Tulisan serupa pernah dipublikasikan di https://travelnatic.com/serunya-kerja-sambil-jalan-jalan-di-wakatobi/
JUMAT, 7 OKTOBER 2016
Jadwal saya hari ini adalah menuju Pelabuhan Usuku sepagi mungkin. Menurut informasi, kapal-kapal dari Binongko sudah tiba di Pelabuhan Usuku dari pukul 06.00 WITA. Kapal-kapal dari Binongko tersebut akan pulang kembali dari Pelabuhan Usuku sekitar pukul 09.00 WITA. Tidak banyak waktu yang saya punya untuk mengejar wawancara dengan kapal dari Binongko. Seharusnya saya berangkat dari pukul 05.00 WITA. Apa daya, nyali masih ciut untuk berkendara sendiri ketika hari masih gelap. Ditambah rasa enggan meninggalkan kasur penginapan terlalu cepat.
Cuaca pun sepertinya ikut mendukung rasa malas saya. Sedari malam, angin bertiup sangat kencang. Pukul 03.00 WITA saya sempat terbangun dan ternyata di luar hujan sangat deras. Pukul 04.39 WITA ketika saya bangun pun masih gerimis. Pukul 06.00 WITA, setelah saya selesai mandi dan sarapan, saya pun bergegas menuju Pelabuan Usuku seorang diri. Cuaca pagi ini masih sangat mendung. Angin pun masih bertiup cukup kencang. Jalanan sangat sepi, mungkin pengaruh cuaca pagi ini.
Belum jauh saya jalan dari penginapan, tiba-tiba mesin motor mati. Saya coba nyalakan (dan hanya bisa diselah) tetap tidak mau nyala. Indikator bensin masih penuh. Cukup lama saya mencoba menyalakan motor. Tidak ada seorang pun warga yang terlihat di jalur ini, padahal di kanan dan kiri saya berjejer rumah warga. Terlambat sudah mengejar kapal dari Binongko. Akhirnya saya putuskan untuk mendorong motor kembali ke penginapan dan meminjam motor yang biasa digunakan dua teman saya. Untungnya diujung jalan hanya tinggal belok kiri lalu sampailah saya di penginapan.
Saya pun segera mendatangi ibu pemilik penginapan. Setelah diceritakan kondisinya, akhirnya ibu pemilik penginapan pun mengajak saya ke rumah tepat di seberang penginapan. Cukup lama tidak ada sahutan dari pemilik rumah. Saya pun semakin putus asa untuk wawancara dengan kapal dari Binongko. Akhirnya pemilik rumah datang. Setelah dijelaskan maksudnya, pemilik rumah pun setuju dengan harga sewa motor dan lama sewa motor yang saya ajukan. Biaya sewa 100rb/hari dan boleh saya bawa 24 jam. Motor yang akan saya bawa kali ini adalah Honda Supra dengan kondisi yang masih cukup baik.
Segera setelah selesai urusan negosiasi sewa motor, hujan amat deras langsung turun tanpa basa-basi disertai angin sangat kencang. Pupus sudah harapan saya untuk mengejar kapal dari Binongko. Hujan turun cukup lama, mungkin sekitar tiga puluh menit. Ketika hujan berhenti, waktu sudah menunjukan pukul 08.00 WITA. Kalau sudah begini, ya pasrah saja. Kami kembali ke penginapan. Dua teman saya sudah bangun. Saya pun cerita tentang motor yang bermasalah dan sudah dikembalikan ke pemiliknya.
Tidak lama hujan kembali turun. Lagi-lagi hanya bisa menunggu. Listrik sudah mati sedari pagi tadi. Pukul 09.00 WITA, hujan reda, kami pun bergegas menuju Pelabuhan Usuku. Sebelumnya, kami mampir dulu ke Pelabuhan Waha untuk pencatatan. Kami pun berangkat. Dua teman saya boncengan dengan menggunakan motor matic, sementara saya sendiri membawa si Supra. Begitu tiba di Desa Waitii, motor terasa goyang. Ternyata ban belakang si Supra bocor. Saya pun berhenti dank arena saya ada di belakang, dua teman saya tidak tahu kalau ban belakang saya bocor.
