HONEYMOON TRIP, EKSPLORE NATUNA 1


upload-1

Setelah semua usaha gagal untuk ke Kepulauan Anambas (luntang-lantung di Tanjungpinang, ga bisa nyebrang ke Batam gara-gara pelabuhan ditutup akibat kabut asap, bolak-balik cari hotel karena penuh semua, bolak-balik ke agen maskapai dan bandara, di Batam pun harus nunggu dua hari karena penerbangan penuh semua), akhirnya tanpa banyak mikir, kami sepakat untuk ganti tujuan ke Kepulauan Natuna. Alasannya, akomodasi ke Natuna saat ini masih jauh lebih mudah dibandingkan dengan menuju Kepulauan Anambas yang sampai sekarang masih sebatas kapal laut. Untuk penerbangan menuju Matak (ibukota Kepulauan Anambas) baru dibuka dan masih uji coba November 2015 nanti dan itupun hanya satu maskapai komersil. Sebenarnya, untuk menuju Kepulauan Natuna pun saat ini hanya ada satu penerbangan komersil yang jadwalnya tidak tiap hari dan hanya satu penerbangan, tetapi jadwal yang tersedia masih lebih mudah dibandingkan menuju Kepulauan Anambas.

upload-2

SELASA, 27 OKTOBER 2015

Sejak pukul 07.30 kami sudah di bandara, karena jadwal penerbangan Batam-Ranai memang hanya pukul 08.30. Pesawat yang kami naiki ini pesawat dengan baling-baling dan sudah tentu kapasitas penumpangnya pun lebih sedikit, jadi, untuk menuju Ranai, harus sesegera mungkin pesan tiket pesawat untuk saat ini. Sudah hampir lima tahun saya hanya bercita-cita ingin pergi ke Natuna, dan akhirnya hari itu tiba. Senang, was-was, bingung, semangat, mendadak ga tahu harus ngapain semuanya campur jadi satu selama 1,5 jam penerbangan menuju Ranai. Sepanjang perjalanan hanya terlihat warna putih. Ya, kabut asap akibat kebakaran lahan gambut menjadi penghalang antara jendela pesawat dengan hamparan laut biru dan pulau-pulau kecil di bawah sana. Setiba di atas Pulau Bunguran, kabut asap menghilang. Terlihatlah hamparan laut berwarna biru, pulau-pulau kecil dengan pasir putih dan air yang jernih menyambut kedatangan pesawat kami. Pesawat pun mendarat di Bandar Udara Ranai milik TNI-AU. Pemandangan yang mencolok di sini adalah Gunung Ranai yang menjulang gagah terlihat jelas dari landasan. Kami disambut oleh gapura bertuliskan “Selamat Datang di Kabupaten Terluar Indonesia…” Ga percaya, akhirnya sampai juga di salah satu Ujung Utara Indonesia. Seperti yang sudah pernah saya baca dari beberapa blog, kendaraan yang akan mengangkut barang bawaan kami adalah truk milik TNI-AU dan penurunan logistik dari pesawat-truk-tempat pengambilan barang dilakukan manual oleh petugas bandara. Lokasi pengambilan barang pun hanya berupa lapang kecil di samping lapangan utama bandara. Welcome to Natuna.

upload-3

Setelah dapet taxi (mobil mini bus biasa) kami ditawari dua hotel yg lumayan udah terkenal di Kota Ranai ini. Akhirnya, kami pilih yang ke-2 Natuna Hotel dengan pertimbangan ada tambahan untuk free breakfast (hotel lainnya ga ada). Lokasinya memang ga terlalu di pusat kota banget. Setelah sampai di lokasi, ternyata cocok (dari segi harga, fasilitas, loaksi dan pelayanan). Niatnya, kami mau keliling Ranai sambil cari makan siang pake motor rental yang juga disediain dari pihak hotel, siapa sangka, di luar udah hujan lebat. Yah, beginilah risiko kalau datang ke wilayah perairan Laut Cina Selatan di akhir-akhir tahun, sudah mulai musim Angin Utara, alias musim hujan. Bahkan, katanya, bulan Desember-Februari biasanya badai, penyeberangan dan nelayan pun tidak ada yang melaut. Akhirnya setelah menunggu sedikit reda, kami pun kluar cari makan siang. Tidak jauh dari hotel, ketika kami akan cari ATM, ternyata ada razia, dan sialnya, dari pihak hotel, kami ga dikasih helm, otomatis belok ke toko alat tulis cuman beli satu pulpen untuk modus aja. Untungnya, ujan lebat turun lagi, bubarlah razianya, kami berdua pun langsung tancap gas balik lagi ke arah hotel dan cari tempat makan siang

