DESAKU YANG……..


Desa, apa sih yang pertama kepikiran kalo denger kata “desa”? Jauh? Terpencil? Sawah? Bencana alam? Jalan jelek? Ga ada listrik? Ga ada sinyal? Ga ada alat elektronik canggih? Atau….. ????

Tapi, sedikit nengok kota tetangganya Bandung, Kota Cimahi, ada yang alamatnya masih nyantumin “Desa A, Kecamatan B, Kota Cimahi, Jawa Barat”. Nah, tadi yang kepikiran kalau nyebut desa itu beberapa hal di atas, tapi kalau liat desa yang satu ini ko beda jauh ya? Di desa yang ini, jalannya bagus, banyak aneka jenis kendaraan lewat, rumah-rumanya permanen, malah ada rumah mewah. Trus, ga ada sawah sama sekali, adanya macet sepanjang hari. Listrik, sinyal? Hampir di tempat makan ada tulisan “Free Wi-fi”, nah ko??? 

Beberapa hal yang disebut kalau pertama kali denger kata desa di awal paragraf, ga salah sih, hanya mungkin kurang tepat kalau menyamaratakan semua yang berawal “desa” dengan kondisi seperti itu. Biar ga tambah ngelantur, mungkin definisi tentang desa, kota dan ciri-cirinya bisa diliat di link tambahan di akhir tulisan ini. 

Desa identik dengan daerah tertinggal dan kalau sedikit nyimak, banyak juga ko usaha pemerintah buat ningkatin kesejahteraan masyarakat yang tinggal di desa. Ya, jangan ngebayangin usahanya itu adalah dengan bikin mall, tempat nongkrong gaul dengan tulisan “Free Wi-fi” atau bikin semacem duplikatnya Perumahan Alam Sutra di kota tetangga itu. Semua usaha pemerintah itu biasanya didasarkan sama tingkat kemampuan lingkungan dan masyarakatnya, jadi mungkin kita bakal nemuin desa yang katanya udah dimasukin ke dalam dokumen perencanaan pembangunan desa, tapi ko gitu-gitu aja ya? Perubahannya ga terlalu keliatan. Dengan mengesampingkan kelakuan buruk birokrasi dan oknum, kita liat sebenernya desa ini tu dibangunnya jadi apa dan arahannya kemana sih?

Kalau ternyata pembangunannya diarahkan untuk desa produksi, ya berarti wajar donk kalau luas lahan pertanian segitu-gitu aja atau malah bertambah dibandingin sama bangunan-bangunan dan beraneka jenis sarana publik yang sifatnya tersier. Selain dari faktor alam dan masyarakatnya, biasanya sudah ada yang namanya klasifikasi desa. Untuk jelasnya klasifikasi desa, bisa juga dibaca-baca tulisan dari narasumber yang infonya berguna.

Nah, kalau dia masih termasuk desa dengan tingkat klasifikasi terendah, ya mungkin arahannya juga bakal lebih ngebanyakin untuk kelayakan dan bakalan lebih banyak mempertimbangkan faktor alam. Untuk desa dengan klasifikasi tertinggi atau sudah hampir mirip dengan kota (bisa baca juga perbedaannya di link di akhir tulisan), mungkin arahan pembangunannya akan beda juga. Nah, di wilayah yang kaya ginilah yang mungkin bakalan kita temuin tempat nongkrong gaul dengan tulisan “Free Wi-fi” atau mungkin mulai bermunculan permukiman ala-ala real estate, pabrik-pabrik atau beberapa sarana pendidikan dalam skala besar. 

Sedikit pengalaman saya, dulu waktu saya masih kecil, mungkin sekitar awal tahun 1993-1994, saya pernah berkunjung ke sebuah desa, kalau ga salah nama desanya Desa Cioray (yang sampe sekarang entah dimana), tapi saya juga ngelewatin yang namanya Kecamatan Sukanagara (sampe sekarang pun saya ga nemu Desa Cioray yang di Sukanagara, ya maklum masih boloho). Di Kecamatan Sukanagara ini suasananya beda banget sama Bandung. Jam 17.00 WIB udah sepi, tempat makan paling warteg, warung bakso, pkl gorengan ama nasi goreng, itu pun lewat jam 20.00 WIB harus sedikit usaha nyarinya. Kendaraan yang kami temui, seingat saya banyakan ELF, truk, sama becak.

Motor apalagi mobil masih jarang banget, bahkan listrik di rumah tempat tante saya tinggal sebagai tenaga pengajar sering mati, bahkan ada beberapa yang ga punya jaringan listrik di rumahnya. Selang beberapa tahun, tepatnya 2012 sampai beberapa waktu belakangan ini, saya sering lewat ke Sukanagara. Kesan pertama adalah, banyak perubahan. Sekarang di Sukanagara udah ada beberapa SPBU (entah tahun 1993-1994 itu udah ada atau belum), udah mulai banyak fasilitas kaya hotel dan kosan (yg sampe sekarang masih aneh juga, banyak banget jumlahnya untuk ukuran Sukanagara), sudah ada beberapa tempat makan yang bukan lagi warnas, PKL pun udah lumayan banyak di pasar, kendaraan yang lewat pun udah banyak jenisnya.