Saya pun mencoba menelepon mereka. Setelah beberapa lama akhirnya WA saya dibaca dan mereka pun balik lagi. Saya dan A Cevi menunggu di tempat saya berhenti sementara Imam membawa Supra mencari tambal ban. Nihil. Ke arah Waha tidak ada tambal ban buka. Warga sekitar memberi informasi kalau ada tambal ban lagi di Desa Patipelong. Artinya kami masih harus menempuh perjalanan sekitar 6 Km lagi. Sampailah kami di Desa Patipelong. Langsung kami berhenti di tambal ban. Berhubung A Cevi dan Imam sudah cukup kesiangan, saya tinggal sendiri menunggu ban motor selesai ditambal.
Tiga puluh menit kemudian, ban motor pun selesai ditambal. Uang lima puluh ribu rupiah pun melayang dari dompet. Saya pun segera tancap gas ke Pelabuhan Usuku. Dua teman saya sudah mulai mencari lokasi pemasangan patok, sementara saya melipir ke warung makan yang kemarin. Ibu pemilik warung sudah hafal dengan saya, jadi saya pun tidak apa memarkirkan motor di depan warungnya. Kali ini saya hanya tinggal menunggu speed boat dari Wanci karena kapal dari Binongko sudah semuanya kembali ke Pulau Binongko. Pelabuhan Usuku pagi ini jauh lebih sepi dibandingkan kemarin.
Tiba waktu Solat Jumat. Dua teman saya pamitan Jumatan sementara saya menunggu di warung makan. Suasana Pelabuhan Usuku menjadi jauh lebih sepi ketika waktu Jumatan tiba, bahkan pintu warung makan pun ditutup setengahnya. Sambil menunggu, saya pun kembali memesan semangkok mie kuah, berhubung cuaca juga cukup dingin, tidak ada sinar matahari. Ternyata dua teman saya setelah Jumatan kembali ke Pelabuhan Waha dulu untuk pencatatan baru ke Pelabuhan Usuku lagi. Menjealng pukul 14.00 WITA, dua teman saya baru kembali dan segera memasang patok.
Baru juga memasang satu patok, gerimis kembali turun. Angin bertiup cukup kencang. Gerimis baru reda sekitar pukul 15.00 WITA. Selama menunggu gerimis reda, kami sempat hampir tertidur di saung seberang rumah makan. Pukul 15.00 WITA, berhubung tidak ada tanda-tanda kapal dari Wanci akan sandar, kami memutuskan untuk kembali ke penginapan. Setiba di penginapan, listrik sudah menyala. Kami memutuskan untuk kembali ke kamar masing-masing karena cuaca memang benar-benar mendukung untuk bermalas-malasan. Tidak banyak yang kami lakukan di sisa hari ini. Survey akan kami lanjutkan esok hari.
SABTU, 8 OKTOBER 2016
Kali ini kami berangkat seperti biasa. Pukul 08.00 WITA sehabis sarapan dan mencatat pengukuran di Pelabuhan Waha, kami berangkat menuju Pelabuhan Usuku. Kali ini saya menargetkan mewawancara penumpang kapal yang sandar di Pelabuhan Usuku. Setiba di Pelabuhan Usuku, dua teman saya segera menyiapkan peralatan survey, sementara saya kembali bertemu bapak pemilik kapal kargo.
Selama di Pelabuhan Usuku, saya ditemani bapak pemilik kapal kargo yang besok akan berangkat menuju Sorong, Papua. Dari beliaulah banyak cerita pengalaman beliau seputar dunia pelayaran di perairan Tomia, Maluku, dan Papua yang cukup menarik. Bapak pemilik kapal garam dan ikan yang sudah puluhan tahun bolak-balik Tomia – Flores pun tidak ketinggalan bercerita tentang pengalaman melautnya hingga kapalnya karam dan belum bisa melaut hingga saat ini.
Tidak lama, ada kapal sandar. Kapal KM Fungka Permata III Tomia baru saja tiba dari Taliabu, Maluku Utara. Segera setelah kapal sandar dengan benar, saya pun saya wawancarai nahkoda, penumpang, dan abknya. Sembari menunggu, ada kapal lain sandar. Kapal kayu kecil pengangkut bbm dari Pulau Buton. Kebetulan ada satu penumpang yang sudah turun. Dari penumpang inilah saya memperoleh informasi bahwa seluruh bb, yang dibawa dari Pulau Buton dikemas dalam drum besar dan diangkut oleh kapal kayu menuju Pula Tomia.