upload-4

Setelah makan siang, kami kembali ke hotel untuk ambil helm. Pas sampai hotel, pas hujan gede lagi, kepaksa kami nunggu lagi sampai hujannya sedikit reda. Pas nunggu, kebeneran kami ketemu pemilik hotel, Bang Nelson. Setelah ngobrol singkat, kami dikasih buku, brosur, dan peta tempat-tempat wisata di Kabupaten Natuna, lengkap sama cerita-cerita singkat yang hanya bisa didapet dari info warga sekitar. Setelah ujannya sedikit reda, sekitar jam 15.30, kami pamit untuk jalan-jalan keliling Kota Ranai. Tujuan pertama kami Alif Stone Park dan Batu Sindu. Kalau masih bisa masuk ya kami mampir, tapi kalau sudah teralu gelap, kami hanya lewat saja. Begitu keluar dari pusat kota Ranai, kami disambut jalan raya yang mulus dan sepi. Kami hanya sesekali berpapasan dengan pengendara sepeda motor, mungkin karena habis hujan dan sudah aga sore juga jalanannya sangat sepi. Sepanjang jalan, kami harus beberapa kali mengalah dan menghindari anjing, kucing, ayam yang menyeberang ataupun yang diam di tengah jalan. Beda sekali dengan jalanan di kota besar yang penuh dengan aneka jenis kendaraan.

upload-5

Ga lama, kami mulai melihat bongkahan batu granit di pinggir jalan. Inilah salah satu khas dari Kepulauan Natuna, batu granit. Begitu kami melihat ada batu granit yang dekat dari jalan, kami pun masuk ke tanah kosong di pinggir rumah warga. Kami melihat di sisi kanan kami bukit yang dipenuhi batu granit dan di sisi kiri kami banyak bongkahan batu granit dari pinggir pantai sampai aga ke tengah laut. Menurut warga, bukit di sisi kanan kami itulah yang bernama Batu Sindu, dan di sisi kiri kami adalah bagian dari Alif Stone Park. Kami pun pamit dan meneruskan perjalanan menuju Alif Stone Park.

upload-6

Setibanya kami di gerbang masuk Alif Stone Park, ternyata pintu gerbangnya ditutup, jadi kami hanya lewat saja. Selain Alif Stone dan Batu Sindu, kami juga melewati Batu Rusia. Berhubung kondisi jalannya yang masih bagus, kami memutuskan untuk ke arah Pantai Pulau Kambing, ya, hanya untuk sekedar tahu jalan dan lokasi saja. Jalan yang kami lewati ini merupakan jalan utama penghubung antak kecamatan di Pulau Bunguran ini. Jalannya mulus, lengkap dengan marka jalan dan dominan datar. Jalan ini juga menyusuri pinggiran pantai. Pemandangannya cukup menarik sebenarnya jika cuaca cerah. Pantainya ada di sepanjang jalan di sisi kanan jalan dan Gunung Ranai menjulang gagah di sisi kiri jalan. Perjalanan kami melewati Batu Sindu, Batu Rusia, Alif Stone, Pantai Tanjung, dan harus berhenti di Pantai Sahi, tidak sampai Pantai Pulau Kambing. Di sisi kanan dan kiri jalan sepanjang perjalanan sampai Pantai Sahi, tidak terlalu padat rumah, masih lebih banyak perkebunan kelapa, dan tanah kosong, serta jalan-jalan kecil menuju permukiman warga. Sampai di satu titik, jalan lurus dan tanah kosong di kanan dan kiri jalan membuat kami berfikir lagi untuk meneruskan perjalanan karena sudah pukul 17.00 dan jalanan semakin sepi. Akhirnya kami mutusin untuk ke dermaga di Pantai Sahi. Dari dermaga ini terlihat jelas Gunung Ranai yang ternyata sudah cukup jauh dan semenanjung yang kami perkirakan adalah Tanjung Datuk. Pulau kecil di depan kami, Pulau Sahi. Pulau Sahi merupakan pulau kecil yang seluruhnya adalah batu karst mirip seperti karst di Rajaampat, hanya ukurannya jauh lebih kecil. Menurut teman kami, Pulau Sahi ini dapat dicapai dengan berjalan kaki jika air laut surut, dan tidak jarang ada beberapa yang memanjat tebing pulaunya, tetapi tentu dengan peralatan dan persiapan yang memadai.

upload-7

Kami tidak terlalu lama disini, berhubung sudah mulai gelap dan takut keburu hujan lagi. Kami pun jalan pulang menuju Ranai sambil sesekali berhenti untuk mengambil foto. Benar saja, di tengah jalan, hujan mulai turun lagi sampai kami tiba di penginapan. Cukup perjalanan untuk hari pertama di Natuna. Sisa hari ini hanya dihabiskan di penginapan (rencana untuk cari makan malam pun gagal) karena hujan lebat turun hingga hampir lewat tengah malam.

