Lumajang – Tiris
Hari pertama kami memulai perjalanan ke serangkaian tujuan utama kami. Hari ini, kami akan berkunjung ke Kecamatan Tiris, Kab. Probolinggo. Tempat pertama yang akan kami datangi adalah Ranu Segaran lalu Ranu Merah. Letak kedua danau ini tidak terlalu jauh jika dilihat di peta. Gmaps menunjukan tiga jalur yang bisa dilalui. Jalur terdekat yaitu melewati Randuagung kemudian Tunjung, Kalipenggung, Tlogosari. Jalur kedua melewati Randuagung lalu Jatiroto, melipir sedikit ke Kaliglagah Jember, Andungsari. Jalur ketiga, sekaligus jalur terpanjang melalui Klakah, Klenang, Ranuagung.
Karena Google Street View tidak menampilkan semua kondisi jalur, maka kami memutskan untuk mencoba jalur Randuagung – Tunjung – Kalipenggung – Tlogosari. Kami berangkat dari Lumajang sekitar jam 10.00 WIB dengan kondisi cuaca yang lumayan cerah. Setelah kemarin hujan badai siang hingga sore hari disambung gerimis hingga tengah malam. Kami full melewati jalur yang ditunjukkan Gmaps. Kami mengambil jalur menuju Jalan Lingkar Timur Lumajang, lalu, Gmaps mengarahkan kami ke jalan potong menuju Kecamatan Randuagung melalui Desa Umbul Kec. Kedungjajang lalu Desa Banyuputih, Kec. Randuagung. Kondisi jalan meskipun kecil, hanya cukup dua truk tebu papasan, tapi kondisinya full aspal mulus hingga pusat Kecamatan Randuagung. Arus lalu lintas di jalur ini pun tidak terlalu ramai, meskipun hari Minggu.
Setiba di Kecamatan Randuagung, kami mengarahkan motor ke arah Puskesmas Tunjung, berpisah dengan jalan utama. Tepat di pertigaan, memang ada penunjuk arah menuju Tiris, searah dengan arah Puskesmas Tunjung. Kondisi jalan masih aspal mulus, arus lalu lintas menjadi lebih sepi. Sampailah kami di rumah terakhir sebelum memasuki area kebun tebu. Ternyata, tidak jauh dari rumah terakhir, kami ternyata memasuki area PTPN Perkebunan Kalijeruk Baru afdeling Kalibanter. Ternyata perkebunan yang kami lihat di maps bukanlah area kebun tebu, melainkan perkebunan karet. Di gapura masuk PTPN ini, sudah tidak bisa dilihat di Google Street View. Kami pun berharap jalannya tidak terlalu sulit.
Kondisi jalan langsung berubah 1800. Awalnya aspal desa mulus, berubah menjadi makadam. Semakin kami memasuki area perkebunan karet, jalan semakin mengecil. Bahkan jalan makadam pun sesekali berubah jadi tanah, karena batunya sudah menghilang. Semakin jauh ke dalam area perkebunan, kondisi jalan semakin parah ditambah awan yang semakin menghitam.
Sudah tidak ada warga yang melintas dan tidak ada lagi permukiman penduduk. Murni benar-benar jalur di tengah hutan karet. Pilihan kami hanya maju terus menerjang lumpur atau putar balik. Untungnya, di tengah perjalanan, kami bertemu dua bapak yang sedang mencari rumput. Kami pun bertanya mengenai informasi kondisi jalur dan medan di depan serta titik tembusan di Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo.
Menurut informasi dari bapak ini, memang benar jalur yang sedang kami lewati bisa tembus ke Tiris, tepatnya di Desa Tlogosari. Hanya saja semakin ke dalam area perkebunan, jalannya akan semakin hancur. Bahkan ada beberapa titik yang jalannya tanah berlumpur. Kedua bapak tadi pun menyarankan kami melewati jalur Kaliglagah saja (jalur kedua di maps) Karena kami sudah paham jalur yang dimaksud bapak ini, kamipun langsung berterimakasih, pamitan, lalu putar arah kembali ke pertigaan Puskesmas Tunjung. Setiba di pertigaan, kamipun mengambil jalur utama Randuagung – Jatiroto – Sumberbaru. Ini adalah jalur kedua yang ditunjukan Gmaps.