Dokumentasi yang saya dapat di Pelabuhan Usuku hari ini pun cukup beragam. Mulai dari kondisi eksisting fasilitas dan prasarana pelabuhan, jenis-jenis kapal yang sandar dari berbagai daerah, hingga proses bongkar muat dan jenis-jenis barang yang masuk ke Pulau Tomia yang sebagian besar datang dari Baubau.
Menjelang pukul 11.00 WITA, dua teman saya ternyata sudah selesai melakukan pengukuran. Kami memutuskan untuk kembali saja ke penginapan. Setiba di penginapan, ternyata sudah cukup ramai oleh tamu Dokter Yudi dari Jakarta. Genset dinyalakan, tapi hanya kuat untuk lampu. Kami hanya menyimpan peralatan survey kemudian mencari makan siang. Sisa hari ini kami habiskan di penginapan saja.
Malam hari, kami mencari makan di alun-alun. Berhubung hanya ada satu motor yang bisa kami gunakan, jadi gantian. Saya diantar terlebih dahulu, lalu teman saya yang membonceng saya kembali ke penginapan menjeput lagi. Malam minggu di alun-alun Kecamatan Tomia sudah cukup ramai. Layar kecil dan proyektor dipasang. Yang ditampilkan bukanlah film-film yang sedang hits, tapi kumpulan video karoke lagu-lagu Maluku jadul yang semuanya baru saya dengar. Semakin malam, alun-alun semakin ramai. Banyak juga warga yang akan pergi ke undangan di Kecamatan Tomia Timur.
MINGGU, 9 OKTOBER 2016
Lokasi survey kami kali ini tidak telalu jauh dari penginapan. Kami berangkat pukul 08.00 WITA untuk mengecek tiga lokasi. Pertama yaitu pelabuhan penyeberangan dari Pulau Tomia ke Pulau Tolandona di Desa Waitii, kedua yaitu lokasi rencana pelabuhan yang masih berupa lahan kosong masih di Desa Waitii, dan terakhir yaitu sebuah pantai di Kollo Soha. Tujuan pertama yaitu menuju pelabuhan penyeberangan di Desa Waitii. Pelabuhan ini hanya akan disurvey area lautnya saja, jadi kami tidak lama disini.
Lokasi kedua merupakan lahan kosong yang sudah saya datangi sebelumnya pada Agustus lalu. Patokan saya hanya sebuah makam tepat di pinggir jalan setapak. Patokan berikutnya di dalam padang rumput adalah sebuah sumur tepat sebelum jalan menuruni tebing. Sayangnya, kali ini jalan setapak di samping makam sudah tertutup rapat semak belukar. Kami mencari jalan masuk lain, dari lapangan luas di setelah makam.
Kami berkendara sampai ke ujung dengan tujuan mencari jalur turun menuju bibir pantai. Lokasi kami berada saat ini meamang jauh lebih tinggi dibandingkan garis pantai. Untuk bisa sampai tepat di pinggir pantai, kami harus menuruni jalan setapak dari batuan karang yang cukup terjal dan tertutup. Tiba di ujung lapangan, ternyata tidak ada jalan untuk turun. Akhirnya kami hanya berfoto di lokasi ini karena spotnya cukup menarik. Kami pun kembali ke jalan setapak di pinggir makam.
Kami berjalan menerabas semak belukar yang ternyata semakin ke dalam semakin rapat. Semak belukar tumbuh sumbur akibat musim hujan di Pulau Tomia. Ketika Agustus saya pertama ke lokasi ini memang masih puncak musim kemarau, sehingga semak belukar tertinggi hanya setinggi betis. Cukup susah payah kami menerobos semak belukar, terlebih beberapa batuan yang menonjol namun tertutup semak belukar sukses membuat saya beberapa kali hampir terjatuh. Terlebih lagi karena kami juga membawa beberapa peralatan pengukuran dan logistik.