upload-8

RABU, 28 OKTOBER 2015

Hujan sudah turun sedari subuh, yah, memang musim hujan. Rencana kami untuk berangkat pagi ke Pulau Sedanau pun gagal. Setelah sarapan, hujan turun lagi, kami pun hanya menunggu di penginapan. Selagi kami menunggu, Bang Nelson menelpon dan menanyakan rencana kami hari ini. Bang Nelson mengenalkan kami dengan temannya, fotografer sekaligus orang yang peduli terhadap promosi wisata dan budaya di Natuna, Bang Naen. Setelah ngobrol dan memilih tempat kami untuk hari ini, diputuskan untuk pergi ke arah Selatan pulau, tepatnya ke arah Selat Lampa. Rencana awal, hari ini kami ingin menyeberang ke Pulau Sedanau, tetapi dengan pertimbangan cucaca dan waktu, akhirnya kami memutuskan untuk ke arah Selat Lampa, tepatnya ke Pulau Setanau. Kami berangkat sedikit siang, karena harus cari penyewaan sepeda motor (banyak rental sepeda motor yang tutup) dan sekitar pukul 10.30 kami baru pergi dari hotel. Cuaca lumayan cerah sampai kami melewati area perkantoran Gubernur Kab. Natuna. Jalannya kembali berbukit dan kali ini di kanan dan kiri jalan masih lebih banyak kebun dan hutan yang masih alami. Sesekali, kawanan kambing dan ayam yang diam di tengah jalan harus kami hindari, anjing dan kucing yang menyeberang pun harus diwaspadai. Jalan yang kami lewati sekarang sama sepinya dengan jalan yang kemarin sore kami lewati. Sekitar 1 jam kami jalan, langit yang sedikit cerah dan sinar matahari perlahan menghilang. Sepanjang jalan ini kami tidak menemukan warung, tempat makan, dan penjual bensin eceran utnuk berteduh kalau-kalau hujan lebat tiba-tiba turun.

upload-9

Sekitar jam 11.30, atau 1 jam perjalanan, kami akhirnya tiba di Desa Cemaga, tempat berhenti kami pertama. Pantai Batu Kasah menjadi tujuan pertama di jalur ini. Jalan masuk menuju Pantai Batu Kasah ternyata masih batu dan pasir, untungnya sudah sedikit mengering, jadi tidak terlalu banyak lumpur, meskipun di beberapa titik kami harus berhati-hati melewati genangan air. Jalan yang kami lalui menuju Pantai Batu Kasah ini hanya cukup untuk satu kendaraan minibus ini membelah tanah kosong dan jejeran pohon kelapa yang sesekali diselingi bongkahan besar batu granit berwarna hitam. Setelah jalan hampir 15 menit, motor Bang Naen tiba-tiba berbelok ke jalan setapak yang jauh lebih kecil. Jalan setapaknya cukup tertutup ilalang,tapi untungnya permukaan jalannya masih keras, bukan pasir dan lumpur layaknya jalanan di pinggir pantai. Tidak lama, motor kami berhenti di antara batu granit dan di depan kami terhampar pantai berpasir putih dan bongkahan granit di masing-masing ujung pantai Batu Kasah ini.

upload-10

Tidak berlama-lama, kami langsung mengambil beberapa foto di beberapa spot di Batu Kasah ini. Batu Kasah merupakan suatu kawasan yang cukup luas di Desa Cemaga yang di sepanjang bibir pantainya banyak terdapat Batu Granit. Bila air laut sedang surut, pengunjung bisa mendekati batu-batu granit tersebut. Umumnya air laut surut dari sekitar pukul 08.00 pagi hingga pukul 13.00 siang. Jarak air laut surut di sekitar Pantai Batu Kasah dan Pantai Batu Madu cukup jauh dari bibir pantai, jadi pengunjung bisa dengan leluasa untuk mendekati bongkahan batu granit. Langit di kejauhan sudah sangat gelap, kami pun hanya sekitar 15 menit mengambil beberapa foto di dua spot Pantai Batu Kasah ini karena hujan lebat langsung turun. Kesalahan kami adalah tidak sempat bungkus makan siang atau sekedar cemilan, bahkan stok air putih pun hanya cukup untuk masing-masing, jadi selama terjebak hujan badai selama 2,5 jam, kami hanya mengganjal perut dengan air putih. Siapa sangka di tempat pertama kami berhenti ini disambut dengan hujan sangat lebat, angin kencang, dan kilat. Kami berteduh di teras semacam rumah singgah (sebutan untuk bangunan mirip warung atau posko) dengan hanya mengandalkan fly sheet yang diikat-ikat seadanya untuk meindugi dari cipratan air dan angin kencang.

