tentunya semua kami singgahi dan ambil fotonya. Panorama dan selfie tentunya. Sendang Biru jadi tujuan kami berikutnya. Kami menitipkan tas dan perintilan lainnya di warung yang berada tepat di samping Sendang.
Suami berenang, sementara saya mengambil foto. Sinar matahari sesekali tertutup awan, tapi kemudian cerah lagi. Angin di atas cukup kencang rupanya. Setelah kami, ada dua orang lagi yang berkunjung, hanya tidak berhenti dan langsung naik lagi menuju parkiran Goa Tetes. Sementara rombongan satunya melanjutkan perjalanan ke arah Tumpak Sewu. Serasa kolam dan air terjun pribadi jadinya.
Selesai berenang, tidak lupa kami mengisi perut. Apalgi kalau bukan Pop Mie (karena di warung ga jual mie instant). Bapak ini sudah lumayan lama jualan di sini. Sambil menikmati Pop Mie, bapak ini pun cerita pengalaman-pengalamannya selama jaga di dekat Sendang Biru. Kebanyakan pengalaman tentang menolong pengunjung-pengunjung yang tersesat.
Dulu, sebelum aksesnya dibenahi, banyak pengunjung yang datang kesorean dan harus berputar-putar mencari jalan ke bawah Goa Tetes. Goa Tetes memang sudah dibuka cukup lama, dari 1975. Pada 1982 barulah dikelola dan digarap oleh Pemkab Lumajang. Sudah pasti fasilitas dan kondisi medan tidak sebagus saat ini.
Saran dari bapak warung, kami sebaiknya naik dari Goa Tetes saja, nanti baru di atas jalan sedikit ke arah parkiran Tumpak Sewu. Kalau mau pake ojek pun bisa katanya. Sebenernya aga ragu sih kalau lewat jalur Goa Tetes. Soalnya treknya ada yang melipir pas di pinggir jurang. Tapi, kebanyakan video yang saya tonton adalah yang menuju Goa Tetes. Mungkin kalau dibalik, jalurnya ga akan se-menyeramkan kalau pergi.
Kami pun pamitan. Tangga naik sudah cukup baik dan kokoh. Kami harus melewati anak tangga yang merupakan bagian dari aliran air. Harus berhati-hati agar tidak terpeleset. Kami tiba di satu tempat yang aga luas dan datar. Ternyata, di sini pun terdapat air terjun yang berasal dari rembesan air di langit-langit gua. Titik ini sudah cukup tinggi ternyata. Aliran sungai sudah mulai tidak terlihat, tertutup dinding tebing.
Tidak lupa kami ambil foto. Trek berikutnya jauh lebih menantang. Inilah jalur yang bikin saya takut. Kami harus menyusuri tepian tebing yang berupa tangga-tangga kecil yang terbentuk dari kikisan air. Tentu saja, tangga-tangga ini masih dialiri air. Di sini terdapat percabangan. Ke kiri menuju area Goa Tetes, ke kanan menuju parkiran.
Berhubung sudah sore dan medannya susah, saya putuskan untuk tidak masuk ke Goa Tetes, cukup lihat dari jauh saja. Medan berikutnya, cukup bikin kaki saya kaku. Jalur tetap menuruni tangga yang terbentuk dari kikisan air. Ada yang berlumut, ada yang tidak. Tapi lebih banyak yang berlumut. Susah melihat mana pijakan yang tidak berlumut karena arus airnya sangat deras.
Belum cukup susah, pemandangan di depan jalur ini pun langsung jurang tanpa halangan pepohonan atau tebing. Benar-benar langsung terjun, karena ini merupakan bagian atas air terjun. Lutut gemetaran. Dengan susah payah melangkah dengan pegangan sama suami tentunya, sampailah kami di ujung jalur air. Medan kembali tanah dan tidak di pinggir jurang banget.
Dilihat dari titik ini, air terjun dan Goa Tetes benar-benar sangat cantik. Rasanya betah melihatnya lama-lama. Sayangnya, jalan kami masih jauh dan menanjak tentunya. Trek kali ini kembali tangga dari beton dengan pegangan besi yang sudah tidak utuh lagi. Sesekali kami berhenti kalau ada warung/saung di pinggir trek. Tidak ada pengunjung lain yang datang ataupun di belakang kami.
Warung-warung sudah dapat dipastikan tutup semua. Untunglah kami masih ada persediaan minum dan makanan ringan. Ternyata ada dua rombongan di belakang kami yang baru sampai di trek jalur air Goa Tetes. Ternyata lebih jauh dan lebih lama naik dari jalur Goa Tetes dibanding naik dari Tumpak Sewu. Dari segi medan dan trek, sudah jelas, jalur Tumpak Sewu yang bakalan saya ambil kalau nanti ke sini lagi.
Setelah trek tangga habis, kami bertemu area tempat warung-warung berada. Setelah ini, trek sudah tidak terlalu berat, tapi masih menanjak. Lalu, di ujung trek akan bertemu loket tiket. Sesampainya kami di loket tiket, sepi. Tidak ada penjaga tiket dan tukang ojek pun tidak ada. Ya sudahlah, kami jalan kaki ke area parkir Tumpak Sewunya.
Di tengah jalan, kami melewati beberapa rumah, salah satunya ruma bapak yang jaga loket Goa Tetes. Kami mengobrol sebentar lalu pamitan karena sudah terlalu sore. Kami tiba di parkiran Tumpak Sewu lagi sekitar pukul 16.30 WIB. Sambil menunggu pesanan makan dan minum, saya pun ganti baju. Parkiran motor sudah sangat sepi, hanya ada motor kami saja.
Tapi, masih ada pengunjung yang baru datang. Rombongan dari Pantura Jawa Timur. Sudah bisa dipastikan, sepertinya hanya bisa sampai spot panorama saja. Karena ada larangan untuk turun ke area bawah Tumpak Sewu di atas jam 15.00 WIB. Sebenarnya masih ada dua tempat lagi yang ingin dikunjungi. Berhubung sudah terlalu sore, sepertinya besok harus kembali lagi ke daerah sini.
Pukul 17.00 WIB kami jalan menuju Malang. Berharap semoga lalu lintas di jalur ini belum penuh oleh rombongan truk pasir. Kami hanya menyusul beberapa truk saja, selebihnya jalanan kosong. Bahkan, saking kosongnya, tidak sampai tiga puluh menit kami sampai di Dampit. Tepat pada saat Adzan Magrib berkumandang. Mumpung Magrib, kami pun bergegas untuk masuk ke Turen.
Selepas Turen, jalanan kembali ramai. Ketika hampir memasuki Kota Malang, gerimis turun. Ternyata ini gerimis sisa hujan tadi siang. Menurut info dari teman saya di Malang, sedari siang menuju sore Kota Malang diguyur hujan sangat deras. Berbanding terbalik denga cuaca di Goa Tetes. Tidak salah ternyata kami menunda maen ke Goa Tetesnya jadi hari ini.