TOURING MALANG PART 6


KAMIS 9 JANUARI 2020

Awalnya, kemarin itu kami rencana ke pantai, tapi karena ada dua tempat yang belom kesampean, jadi kemarin kami kembali ke Pronojiwo. Hari ini, rencananya kami mau ke pantai, tapi semesta berkata lain. Sedari pagi sudah mendung. Entah kenapa rasanya mendadak malas harus melewati jalur yang dua hari kemarin kami lewati. Iya, kalau mau ke pantai, memang harus melewati jalur ke arah Turen atau Gondanglegi. Rasanya malas saja, sudah dua hari berturut-turut lewat jalur itu.

Akhirnya hari ini kami kembali leyeh-leyeh sambil nyicil packing. Ya, besok kami akan pulang. Siang hari, hujan turun. Tidak deras, tapi ga berenti-berenti. Sekitar jam 15.00 WIB hujan berhenti. Jadilah kami hanya keburu mampir ke satu tempat kuliner dari sekian banyak yang diinfoin teh Nita semalam.

Sore sehabis hujan, cuaca dingin, paling cocok makan yang hangat-hangat kan ya. Soto pun jadi pilihan kami. Soto Ambengan yang hanya terpisah beberapa rumah saja dari tempat kami nginep jadi pilihan. Soto Ambengan ini juga salah satu yang direkomendasiin teh Nita dan temennya semalam. Ternyata, benar saja, rasanya enaaak. Duh, kayanya bakmi yg direkomendasiin semalem juga enak, tapi kayanya ga akan sempet.

Selain soto, ada juga rumah makan khas Kediri (kalo ga salah) dan toko jamu-jamuan yang juga jualan rempah-rempah langganan Mamang Abi, teh Nita & temen-temennya di dekat tempat kami menginap. Sayangnya kami baru ngeh pas udah mu pulang nih. 

JUMAT 10 JANUARI 2020

Pas ketika sudah check out sekitar pukul 09.00 WIB, saya melihat status WA Sabeumnin Korin. Ternyata baru sampai di Malang. Setelah berhasil dihubungi, lokasinya ga jauh dari tempat kami & pasti kelewatan kalau kami mau keluar dari Malang. Janjianlah kami di KFC deket Alun-Alun Malang.

Yah, di manapun, sampai jauh di Malang pun, tetep aja KFC tempat nongkrongnya. Mentang-mentang udah dari SMP kalau beres latihan pasti nongkrong di KFC ampe diusir, jadi sampe sekarang pun kalau nongkrong/janjian, pasti KFC lagi tempatnya.

Sementara saya ketemuan sama Sabeumnin Korin, suami ke bengkel untuk benerin motor. Maklum, perjalanan kami aga panjang hari ini. Ternyata Sabeumnim Korin mau ke Bromo & baru dijemput jam 22.00 WIB nanti. Yah, selamat muter-muter di Malang deh ya.

Saya pun pamit, takut masuk Jogjanya kemaleman. Sekitar pukul 11.00 WIB, kami pun meninggalkan Malang. Sampai jumpa lagi lain waktu, Malang. Lalu lintas mulai sepi ketika masuk di lingkar luar menuju Kepanjen.

Keluar dari lingkar luar tadi, jalanan kembali ramai. Ditambah, hari Jumat, jadi sekolahan baru pada bubar. Saking riweuhnya jalan, motor di depan kami menyenggol motor warga yang akan menyeberang. Sialnya, begitu motor warga tadi oleng, kami lewat. Jatuhlah motor warga tadi.

Karena kami pikir mungkin kami juga nyenggol sedikit bapa tadi, jadi kami berhenti Sementara, motor yang pertama nyenggol sudah hilang entah ke mana. Setelah dibantu berdiriin motor & ambil hp & spion punya bapa tadi, bapa tadi bilang ga kenapa-kenapa (padahal tangannya ada luka sedikit), trus pergi aja.

Saya asli melongo. Biasanya ini kalau di Bandung udah pasti ribut. Ngoceh ini rusak, itu rusak, ujung-ujungnya minta uang untuk gantiin kerusakan. Nah, ini, boro-boro minta uang untuk ganti kerusakan. Ngeliat motornya apa aja yang rusak aja ngga. Langsung aja gitu pergi. Ya sudahlah, bagus juga sih jadi ga panjang masalahnya. Udah banyak waktu kebuang.