Belum terlalu jauh kami masuk ke dalam, semak belukar di hadapan kami sedikit terbuka. Ada beberapa ekor sapi yang cukup besar yang sedang dilepas pemiliknya untuk mencari makan. Ada dua ekor anak sapi, dan setidaknya empat sapi dewasa. Tepat di belakang sapi-sapi ini merumput, jalan setapak kembali memasuki semak belukar rapat dan disanalah lokasi sumur yang menjadi patokan kedua. Baru saja kami melangkah mendekati sapi-sapi tadi, tiba-tiba seekor sapi dengan sigap memasang ancang-ancang kepada kami. Sepertinya induk sapi ini merasa terancam dengan kehadiran kami. Matanya tidak lepas mengawasi gerak-gerik kami.
Disini, baik kambing maupun sapi yang sedang merumput dibiarkan lepas tanpa ikatan ke pohon/batang kayu, jadi bisa dengan leluasa bergerak. Sama dengan induk sapi yang sedang mengincar kami. Kami putuskan untuk balik kanan. Pertimbangannya karena jalur tidak jelas dan dikhawatirkan jalur turunnya juga lebih sulit dibanding pertama saya kemari, juga kan ga lucu juga kami harus dikejar-kejar sapi di tengah semak belukar tinggi seperti ini. Lokasi ini pun kami lewati. Kami sekarang menuju lokasi berikutnya, Kollo Soha.
Kollo Soha merupakan lokasi favorit saya. Pantai dengan garis pantai yang sangat panjang, ombak yang tenang, pasir putih datar terhampar luas, area di sekeliling pantai yang masih berupa kebun dan tidak ada rumah penduduk, menjadikan area ini masih sangat alami. Kami segera menuju ujung pantai untuk pengukuran. Ada sebuah saung yang dapat kami gunakan sebagai tempat untuk menyimpan logistik dan peralatan. Berhubung di lokasi ini tidak ada kapal penumpang dan kapal kargo sandar, jadi tidak ada target yang harus saya capai.
Tepat di depan saung ada dua pohon yang cocok untuk memasang hammock. Hammock terpasang, kami pun berleha-leha dulu sebelum memulai pengukuran. Dua teman saya memasang patok dan alat-alat untuk pengukuran, sementara saya cukup menikmati Pantai Kollo Soha dari atas hammock. Sayangnya, lokasi tempat saya membuka hammock ini tidak terlindung dari terik sinat matahari. Tapi ya sudahlah namanya juga sedang di pulau. Sekitar pukul 12.00 WITA, dua teman saya harus kembali ke Pelabuhan Waha untuk mencatat pengukuran. Saya memutuskan untuk tinggal di Kollo Soha karena nanti juga mereka akan kembali lagi. Pengukuran di Kollo Soha belum selesai. Tinggalah saya sendiri di Kollo Soha. Hanya ada beberapa anak kecil dan dua orang nelayan yang saya temui selama satu jam menunggu dua teman saya kembali.
Saya bahkan sempat tertidur, namun hanya sebentar karena udara panas dan sinar matahari yang cukup terik. Pukul 12.30 WITA, dua teman saya kembali. Pukul 13.00 WITA, ternyata pengukuran di Kollo Soha sudah hampir selesai. Saatnya membongkar hammock. Baru saja saya akan turun dari hammock, tiba-tiba tepat di bawah hammock saya melintas ular berwarna abu yang cukup besar. Setelah memastikan ular tadi menghilang di semak-semak, saya segera turun dari hammock dan naik ke atas saung. Dua teman saya masih melakukan pengukuran, meskipun jaraknya tidak terlalu jauh dari saung, tapi saya belum berani turun. Hammock pun tidak jadi saya bereskan.
Saya langsung membereskan hammock begitu salah satu dari teman saya istirahat di saung. Tidak lama, dua teman saya pun mulai merapihkan peralatan. Saya yang sudah merapihkan semua barang, hanya tinggal menunggu. Setelah semua rapih, dan siap untuk pulang, saya baru bercerita tentang ular yang saya lihat tadi. Ular tadi melintas di bawah hammock saya dan menuju arah kedua teman saya, tetapi tidak ada yang melihat ular melintas. Untungnya selama saya di hammock sendiri, tidak ada ular yang melintas ataupun yang turun dari batang pohon yang saya jadikan tempat hammock.