upload-11

Sekitar jam 15.00 atau 2,5 jam lamanya kami terjebak di tengah badai di pinggir Pantai Batu Kasah, hujan akhirnya reda, meskipun langit tidak serta merta menjadi biru cerah. Jarak pandang pun sudah bertambah. Selama hujan badai tadi, pulau kecil yang kami lihat sangat jelas dari pinggir pantai menghilang di tengah lebatnya guyuran hujan. Tujuan kami berikutnya adalah sisi lain Pantai Batu Kasah. Motor kami kembali melewati jalan setapak tanah dan pasir di tengah-tengah ilalang. Di ujung lain Pantai Batu Kasah, terdapat saung kecil yang lebih terbuka dari saung tempat kami berteduh sebelumnya. Tepat di depan saung, terdapat bongkahan granit yang sudah ditandai permanen oleh Disbudpar. Hal ini bertujuan agar batu granit tersebut tidak menghilang karena penambangan liar, seperti yang sempat saya lihat di perjalanan menuju Pantai Batu Kasah dari arah Desa Cemaga. Kami menaiki bukit dan pemandangan dari sini langsung mengarah ke pantai kecil yang hanya bisa dilalui dengan menuruni bongkahan batu granit. Di bagian tengah pantai ini terdapat beberapa bongkahan batu granit berukuran sedang dan dua bongkahan granit yang berdampingan dengan ukuran yang cukup besar. Dari tempat ini, kami pun melihat ujung wilayah Pantai Batu Kasah yang hampir mirip semenanjung. Kesanalah nantinya tujuan kami berikutnya untuk hari ini.

upload-12

Puas mengambil gambar di sini, kami pun meneruskan perajalanan ke arah Selatan Pulau Bunguran ini. Jalan yang kami lewati ini merupakan semacam jalan alternatif di tengah padang rumput yang ditumbuhi kelapa. Rumah yang kami temui pun tidak terlalu banyak seperti di pinggir jalan utama Desa Cemaga. Kondisi jalan yang masih berupa tanah dan pasir akan kami lewati hingga bertemu dengan jalan raya utama. Sepanjang jalan ini kami melewati muara sebanyak 2 kali hanya dengan jembatan berupa kayu yang masih cukup kokoh tanpa pembatas di sisi kanan dan kirinya. Air muaranya berwarna tosca meskipun sudah diguyur hujan sepanjang siang, kontras dengan warna air laut yang keruh. Sekitar 30 menit kami melintas di jalan kecil ini, akhirnya kami kembali bertemu dengan jalan raya utama. Tidak jauh dari pertigaan jalan kecil dengan jalan raya utama, sedang ada pembangunan jembatan. Berhubung dari siang kami belum makan, akhirnya kami putar arah dan untungnya kami menemukan satu rumah makan. Makanan yang kami pesan adalah mie goreng dan gado-gado. Gado-gado di Natuna ini sedikit berbeda dengan yang biasa ditemui di Pulau Jawa. Gado-gado di Natuna ini campurannya adalah lontong, tahu, bumbu kacang yang lebih cair dibandingkan bumbu kacang gado-gado di Pulau Jawa dan mie kuning. Harga untuk makanan di Pulau Bunguran ini sedikit lebih mahal.

upload-13

Selesai makan, akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke Ranai, karena udah terlalu sore juga. Selat Lampa yang kami tuju pun masih jauh, belum lagi waktu untuk menyeberang ke Pulau Setanaunya, kayanya udah ga mungkin keburu untuk hari ini. Kami mampir sebentar ke Pantai Batu Madu, yang jaraknya tidak terlalu jauh dari jalan masuk ke Pantai Batu Kasah dari jalan raya utama. Berhubung sudah sore dan masih mendung, jadi tidak terlalu banyak spot untuk eksplore Batu Madu. Sebenarnya, kalau cuaca cerah dan air lautnya masih surut, pengunjung bisa ke batu-batu yang mirip pulau kecil di tengah laut, dan pastinya akan menemukan beberapa spot menarik untuk foto landscape. Sekitar jam 17.15 kami jalan lagi ke arah Ranai. Sepanjang jalan, Gunung Ranai yang menjulang tinggi menjadi patokan arah kami. Jalanan tidak kalah sepi dari siang tadi ketika kami lewat. Kali ini kami lebih sering papasan dengan mobil pribadi ke arah Selatan. Kami sempat mampir di gerbang area perkantoran Gubernur untuk mengambil foto Gunung Ranai. Perjalanan pulang menuju Kota Ranai terasa lebih cepat dibandingkan perjalanan kami dari Kota Ranai menuju Desa Cemaga siang tadi. Kami tiba kembali di hotel sekitar pukul 18.30

upload-14

upload-15

upload-16

upload-17

upload-18

upload-19

upload-20


About Dya Iganov

Penyuka traveling, tidak hanya mendaki gunung, tapi juga touring, rafting, explore, city tour, kemping ceria, susur pantai, dll