Perjalanan kembali lancar. Kebanyakan sudah bersiap untuk Jumatan. Sesampai di daerah Kesamben, saya putuskan untuk coba jalur yang waktu pergi batal dilewatin. Setelah Pasar Kesamben, kami belok menuju Hutan Jati Brongkos. Lalu, ikuti jalan menuju Bendungan Wlingi Raya. Jalan sangat sepi. Jarang kami papasan atau iringan dengan kendaraan lain.

Jika kami tadi ambil jalur utama dan masuk Kota Blitar, kami pasti akan kena hujan. Langit di sekitar Blitar hingga ke arah Barat sudah sangat gelap. Kemungkinan hujannya sangat lebat. Sementara di jalur yang kami lewati, tidak kena hujan, hanya mendung dan anginnya saja. Setelah Bendungan Wlingi Raya, kami tiba di persimpangan di Pasar Jaring.

Di Pasar Jaring, ada dua pilihan jalur. Pertama, ambil ke arah Utara menuju Jalan Manokwari dan menyusuri jalur ketika kami pergi (lewat Desa Minggirsari) atau ke Selatan ke arah Kecamatan Sutojayan lalu ambil arah Barat hingga di dekat Jembatan Trisula. Kami pun mencoba pilihan kedua. Kami mampir sebentar untuk istirahat dan mengisi perbekalan makanan dan minuman. Jam 13.00 WIB kami mulai jalan lagi.

Kondisi jalan masih sama, melewati permukiman penduduk dengan lalu lintas yang tidak terlalu ramai dan kondisi jalan yang bagus. Kami sampai di persimpangan Jembatan Trisula. Sebenarnya kalau mau lewat jalan potong lagi masih ada. Jalurnya akan keluar di simpangan sebelum Kantor Desa Rejotangan. Tapi, sepertinya, jalur utama belum terlalu ramai truk, jadi kami pun keluar menuju jalan raya utama.

Simpangan kami berada setelah Jembatan Trisula jika dari arah Timur. Beberapa meter setelah melewati Stasiun Rejotangan, hujan turun. Hanya gerimis, jadi kami putuskan pakai bawahan jas hujan saja. Dari sini, kami akan mengambil jalur yang sama dengan jalur pergi kemarin hingga masuk Kecamatan Karangan di Trenggalek.

Kami pun berbelok keluar dari Jalan Raya Nasional tepat setelah Stasiun Ngunut. Kali ini, perjalanan lancar tanpa nyasar-nyasar. Ternyata, daerah yang kami lewati ini mempunyai banyak peninggalan situs sejarah.

Mulai dari candi dari jaman Kerajaan dahulu, situs manusia purba (Situs Wajak, Tulungagung), sampai lokasi wisata alam seperti Goa Selomangleng, Gunung Budheg, dan beberapa tebing spot untuk panjat tebing. Sayang sekali waktu kami tidak memungkinkan untuk mampir. Hanya bisa mengabadikan pemandangan di sekitar Boyolangu seadanya.

Langit di arah Barat masih putih, artinya hujan deras masih turun. Semoga saja bukan di jalur yang akan kami lewati. Rute yang kami amil pun sengaja yang melewati Jembatan Gantung Kendalbulur lagi. Apalagi kalau bukan untuk mengambil foto. Di Jembatan Kendalbulur, terlihat Gunung Wilis yang masih diguyur hujan. Ternyata yang diguyur hujan adalah jalur Utara (Blitar – Kediri – Tulungagung kota – Ponorogo – Madiun, dsk).

Arus lalu lintas kembali ramai ketika kami memasuki jalur utama Durenan – Karangan. Truk dan sepeda motor cukup memadati jalur kami. Sebetulnya ada jalan potong dari Durenan hingga tembus ke Pasar Dongko. Tapi, tidak kami ambil, karena takur jalurnya zonk di tengah. Perjalanan kami masih jauh, hari semakin sore.