Kami memutuskan untuk mencari makan siang tidak jauh dari penginapan saja. Kami sampai kembali di penginapan sekitar pukul 14.00 WITA. Entah kenapa rasanya hari ini badan terasa lemas, jadi saya putuskan untuk tidur saja di kamar. Mumpung penginapan sedang sepi. Semua tamu dokter Yudi sedang berkeliling untuk diving. Dua tamu lainnya pun nampak belum kembali. Pukul 16.00 WITA, saya iseng keluar kamar, ternyata dua tamu yang keduanya perempuan ini sudah kembali. Saya pun bergabung dengan mereka dan bapak pemilik penginapan.
Ternyata dua tamu ini berasal dari salah satu instansi pemerintah dari Jakarta. Kami pun mengobrol cukup lama sambal menikmati sajian pisang goreng yang rasanya sangat enak. Besok sore saya diajak untuk berkeliling Tomia bersama mereka, karena tanggal 11 pagi mereka sudah harus kembali ke Wanci. Lumayan, dapat teman jalan-jalan disini. Meskipun kami bertiga dan memang pekerjaan kami di lapangan, tapi belum sekalipun kami jalan-jalan eksplore Pulau Tomia. Aneh memang. Menjelang malam, tamu dokter Yudi pun tiba. Penginapan kembali ramai. Rasanya seperti berada di rumah. Mungkin efek karena saya sudah terlalu lama menumpang di penginapan. Sudah seminggu saya berada di Wakatobi.
Malamnya kami memutuskan untuk makan di penginapan saja, meskipun harus membayar biaya tambahan. Saya dipinjami data dari dua tamu dari Jakarta. Malam ini juga saya foto copy. Tempat foto copy berada di Desa Teemoane, yang artinya saya harus mengendarai motor melewati dua padang rumput yang sangat gelap. Saya pun diantar oleh dua teman saya. Mungkin karena ini tempat foto copy satu-satunya, jadi sangat ramai. Bahkan saya harus ikut mengantri menunggu warga yang kebanyakan melaminating ijazahnya. Maklum, bulan ini merupakan bulan-bulan kelulusan dan kenaikan kelas.
Sudah lama mengantri, karena terbatasnya alat dan pegawai, tiba-tiba lampu di tempat foto copy mati. Daya listriknya tidak kuat kalau sekaligus menyakan alat laminating dan mesin foto copy. Kesal. Bahan yang harus saya foto copy cukup banyak dan nampaknya para pegawai foto copy malah mendahulukan yang laminating, meskipun mereka datang setelah saya. Setelah beberapa kali listrik tiba-tiba mati ketika saya sedang foto copy, lagi-lagi hars disalip oleh yang akan melaminating. Akhirnya pemilik toko memutuskan untuk melayani seluruh pelanggan yang ingin laminating terlebih dahulu, baru saya. Sudah ngantri, disalip, listrik mati dan harus menunggu aga lama baru bisa nyala, eh, malah dilayani paling akhir.
Karena sudah sangat kesal, akhirnya saya memutuskan tidak jadi melanjutkan foto copy. Karena tidak ada pilihan lain, jadi bahan yang saya bawa ya seadanya saja. Kalau besok mungkin bisa menumpang di foto copy kecamatan atau alun-alun, tapi ibu yang punya data besok pagi sudah keiling. Kami bertiga pun pulang.
SENIN, 10 OKTOBER 2016
Hari ini lokasi survey kami sangat dekat dengan penginapan. Dermaga Belanda menjadi lokasi kami hari ini. Karena dekat, kami tidak terlalu terburu-buru berangkat. Kami berangkat pukul 08.30 WITA. Setiba di Dermaga Belanda, ternyata air masih pasang. Kami tidak bisa melakukan pengukuran jika air masih pasang. Kami hanya mencari lokasi untuk penanaman patok dan langsung memasang patok. Pengukuran hari ini akan kami lakukan nanti sore, menunggu air surut.
Sementara menunggu air surut, kami kembali ke penginapan. Penginapan sepi, hanya ada kami. Tamu dokter Yudi sedang diving dan dua tamu lainnya sedang berkeliling ke desa-desa di Kecamatan Tomia Timur. Saya memasang hammock di halaman penginapan. Lumayan daripada di kamar, panas karena listrik belum nyala. A Cevi dan Imam pun memlih untuk duduk-duduk saja di gazebo halaman penginapan. Angin sepoi-sepoi ditambah udara Tomia yang cukup panas hari ini sukses bikin saya ngantuk. Hammock emang udah cocok buat tidur siang di udara pulau yang panas begini. Siang ini kami mencari makan siang yang dekat penginapan, RM. Ayu namanya.
