EKSPLORE MALANG 10 NOVEMBER 2018


Pagi pukul 09.00 WIB, Mas Aris sudah menjemput. Setelah urusan check out hotel beres, kami pun langsung tancap gas menuju Sumber Jeruk dan Sumber Maron. Tadinya hari ini saya tidak akan kemana-mana, karena memang tidak ada lagi list yang memungkinkan untuk didatangi. Tapi, setelah obrolan singkat di Pathukan Sirap, jadi penasaran juga buat datengin Sumber Jeruk.

Perjalanan menuju Sumber Jeruk dan Sumber Maron dari arah Malang Kota yaitu menuju Kepanjen. Lumayan sih, saya jadi bisa naik di Stasiun Kepanjen lagi, ga harus balik lagi ke Kota Malang. Kami pun tiba di Desa Karangsuko. Kami segera mencari lokasi Sumber Maron.

Dalam bayangan saya, lokasi Sumber Maron berada di area yang tidak padat permukiman, ya, semacam di pinggiran sawah gitu. Ternyata salah. Area di sekitar lokasi Sumber Maron dan Sumber Jeruk memang masih sawah dan sungai, tapi jalur menuju lokasi sudah merupakan area padat permukiman.

Kami pun segera memarkirkan motor di area parkir Sumber Maron. Sudah sangat banyak pengunjung yang datang ke Sumber Maron dan terus berdatangan. Maklum, hari ini Sabtu, jadi pasti objek wisata penuh. Untuk menuju Sumber Jeruk, kami tinggal memilih jalan setapak ke area persawahan di atas area Sumber Maron.

Seperti biasa, tidak ada pengunjung lain yang menuju Sumber Jeruk. Setelah berjalan menyusuri pematang sawah, kami tiba di area Sumber Jeruk. Berbeda dengan Sumber Maron, air di Sumber Jeruk tidak diperuntukkan untuk berenang. Air di Sumber Jeruk merupakan area hulu dan dimanfaatkan untuk pengairan dan air bersih. Sumber Jeruk juga dimanfaatkan untuk budidaya ikan.

Terdapat tiga mata air di sekitar Sumber Jeruk. Area di sekitar Sumber Jeruk sudah ditata. Terdapat pagar pembatas, dan sekeliling kolam sudah diberi jalan setapak dari paving block. Terdapat juga beberapa saung untuk beristirahat. Sumber Jeruk termasuk di bawah wewenang BBWS Berantas.

Berhubung areanya terbatas, jadi kami tidak terlalu lama di Sumber Jeruk. Kami mengambil jalur menyusuri sungai untuk menuju Sumber Maron. Sungai yang berasal dari saluran outlet Sumber Jeruk dimanfaatkan untuk tenaga listrik sederhana. Bagian hliirnya bertemu dengan aliran sungai yang tidak kalah jernih yang dimanfaatkan sebagai wahana river tubing.

Semakin mendekati area Sumber Maron, pengunjung semakin banyak. Rasanya sumpek, meskipun berada di outdoor. Bahkan saat tiba di air terjun Sumber Maron pun sudah tidak ada minat lagi untuk mengambil foto. Saya pun meminta Mas Aris untuk segera menuju pintu keluar saja.

Jalan menuju pintu keluar pun dipadati pengunjung. Memang, di beberapa spot, saya masih bisa mengambil beberapa foto, itupun menggunakan HP. Setelah tiba di parkiran, kami pun packing ulang. Pengunjung yang datang lebih banyak lagi, bahkan rombongan yang menggunakan bus.

Kami pun segera menuju tujuan berikutnya, yaitu sebuah air terjun di dekat desanya Mas Aris. Tidak lama, kami tiba di sebuah jembatan cukup lebar. Air terjun yang dimaksud terlihat dari jembatan. Kami pun menuju jalan setapak untuk mendekati air terjun tersebut. Tapi, berhubung saya udah mager, jadi rasanya males kalau harus treking naik-turun bukit lagi.

Saya pun membatalkan untuk ke air terjun tersebut. Akhirnya kami meluncur menuju lokasi berikutnya, Waduk Karangkates. Perjalanan menuju Waduk Karangktes lumayan jauh. Kami tiba tepat pukul 12.00 WIB. Yang kami tuju ternyata adalah Bendungan Lahor. Bendungan Karangkates berada di sisi Selatan jalan raya.