Karena merupakan jalan utama, perjalanan kami pun terasa cepat, ditambah jalan yang berupa aspal mulus dengan lalu lintas yang sepi. Tidak terasa, kami pun tiba di simpangan di Jatiroto. Jika kami terus bablas mengikuti jalan raya utama, kami masuk Kabupaten Jember. Kami pun belok kiri menuju jalur Kaliglagah Kondisi jalan masih aspal mulus dengan arus lalu lintas yang cukup sepi. Langit tampak semakin mendung. Jalur ini sedikit melipir masuk ke wilayah administrasi Kabupaten Jember. Terdapat pertigaan menuju objek wisata kebun teh Gunung Gambir di jalur ini. Kami memilih jalur yang berlawanan dengan arah menuju Gunung Gambir.
Perjalanan sedikit terhambat di sebuah jembatan yang melintasi Kali Kadungintan (sumber dari Gmaps). Lebar jalan mengecil, ditambah jalan yang sedikit berlumpur dan ada mobil yang mogok. Pada Google Street View, kondisi jalan setelah jembatan kembali sedikit jelek. Jalan desa dengan lapisan aspal teratas yang sudah menghilang ditambah lubang yang cukup dalam. Namun, ternyata ketika kami melintas, kondisi jalan setelah jembatan sudah aspal mulus.
Patokan kami di jalur ini adalah Bukit Ranggun, Kaliglagah, karena setelah lokasi ini, Google Street View sudah tidak ada lagi. Kondisi jalan masih tetap aspal mulus, bahkan setelah melewati Bukit Ranggun. Jalan akan memasuki area perkebunan karet dan Gunung Lemongan akan sedikit terlihat dari spot ini. Setelah melewati Kantor Desa Jambersari, jalur akan mulai memasuki area Kabupaten Probolinggo, tepatnya di Desa Andungsari, Kec. Tiris
Jalan yang semula aspal mulus, langsung berubah menjadi makadam. Awalnya, makadam masih biasa saja, tetapi, tepat ketika memasuki areal permukiman, makadam menjadi semakin parah. Medan jalan berupa turunan panjang, ditambah jalan basah karena hujan baru saja berhenti, cukup menghambat perjalanan kami. Belum lagi batuannya ada sebagian yang menghilang digantikan lumpur. Tidak hanya turunan, tanjakan pun ada di jalur ini Saya pun memutuskan untuk turun dan jalan kaki saja dulu sembari mengambil video seadanya. Ternyata, jalan kaki pun sangat sulit. Turunan ditambah lumpur pada batu menjadikan sepatu sering slip. Untungnya jalan ini sangat sepi. Hanya ada motor kami dan satu motor warga yang searah dengan kami.
Ada untungnya juga kami salah ambil jalur sebelumnya. Kalau tadi kami langsung ambil jalur Jember ini, bisa saja ketika kami melintas di jalur ini sambil diguyur hujan. Untungnya, dari posisi kami sekarang, lokasi tujuan kami sudah tidak terlalu jauh. Kami memutuskan untuk mengunjungi Ranu Segaran terlebih dahulu. Setelah kurang lebih tiga puluh menit, jalan yang kami lewati berakhir di persimpangan. Jalur menanjak ke kanan sudah beton, sedangkan jalur menurun ke kiri masih makadam. Untungnya makadam di depan sana sudah tidak selicin sebelumnya. Ternyata, tujuan kami, Ranu Segaran, jalurnya yang menanjak. Sementara untuk menuju Desa Ranuagung, yang menurun ke kiri.
Ranu Segaran Dhuwes
Tadinya sempat mau saya lewat saja Ranu Segaran, karena perjalanan kami sudah sangat molor. Tetapi, dipikir lagi, sudah sampai sini, sayang kalau dilewat, belum tentu kapan lagi bisa ke sini. Akhirnya kami pun berbelok ke arah kanan. Jalan menanjak cukup panjang. Ujung tanjakan, mulai kembali melewati area permukiman penduduk. Harap-harap cemas, takut jalannya kembali rusak setelah melewati areal permukiman. Untungnya, jalan masih tetap beton dengan kondisi baik.