Kami berhenti lagi di SPBU Karangan. Numpang lepas jas hujan. Niatnya, sebelum naik ke Dongko, pengennya makan dulu di sekitar Karangan atau pusat Kecamatan Suruh. Sayangnya, ga nemu tempat makan yang cocok. Akhirnya bablas sampai naik ke Puru. Ketika pulang inilah kami baru melihat pemandangan di jalur Suruh – Dongko.

Ada satu bukit dengan bentuk yang sangat unik di depan kami. Tebing Lingga namanya setelah kami cek di Gmaps. Pemandangan Tebing Lingga sore itu sangat syahdu. Langit yang mendung ditambah kabut tipis di sekitar Gunung Lingga. Sayangnya kami ga nemu spot yang pas untuk ambil foto Tebing Lingga.

Sebetulnya, jalur menuju objek wisata Tebing Lingga satu arah dengan jalur pulang kami. Lagi-lagi kami tidak akan keburu kalau harus mampir dulu. Tebing Lingga merupakan salah satu spot panjat tebing hits di jalur perbukitan Ponorogo – Trenggalek – Tulungagung. Pemandangan menjadi lebih terbuka ketika memasuki Desa Sumberbening.

Dari spot ini, terlihat jejeran pegunungan dan beberapa gunung tinggi di Timur. Saya menebak, salah satunya adalah Semeru. Lainnya mungkin Arjuno. Paling dekat adalah Gunung Wilis-Liman. Kami pun berhenti sejenak untuk mengambil foto. Semakin naik ke atas bukit, cuaca semakin cerah. Hujannya berada di wilayah Timur dan Utara nampaknya. Tidak terasa, sampailah kami di Pantai Pelang sekitar pukul 16.00 WIB.

Karena sudah cukup sore, kami pun mencari tempat untuk makan dulu. Biar ga masuk angin & biar ga berenti lagi sampai Jogja. Padahal, kalau mau, di Pacitan dan Wonosari lebih gampang untuk cari tempat makan. Tapi perut sudah tidak bisa diajak kompromi.

Dari Pantai Pelang, kami ambil jalur menuju Pacitan. Masih jalur yang sama dengan jalur ketika kami pergi. Perjalanan sedikit terhambat ketika melewati PLTU Sudimoro di Pacitan.

Kami beriringan dengan truk pengangkut minyak dan dari arah berlawanan nampak beberapa truk container dan kendaraan berat lainnya sedang menuju ke arah Timur. Jalanan yang sempit dan medan yang sulit, membuat pengguna jalan harus berhati-hati dan bergantian. Kami mencoba jalur lingkar luar Pacitan yang nampaknya masih sangat baru. Namanya Jalan Lintas Selatan Pacitan.

Jalannya sangat lebar, mulus dengan konstruksi jembatan yang cukup ikonik. Banyak anak muda yang sedang menikmati sore di sepanjang JLS Pacitan. Berhubung sudah hampir pukul 17.00 WIB, kami pun ga berenti dan langsung mengarah ke luar Kota Pacitan. Jalur yang kami ambil kali ini adalah jalur di sisi Selatan, yaitu Jalan Pacitan – Solo.

Kami berhenti sejenak untuk istirahat di SPBU Punung. Ketika kami melintas di gapura perbatasan Jawa Timur dengan Jawa Tengah, hari sudah gelap. Sudah hampir Adzan Magrib. Sepanjang Punung sampai tiba di Semanu hanya motor kami saja yang melintas. Selain itu, sedari Donorojo, awan hujan sudah nampak di Utara. Mungkin di sekitar Wonogiri sudah hujan deras.

Memasuki Wonosari, barulah jalanan kembali ramai. Sedikit gerimis ketika kami memasuki Wonosari. Perjalanan kami masih setengahnya dari sini, jadi kami tidak banyak berhenti. Sepanjang Wonosari – Jogja, jalanan sangat ramai. Barulah badan terasa pegal. Untungnya kali ini kami masuk Jogja tidak disambut hujan deras. Sekitar pukul 20.00 WIB kami sudah tiba di tempat kami menginap. Tidak lama setelahnya, hujan deras langsung turun hingga tengah malam.


About Dya Iganov

Penyuka traveling, tidak hanya mendaki gunung, tapi juga touring, rafting, explore, city tour, kemping ceria, susur pantai, dll