Berhubung hanya penasaran saja, jadi bingung juga kalau harus berenti lama di Bendungan Lahor. Akhirnya, saya putuskan untuk mampir di Taman Wisata Bendungan Lahor Karangkates. Lumayanlah, sambil nunggu jadwal kereta, sambil ambil beberapa foto Bendungan Lahor.

Setelah cukup lama di Taman Wisata Bendungan Lahor, kami memutuskan untuk jalan saja. Kami mengelilingi Bendungan Lahor sampai masuk ke Kabupaten Blitar. Lalu balik lagi ke arah Bendungan Karangkates dan melewati pintu masuk PLTA Sutami. Di dekat area PLTA Sutami, jalur kereta terlihat. Jalur kereta yang nanti sore akan saya lewati untuk pulang ke Bandung.

Kami sudah hamir tiba kembali di jalan raya Karangkates, tapi ternyata hujan deras langsung turun. Kami pun memakai jas hujan seadanya. Saya bahkan hanya memakai jaket saja dan celana jas hujan punya Mas Aris. Jas hujan saya sudah dipacking di bagian aga bawah ransel. Malas juga harus bongkar-bongkar. Kami pun kejar-kejaran dengan hujan.

Ada lokasi dimana kami lewat, ternyata hujannya sudah berhenti. Ada juga daerah yang kami lewati ternyata belum hujan. Bahkan ada daerah yang begitu kami lewati langsung hujan deras. Kami pun neduh dulu di pelataran toko yang kebeneran tutup tepat di pinggir jalan raya Karangkates. Beberapa meter setelah persimpangan menuju Waduk Lahor dan Waduk Karangkates.

Cukup lama juga kami neduh. Kami benar-benar menunggu sampai hujan berhenti. Hujan kali ini sangat deras, bahkan disertai petir. Tidak seperti hujan-hujan di hari sebelumnya. Begitu hujan sudah reda, kami pun jalan lagi. Kali ini jas hujannya kami lepas kembali. Toh, jarak dari lokasi kami ke stasiun tidak terlalu jauh, satu jam perjalanan saja.

Ternyata baru beberapa kilo kami jalan, kembali gerimis. Kami pun melipir. Kali ini di halaman toko tutup sekaligus jalan masuk ke sebuah rumah. Akhirnya kami putuskan untuk tetap jalan dengan menggunakan jas hujan. Di lokasi tempat kami berhenti kedua kali belum turun hujan, tapi kendaraan dari arah depan kami sudah basah. Jadi, kami putuskan berhenti dan memakai jas hujan terlebih dahulu.

Tidak jauh dari lokasi kami memakai jas hujan, ternyata langsung turun hujan deres. Hujan paling deras ditambah angin super kencang. Bener-bener bikin motor oleng. Mobil pun jalan perlahan dan tidak ada yang saling mendahului. Beberapa menyalakan lampu hazard. Ini hujan terparah yang saya alami selama empat hari di Malang.

Jalan yang hanya lurus saja sedikit membantu kami. Setidaknya mendekati Kepanjen, hujan mulai reda, tapi air sudah mulai menggenang. Jalur hujan membentang vertikal dari sisi Utara menuju Selatan, sedangkan jalur motor kami membentang horizontal dari Barat ke Timur. Setidaknya kami tidak full kena hujan.

Kami hampir masuk Kepanjen, dan teryata belum hujan sama sekali. Sementara kami berdua basah kuyup. Jas hujan tembus, tas pun mungkin sedikit tembus. Saya meminta Mas Aris untuk mampir di kedai kopi di Kepanjen saja. Sambil ngopi, sambil ganti baju, sambil nunggu jadwal kereta.

Tapi, sayangnya, tidak ada kedai kopi yang cocok di Kepanjen. Akhirnya kami cari warung makan dekat stasiun saja. Untungnya nemu. Kami pun sekalian isi perut, sekalian jemur jas hujan dan tas-tas kecil yang basah. Baju, celana, tas kecil, ransel, jaket basah semua. Kami selesai makan sekitar pukul 15.30 WIB. Masih ada sekitar satu jam lagi sebelum kereta saya datang.