Saking senangnya kami bertemu jalan beton, kami sampai bablas. Ternyata kami sudah berada di atas area Ranu Segaran. Kami pun mencari area yang sedikit lebar untuk memutar arah. Medan yang sedang kami lewati berupa tanjakan panjang dengan lebar jalan yang hanya cukup untuk satu kendaraan mini bus. Cukup sulit jika memutarkan motor langsung di tanjakan.
Akhirnya kami menemukan lahan di samping sebuah SD untuk memutar arah. Jika diteruskan (dan bila memang ada jalannya), sebenarnya jalur ini bisa memutari Ranu Segaran satu putaran penuh. Tetapi, karena kami tidak dalam rangka mengeksplore Ranu Segaran secara khusus, jadi kami pun putar arah menuju jalan masuk menuju Ranu Segaran.
Jalan terdekat menuju area Ranu Segaran, ternyata jalan kecil yang berujung di halaman rumah warga. Cukup unik, karena, satu-satunya area terbuka dan luas, serta dengan akses termudan ke danau ini berada di halaman rumah warga. Untungnya, penghuni rumah sedang ada di luar. Sembari suami mengobrol dengan pemilik rumah, saya mengambil dokumentasi seadanya.
Ranu Segaran merupakan danau alami yang cukup luas. Luas genangannya mencakup kurang lebih 17,43 Ha. Ranu Segaran merupakan satu dari enam danau yang berada di Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Ranu Segaran memiliki bentuk area genangan lingkaran sempurna. Sekilas, bentuknya seperti bekas kawah gunungapi.
Dari sekian hektar luas area genangan Ranu Segaran, hanya lokasi kami berada sekarang yang dapat diakses dengan sangat mudah. Lokasi kami pun merupakan satu-satunya titik jarak terdekat antara area Ranu Segaran dengan area permukiman penduduk. Akses menuju Ranu Segaran lainnya kemungkinan masih berupa jalan setapak yang harus melewati area kebun/hutan. Jika dilihat dari Google Maps, hampir 98% area di sekeliling Ranu Segaran merupakan area hutan/kebun. Berdasarkan informasi dari warga yang memiliki rumah di tepi danau, terdapat dua Ranu Segaran di Kecamatan Tiris. Ranu Segaran yang sedang kami datangi lebih dikenal dengan sebutan Ranu Segaran Dhuwes. Sementara yang satunya lebih dikenal dengan sebutan Ranu Segaran.
Meskipun memiliki nama yang sama, bahkan bentuk area genangannya pun sama-sama membentuk lingkaran penuh, tetapi kondisinya sangat bertolak belakang. Ranu Segaran Dhuwes belum memiliki fasilitas pendukung wisata sama sekali. Bahkan, belum secara resmi dijadikan objek wisata. Bukan juga objek wisata andalan di Kecamatan Tiris. Area di sekeliling Ranu Segaran Dhuwes masih berupa area kebun/hutan yang cukup luas. Jarak dengan permukiman pun hanya berada di sisi Dusun Segaran, Desa Andungsari.
Perbedaan lainnya juga dari letak administratif kedua Ranu Segaran. Ranu Segaran Dhuwes secara administratif berada di Dusun Segaran, Desa Andungsari, Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo. Ranu Segaran berada di Dusun Paras, Desa Segaran, Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo. Kedua Ranu Segaran ini terpaut jarak kurang lebih 9 Km. Ranu Segaran Dhuwes, masih berupa danau yang sangat alami berada di ketinggian sekitar 600 mdpl.
Ranu Merah
Dari obrolan singkat dengan warga di Ranu Segaran Dhuwes, kami pun mendapat cukup informasi mengenai jalur ke Ranu Merah. Kami pun pamitan, karena masih ada tiga danau yang akan kami kunjungi hari ini dan kondisi jalan yang tidak bisa ditebak. Kami pun kembali ke pertigaan dan mengambil jalur menuju Desa Ranuagung Ternyata, benar apa yang dibilang warga di Ranu Segaran. Jalan makadam hanya sisa sedikit lagi sebelum akhirnya bertemu jalan beton kembali. Memang kondisinya tidak sebagus beton menuju Ranu Segaran, tapi sangat lumayan dibandingkan harus melewati makadam sebelumnya.