Bahkan motor-motor dengan cc besar keluaran terbaru juga udah ada seliweran di pelosok-pelosok Sukanagara (ya meskipun masih banyak yg ga taat aturan sih, ga ada plat nomer dll). Udah mulai ada dealer mobil, ada beberapa sarana pendidikan, kondisi jalan pun dua tahun belakangan ini mulai ditingkatkan kualitasnya dan masuk ke dalam program pembangunan prioritas Provinsi Jawa Barat.

 

Padahal, kalau mau liat lagi, seubek-ubek Sukanagara itu yang rame ya cuman di pusat Kecamatan Sukanagara aja, geser lima Kilometer sebelum dan sesudahnya masih kebun teh dan hutan. Nah, jadi pertanyaannya, daerah sekitar Sukanagara sendiri masuknya desa bukan? Ko ada motor bagus, udah pada punya hp, listrik pun udah hampir menjangkau semua rumah. Sukanagara sendiri kalau liat di dokumen perencanaan lingkup Provinsi Jawa Barat sama Kabupaten Cianjur, emang diperuntukan sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan PERDESAAAN memiliki fungsi utama sebagai pusat pengolahan hasil pertanian, pusat perkebunan, pusat industri kecil menengah dan pertambangan.

Jadi, Sukanagara masih bisa disebut desa, tapi mungkin untuk klasifikasinya udah masuk Desa Swakarya. memiliki fungsi utama sebagai pusat pengolahan hasil pertanian, pusat perkebunan, pusat industri kecil menengah dan pertambangan. Kalau sedikit menjelajah Kecamatan Sukanagara, Kecamatan Pagelaran, dan Kecamatan Tanggeung, sebenernya pola persebaran desanya bukan mengikuti jalur jalan raya, tapi malah cenderung mendekati pola mengelompok dan menjalur dengan beberapa klasifikasi berbeda untuk tiap-tiap desa. Desa-desa di tiga kecamatan ini pada umumnya menjalur mengikuti jalan raya utama tetapi juga membentuk kelompok sehingga tidak sepanjang jalur utama akan ditemukan desa dengan jumlah rumah yang cukup banyak.

Sebenarnya, pola persebaran desa menjalur dan mengelompok yang ditemukan hampir pada daerah yang berdekatan akan lebih banyak ditemukan pada daerah yang kondisi geografisnya dominan perbukitan dan pegunungan, meskipun pada umumnya pola menjalur ini lebih banyak diperuntukan bagi desa-desa yang berada di pantai yang landai dan pola menyebar ini memang lebih banyak diperuntukan pada daerah yang luas dan berupa pegunungan. Ada lagi klasifikasi lain yang membaginya berdasarkan lahan pertanian, pusat kegiatan, permukiman, dan jalan utama. Untuk Kecamatan Tanggeung, Sukanagara, dan Pagelaran ini, kebanyakan pola sebaran desanya merupakan The farm village type


Ada hal menarik lainnya kalau soal bahasa atau penggunaan kata, yaitu kapan saat yang tepat pake kata “Desa”, “Pedesaan”, “Kota”, dan “Perkotaan”. Singkatnya, masing-masing ada yang memiliki fungsi sebagai kata kerja dan ada yang memiliki fungsi sebagai kata sifat. Buat lebih jelasnya, buka aja salah satu link sumber di bagian akhir tulisan. Mungkin segitu dulu aja deh ngocehnya, ya maklum namanya juga iseng-iseng nulis sedikit serius, kalau mau serius banget mah ya ngerjain proyek atau penelitian hehe. Masih banyak ko hal-hal yang bisa dipelajari dari seputar desa, jadi seengganya kalau kebeneran main-main ke luar, bisa sekalian kenal daerah yang dituju.

“Boro-boro bisa inget itu desa apaan dan kenal daerah yang dituju, posisi saya sekarang ada di mana aja ga tau.” Halah, repot :p 

http://ssbelajar.blogspot.com/2012/12/struktur-ruang-desa.html

http://firmannamrif.blogspot.com/2014/01/v-behaviorurldefaultvmlo.html

http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/605/jbptunikompp-gdl-shidiksura-30208-6-06.tab-i.pdf

https://subiantogeografi.wordpress.com/pengertian-desa-dan-kota/

http://hedisasrawan.blogspot.com/2014/07/16-pengertian-desa-menurut-para-ahli.html

http://www.pengertianahli.com/2014/03/pengertian-ciri-jenis-desa.html#_

http://awaliyahhasanah.blogspot.com/2013/06/definisi-desa-kota-pedesaan-dan.html

 

 

 

 

 

 

 

 

 


About Dya Iganov

Penyuka traveling, tidak hanya mendaki gunung, tapi juga touring, rafting, explore, city tour, kemping ceria, susur pantai, dll

Leave a comment