Mau ganti baju pun bingung dimana, karena di stasiun bagian luar tidak ada toilet. Sebenernya bisa saja masuk dulu numpang ke toilet di dalam stasiun, tapi males juga. Akhirnya masih bertahan dengan baju yang sedikit lembab dan celana yang sedikit basah.

Celana quick dry yang saya pakai, bagian bawahnya sudah saya lepas karena basah total. Model celana yang saya pakai yang punya resleting untuk penyambung di bagian lutut. Jadi, celananya bisa berfungsi sebagai celana panjang maupun sebagai celana pendek.

Lumayan juga satu jam di luar ruangan dengan kaos lembab, celana pendek yang sebagian basah, rambut lepek basah, dan muka kucel. Mas Aris sendiri udah menggigil gara-gara kaos sama celananya basah dan ga bawa ganti. Jaketnya pun basah. Luar biasa emang hujan tadi siang itu. Dari cuaca yang cerah, matahari yang terik, tiba-tiba berubah jadi mendung dan gelap parah terus hujan angin parah.

Tepat 16.30 WIB, saya masuk stasiun karena kereta saya sudah datang. Setelah pamitan dengan Mas Aris, saya pun masuk stasiun. Begitu kereta datang, saya langsung ke tempat duduk, bongkar ransel, keluarin celana dan kaos kering, langsung ganti baju.

Ketika jalur kereta melewati daerah PLTA Sutami, cuaca masih mendung parah, bahkan masih gerimis. Semakin menuju Barat, hujan tidak berhenti. Bahkan, di daerah Gombong atau Kebumen malah hujan deras. Selepas Blitar, saya pun tertidur dan bangun di Madiun. Hampir masuk Solo, saya tidur lagi dan kebangun sebentar di Gombong atau Kebumen. Lalu tidur lagi sampai subuh ketika kereta memasuki Ciamis.

Dan perjalanan saya menyusuri pantai-pantai di Malang pun selesai sudah. Sebenarnya banyak pantai yang sudah saya list sebelumnya yang tidak bisa didatangi karena ternyata medan dan rutenya cukup memakan waktu.

Pantai Kondang Bandung, Pantai Jonggring Saloko, Pantai Nglurung, Pantai Kondang Rowo, Pantai Kondang Buntung, Pantai Banyu Anjlok, Pantai Mbehi, Pantai Rante Wurung, Pantai Kondang Iwak, dan Pantai Watu Lepek merupakan pantai-pantai yang masuk list tapi tidak sempat saya datangi.

Tapi, ada juga beberapa pantai yang masuk list yang akhirnya berhasil dikunjungi. Padahal, ketika mencari referensi, saya sendiri tidak yakin bisa sampai ke pantai-pantai tersebut.

Pantai Pathukan Sirap, Pantai Pulo Doro, Pantai Kedung Celeng, dan Pantai Watu Lawang merupakan pantai-pantai inceran yang awalnya saya sangka ga akan sampai karena aksesnya yang katanya susah. Mulai dari jalan motornya yang jelek sampai waktu trekkingnya yang lumayan lama dan treknya yang jelas.

Mungkin lain waktu, saya bisa kembali mendatangi pantai-pantai di Selatan Malang. Ditambah juga untuk bisa susur jalur dari ujung Kecamatan Donomulyo hingga ujung Kecamatan Bantur. Di sepanjang jalur tersebut masih banyak terdapat potensi wisata berupa air terjun dan danau/rawa yang masih memiliki akses yang sulit.

Semakin sulit akses dan ketersediaan informasi yang ada, semakin menarik dan semakin menantang untuk didatangi. Semoga lain waktu bisa menjelajah lebih jauh lagi di Malang Selatan. Karena untuk saya, Malang bukan hanya Kota Batu dengan Museum Angkut dan Paralayangnya saja, tetapi juga danau/rawa, air terjun serta bukit-bukit tersembunyi di sisi Selatannya yang menarik untuk ditelusuri.


About Dya Iganov

Penyuka traveling, tidak hanya mendaki gunung, tapi juga touring, rafting, explore, city tour, kemping ceria, susur pantai, dll