Kami pun tiba di beton rusak yang dimaksud warga. Memang sudah banyak bagian beton yang retak & hilang, tapi masih di bagian pinggir. Bagian tengah masih retak-retak biasa saja. Di titik ini, jalan menanjak. Di ujung tanjakan, kembali kami menemui permukiman warga. Tepat di sisi kanan kami ada jalan kecil dengan papan bertuliskan Ranu Merah. Meskipun jalan menuju Ranu Merah sudah dibeton, kami tidak serta merta mulus melewatinya. Ketika kami belok, ada sekitar enam orang warga yang sedang panen rumput. Mereka menyarankan kami untuk menyimpan motor di atas, karena jalan menuju danau luar biasa licin.
Memang, setelah melewati warga, jalanan akan terus menurun hingga area danau. Pas saya cek pun, memang turunannya sangat curam, panjang, dan licin. Jalan beton yang basah bekas diguyur hujan, ditambah lumut yang hampir menutupi semua permukaan beton/semen. Akhirnya, saya pun memutuskan untuk jalan kaki saja sampai area danau, sementara suami membawa motor hingga area danau. Warga setempat memang tidak pernah bohong, jalan menuju danau ini luar biasa licinnya. Saya yang memakai sepatu trekking cukup kesulitan untuk melangkah. Jangankan melangkah, berdiri saja tidak bisa.
Rasanya lama sekali saya menuruni jalan ini, padahal sebenarnya jaraknya tidak terlalu jauh. Saya bahkan sempat jatuh saking licinnya. Untungnya, setelah spot saya jatuh, di pinggiran jalan ada setapak dari tanah. Saya pun lebih memilih setapak tanah tersebut. Area Ranu Merah sudah cukup luas, bahkan terlihat sudah dikelola sebagai objek wisata. Meksipun, ketika saya tiba, sepertinya sudah harus dipugar kembali. Terdapat area tanah lapang yang cukup luas. Mungkin ini adalah area parkir. Satu tingkatan di bawah tanah lapang tersebut, terdapat area yang permukaannya sudah di semen. Mirip seperti pelataran, lengkap dengan pagar pembatas di sekelilingnya.
Di sisi kiri pelataran terdapat bangunan seperti pendopo serta ada dua buah toilet. Di sisi kanan, terdapat satu buah perahu yang saya tidak tahu peruntukannya. Di tengah – tengah, terdapat tangga untuk turun ke dermaga. Sayangnya, ketika saya berkunjung, masih puncak musim hujan, sehingga volume air Ranu Merah sedang pasang. Dermaga dan satu buah bangunan seperti pendopo lainnya terendam air. Hanya terlihat atap dari bangunan tersebut.
Saat itu, tidak ada pengunjung lain selain saya dan suami. Hanya ada satu warga yang sedang membereskan kopi yang sudah selesai dijemur. Saya pun menyapa warga tersebut, yang ternyata bernama Mba Wulan. Ketika saya sedang mengobrol dengan Mba Wulan, mata saya tiba-tiba tertuju pada sisi seberang danau dari posisi saya sekarang. Saya menegaskan kembali pandangan saya, tapi ternyata Mba Wulan pun ngeh saya melihat sesuatu di seberang. Mba Wulan pun membenarkan bahwa yang saya lihat memang orang yang sedang berenang.
Awalnya saya kira orang tersebut sedang berenang mencari ikan, ternyata bukan. Menurut Mba Wulan, itu warga setempat yang memang selalu berenang mengitari danau. Bahkan dalam kondisi hujan seperti saat ini. Yang sedikit berbeda, orang tersebut berenang dengan sangat cepat, mengitari danau tanpa terlihat cape. Menurut Mba Wulan, orang tersebut tinggal di pendopo tempat sekarang saya dan Mba Wulan berteduh. Pantas saja di pendopo saya melihat banyak baju, alat masak, alat mandi yang digantungkan di dekat pintu kamar mandi, sarung, dan perapian yang cukup besar. Tidak lama, saudara Mba Wulan datang untuk menjemput Mba Wulan dan membawa kopi-kopi yang baru selesai dijemur.