Tak terasa sudah hampir pukul 14.00 WITA. Kami pun bergegas untuk mengecek kondisi air di Dermaga Belanda. Sebelumnya, seperti biasa, kami mengecek alat di Pelabuhan Waha yang hanya berjarak beberapa ratus meter saja dari penginapan. Kami memarkirkan motor di jalan masuk Dermaga Belanda, karena motor tidak bisa sampai tepat di bibir pantai. Kondisi air sudah lumayan surut. A Cevi dan Imam segera memasang alat di dekat patok-patok yang tadi pagi kami pasang. Saya pun tidak ketinggalan segera memasang hammock di pohon dekat dengan motor. Angin sepoi-sepoi dan sinar matahari yang masih cukup terik lagi-lagi membuat saya mengantuk.
Selang tiga puluh menit kami disini, baru sadar bahwa kami belum membeli logistik, bahkan air putih pun tidak. Saya kembali ke Waha untuk membeli air mineral dan beberapa makanan ringan. Pedagang di alun-alun Kecamatan Tomia masih belum ada yang berjualan. Warung dan toko di dekat alun-alun pun tidak ada yang jaga, padahal buka. Saya pun membeli logistik di dekat penginapan. Saya hanya mengahabiskan sore ini dengan hammockan dan mengambil beberapa foto untuk dokumentasi survey dan pribadi. Di ujung Dermaga Belanda, terlihat kapal milik dokter Yudi sedang sandar. Rupanya tamu-tamu dokter Yudi sedang diving di spot Marimabok.
Saya lupa, kalau sore ini, tepatnya pukul 15.00 WITA saya janjian dengan dua tamu lainnya dari Jakarta untuk keliling Tomia. Padahal tadinya diprediksi survey akan selesai sekitar pukul 14.00 WITA, ini malah baru mulai. Ya sudahlah, toh mereka juga pasti tetap pergi keliling Tomia tanpa saya. Meskipun artinya saya kehilangan kesempatan untuk berkunjung kembali ke Puncak Tomia. Sebenarnya saya sudah pernah ke Puncak Tomia dan bisa ke Puncak Tomia kapan saja, tapi kalau sendiri ya malas juga.
Survey kami disini baru selesai menjelang pukul 15.00 WITA. Kam baru kembali ke penginapan sekitar pulu 16.00 WITA. Cuaca yang cukup panas sore ini membuat kami malas untuk kemana-mana lagi. Setiba di penginapan, dua tamu dari Jakarta tidak ada, mungkin sudah pergi jalan-jalan. Saya memutuskan untuk ngadem di kamar saja, mumpung listrik pun sudah nyala. Sekitar pukul 17.30 WITA, saya keluar penginapan dan melihat langit senja yang tampak kemerahan.
Segera saya mengambil kunci motor dan kamera. Tujuan saya adalah sunset Pantai Lakota. Berbekal pengalaman saya Agustus kemarin, saya mendapatkan sunset yang cukup cantik di pantai ini. Setiba di Pantai Lakota, ternyata dua tamu dari Jakarta pun ada disana. Mereka menanyakan kemana saya tadi. Saya jelaskan bahwa saya masih survey karena kondisi air yang baru surut menjelang sore. Mereka pun pamit duluan menuju penginapan, sementara saya baru akan memulai hunting sunset. Aneh juga rasanya hunting sunset sendiri dan di tempat yang asing. Tapi seru juga.
Mungkin hanya sekitar sepuluh menit saya disini. Kali ini lagi-lagi saya tidak mendapatkan sunset dengan matahari bulat sempurna. Langit Tomia cukup berawan sore ini. Setidaknya saya mendapat warna merah dan hitam di langit serta awan yang memiliki bentuk yang cukup unik. Saya tiba kembali di penginapan tepat ketika Adzan Magrib berkumandang. Malam ini kami habiskan dengan makan malam dan kembali ke kamar masing-masing lebih cepat.