Berhubung saya dan suami sudah merasa cukup mengambil foto dan video singkat di Ranu Merah, kami pun memutuskan untuk ikut Mba Wulan dan saudaranya naik ke permukiman warga. Lagipula, awan hujan semakin pekat, rasanya malas harus trekking nanjak dengan medan beton berlumut yang jauh lebih licin. Saya jalan kaki ke atas dengan Mba Wulan, sementara suami dan saudara Mba Wulan beriringan membawa motor ke atas. Ketika trekking naik, entah kenapa terasa lebih cepat dibandingkan trekking turun tadi. Tau-tau, tidak sampai sepuluh menit, saya dan Mba Wulan sudah tiba di gapura masuk Ranu Merah. Tepat ketika kami tiba di gapura masuk, hujan turun dengan derasnya. Saya pun meng-iykan ajakan Mba Wulan untuk singgah sebentar di rumahnya. Saya dan suami pun mengikuti Mba Wulan ke rumahnya yang hanya berjarak empat rumah dari gapura Ranu Merah.
Sebuah rumah yang sangat nyaman di tengah pedesaan. Pisang dan kopi panas pun segera hadir di hadapan kami di meja ruang tamu yang cukup luas ini. Kopi yang disuguhkan merupakan kopi yang dipanen dari kebun sendiri. Karena saya bukan ahli kopi dan tidak terlalu mendalami urusan per – kopi – an, jadi saya tidak tahu apa jenis kopinya. Pokonya, kopi ini rasanya sangat enak, sudah ditambah gula tentunya.
Cukup lama kami mengobrol dengan Mba Wulan, tidak terasa sudah hampir pukul 15.00 WIB. Hujan sudah mereda, kami pun bersiap berpamitan untuk melanjutkan perjalanan kami menuju Ranu Agung dan Danau Betok. Jas hujan pun kami kenakan sebagai antisipasi kalua-kalau nanti tiba-tiba hujan lagi. Benar saja, ketika sudah siap berangkat, hujan kembali turun. Untungnya tidak terlalu deras, kami terabas saya hujannya.
Ranu Agung
Setelah pamitan dengan Mbak Wulan, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Ranu Agung. Berdasarkan info dari Mbak Wulan dan warga yang kami temui di Ranu Segaran, kalau sudah lewat Ranu Merah, kondisi jalan akan jauh lebih baik. Inilah yang menjadi pertimbangan kami untuk tetap melanjutkan perjalanan meskipun masih gerimis. Benar saja, tidak jauh setelah kami meninggalkan rumah Mbak Wulan, kondisi jalan menjadi semakin baik dan mulai banyak permukiman warga.
Kami bertemu persimpangan. Sebenarnya ke kanan dan ke kiri di persimpangan ini sama-sama bisa menuju Ranu Agung. Kami memilih untuk mengambil jalur yang ke arah kiri di persimpangan, karena jaraknya lebih dekat dari posisi kami. Kami pun menyusuri jalanan beton hingga kami harus berbelok ke jalan kecil di sisi kanan jalan. Masih semen/beton tetapi jauh lebih sempit dan masuk ke area permukiman warga. Kebetulan, di depan kami ada motor warga juga yang belok.
Ternyata, warga yang kami ikuti ini mau pulang ke rumahnya. Otomatis, ketika motor di depan kami sampai di rumahnya, yang tidak jauh dari simpangan. Kami pun ikutan berhenti di depan rumahnya. Setelah mendapat informasi jalan menuju Ranu Agung, kami pun putar balik. Ternyata, sebelum rumah bapak ini, ada simpangan kecil, dan kami harus berbelok menuju jalanan beton yang menanjak juga licin. Jalanan terus menanjak dengan kiri jalan adalah jurang dan kebun-kebun, di sisi kanan adalah tebing yang di atasnya pun merupakan kebun. Gerimis masih menemani perjalanan kami. Setiba di ujung tanjakan, kami kembali menemui permukiman warga. Tanjakan barusan cukup panjang dan jauh dari simpangan rumah warga.
Kami mengambil arah ke kiri ketika bertemu persimpangan, setelah ini kami kembali memasuki area hutan lagi. Untungnya, jalanan masih semen dengan kondisi baik. Kami kembali memasuki area permukiman, dan lagi-lagi bertemu perempatan. Awalnya, kami mengambil arah kiri, karena ada pick up yang sedang mengambil arah ke kiri. Tapi, setelah cek maps, ternyata arah yang dituju pick up ini permukiman warga yang buntu. Kami pun kembali ke perempatan dan mengambil arah kanan dari titik awal kami tiba tadi.
Benar saja, ujung jalan yang kami lalui berujung di area parkir Ranu Agung. Karena sudan terlalu sore (sudah sekitar jam 16.00 WIB) dan gerimis kembali turun, kami hanya mengintip Ranu Agung dari atas saja. Kami pun mencoba jalur lainnya dari Ranu Agung menuju jalan raya utama. Ternyata, jalur yang kami lewati saat ini merupakan jalur masuk utama menuju Ranu Agung. Kondisi jalan bukan lagi semen/beton, melainkan aspal desa. Memang, pada awalnya, jalanan akan melewati area kebun warga, tetapi, ujung jalannya merupakan jalan raya utama Tiris.
Rawa Betok
Tujuan kami berikutnya yaitu Rawa Betok. Berhubung sudah sore dan gerimis, jadi dua danau lainnya, terpaksa kami lewati dulu untuk hari ini. Rawa Betok kami pilih karena danaunya dapat dilihat dengan jelas dari pinggir jalan raya. Kami sedang beruntung, karena air di Rawa Betok sedang tinggi. Cuaca pun kembali bersih karena gerimis sudah reda. Awan hujan mulai tersibak sedikit dari Gunung Lemongan. Gunung Lemongan akan terlihat sangat jelas dari Rawa Betok jika cuaca cerah.
Posisi Rawa Betok berada lebih rendah dari jalan raya. Jadi, untuk menuju tepat di samping Rawa Betok, masih harus trekking menuruni jalan setapak kecil. Berhubung sudah sore dan takut hujan lagi, kami rasa cukup melihat Rawa Betok dari atas saja. Belum lama kami mengambil dokumentasi, hujan kembali turun. Kami pun kembali berteduh di rumah warga.
Kami pun kembali mendapat informasi jalur, kalau ingin menuju Lumajang, jalur termudah adalah yang melewati Pasar Klenang kemudian ke Jalan Tegalsiwalan. Ternyata, jalur Tiris – Klenang adalah jalur ketiga yang ditunjukan Gmaps, sekaligus jalur yang terpanjang. Jalur melewati pusat Desa Ranugedang sekaligus melewati dua operator arum jeram yang cukup terkenal di Probolinggo.
Rawa Betok – Lumajang
Jalan merupakan aspal mulus dengan lebar cukup sempit. Jalur ini merupakan jalur satu-satunya, jadi kami tidak perlu sedikit-sedikit mengecek maps. Selepas Desa Pesawahan, jalan akan memasuki area hutan jati. Di sinilah jalan kembali rusak. Kali ini lubang yang sangat besar dan dalam menghiasi permukaan jalan. Kondisi jalan diperparah dengan air yang meluap di sisi kanan dan kiri jalan. Sebagian permukaan jalan tergenang air dan ada juga yang menjadi seperti aliran sungai. Untungnya, di depan kami, di arah Utara tepatnya, langit sudah kembali terang
Kami tiba di perempatan Pasar Klenang. Jika ke kanan, bisa menuju Desa Krucil dan kembali ke Tiris. Jika lurus akan langsung menuju jalur pantura Probolinggo, sementara ke kiri, yang akan kami tuju, akan kembali menuju Lumajang. Sebelum pulang, kami mampir ke SPBU di jalur yang mengarah ke Utara terlebih dahulu. Kali ini, kami sudah berada di wilayah yang cukup ramai. Jalur hanya cukup dua truk pasir papasan, kondisi jalan aspal berlubang. Arus lalu-lintas sangat ramai. Kendaraan uang melintas di jalur ini mulai dari sepeda motor, mobil pribadi, pick up, hingga truk pasir.
Kondisi jalan basah karena habis diguyur hujan. Jalan yang kami lewati berdampingan dengan saluran irigasi di kiri jalan jika ke arah Barat. Air di saluran irigasi meluap, tanda hujan turun sangat deras di daerah hulu. Jalur ini cukup panjang dan monoton. Rasanya lama sekali keluar dari jalur ini. Ujung jalur ini merupakan persimpangan dengan jalan raya utama Pantura (Probolinggo) – Kota Lumajang. Dekat juga dengan Gerbang Tol Probolinggo.
Kami mengambil arah Selatan di persimpangan ini. Kondisi jalan kali ini sangat lebar, arus lalu lintas sangat ramai ke arah Utara, dan semua jenis kendaraan melintas di sini. Jalur yang kami lalui saat ini merupakan Jalan Arteri atau jalan raya utama Probolinggo – Lumajang, sehingga akan sangat banyak ditemui truk aneka ukuran. Berhubung sedang musim panen tebu dan jagung, maka truk pengangkut dua muatan tersebutlah yang paling sering kami temui.
Arus lalu lintas sangat padat, bahkan sampai macet di beberapa titik. Mengingat ini adalah hari Minggu dan jalur yang kami lewati dekat dengan Gerbang Tol Probolinggo (bagian dari Tol Trans Jawa). Untungnya, masih banyak celah untuk menyusul rombongan truk yang searah dengan kami. Ukuran jalan yang sangat lebar, memudahkan kendaraan kecil untuk menysul truk, sehingga tidak sampai macet parah. Setelah melewati gapura perbatasan Kab. Probolinggo – Kab. Lumajang, arus lalu lintas di kedua arah sangat sepi. Motor kami pacu lebih cepat. Bahkan, tidak terasa kami sudah tiba di Kec. Klakah. Di sini, arus lalu lintas kembali ramai.
Ada beberapa persimpangan dengan jalur alternatif, juga ada pabrik yang saat kami melintas sudah mau bubaran. Sedari berbelok ke jalan raya utama, kondisi jalan kering, bahkan sampai memasuki Kec. Kedungjajang pun jalan tetap kering. Kami tiba di perempatan yang diberi nama Simpang Jaran Kecak. Jika mengambil ke arah kiri, akan menuju jalur lingkar luar Lumajang menuju Jember. Ujung-ujungnya jalan akan kembali bertemu Kec. Jatiroto. Kami mengambil arah lurus menuju Kota Lumajang.
Karena ketidaktahuan kami akan medan jalan ditambah dengan hujan deras sedari siang hingga Magrib, ada beberapa tempat yang tidak sempat kami datangi hari ini. Padahal rencananya, hari pertama ini kami mau mendatangi semua danau di Kec. Tiris. Masih tersisa dua danau di Kec. Tiris, jadi, sudah dapat dipastikan kami akan kembali ke Kec. Tiris. Kamipun memutuskan jika akan kembali ke Kec. Tiris, fix akan mengambil jalur Lumajang – Desa Bulujaran – Pasar Klenang lalu naik ke Kec. Tiris. Ga lagi-lagi mengambil jalur Kaliglagah – Andungsari.
Sebelum kembali ke tempat kami menginap, kami makan dulu di dekat kami menginap. Sepertinya malam itu hanya kami saja yang penampilannya cukup berbeda. Pakaian eksplore dan basah, ditambah wajah yang cukup lusuh dan pesan makanan yang cukup banyak. Bahkan, sampai 3 hari ke depan kami makan lagi di sini, karyawan sana sampai hafal dengan kami.
Sembari makan, kami pun berdisuksi tentang plan yang sedikit berantakan karena hujan. Berhubung motor harus ada yang dibenahi, jadi besok (Senin) kami tidak akan eksplore dulu. Sayangnya, ternyata tidak semua urusan motor bisa dibenahi dalam satu hari. Jadilah hari Selasa pun kami masih stay di Lumajang untuk benahi urusan motor. Rabu, kami akan kembali ke Kec. Tiris, mengunjungi sisa danau yang belum berhasil kami datangi dan satu air terjun. Hal yang menarik perhatian kami hari ini adalah, meskipun hari Minggu, tapi kami tidak menemui satu orang pun pengunjung di tempat-tempat yang kami datangi. Bahkan di Ranu Agung, yang merupakan salah satu objek wisata andalan Kec. Tiris.
Bahkan, di sepanjang jalan pun, kami tidak menemui pengendara motor dengan setelan piknik seperti yang lazim kami temui ketika akhir pekan di seluruh jalur menuju objek wisata dan di jalur lintas antar kabupaten/kota. Ah, mungkin karena faktor cuaca yang memang hujan masih sering turun di wilayah ini.