SITU CIATER
Secara administratif, Situ Ciater berada di Desa Panjalu, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat dan berada pada koordinat 7°08’10.6″S 108°16’30.6″E. Air di Situ Ciater masih bersumber dari Situ Lengkong yang terletak tidak jauh dari Situ Ciater. Situ Ciater terletak tepat di sisi Jalan Raya Timur Panjalu, sehingga sangat mudah untuk didatangi. Situ Ciater memiliki luas genangan kurang lebih 1,79 Ha.
Sejarah Situ Ciater
Menurut para sesepuh, Situ Ciater merupakan telaga yang tak sengaja terbentuk ketika penjajah Belanda membuat jalur jalan kavaleri dan infantri dari Kawali ke Panjalu. Pembangunan tersebut secara tidak langsung membendung aliran air dari selokan kecil yang mengairi areal pesawahan Cilambit.
Konon sebelum menjadi telaga, Situ Ciater merupakan kolam-kolam ikan mas kepunyaan Eyang Gajah. Ikan-ikan mas tersebut beranak pinak dan turunannya hidup sampai saat ini. Salah satu ikan mas yang terkenal keramat dan hidup sampai tahun 1980-an dinamakan Lauk Euis. Konon, lauk Euis dikenal sebagai ikan yang dilindungi oleh makhluk halus penunggu Situ Ciater. Banyak peristiwa aneh tapi nyata yang dialami oleh warga sekitar, terutama yang mengakrabi Situ Ciater.
Situ Ciater memiliki aksesibilitas yang sangat mudah. Berikut uraian pencapaian menuju Situ Ciater dari arah Bandung dan Majalengka.
Bandung – Pagerageung – Situ Ciater
Arahkan kendaraan dari Bandung menuju Nagreg. Ikuti jalan raya utama menuju Timur. Ruas jalan raya yang dilalui merupakan Jalan Provinsi penghubung Jawa Barat dengan Jawa Tengah. Patokan pertama yaitu Gentong. Selepas Gentong, tepat di Kecamatan Kadipaten akan ditemui persimpangan di Pasar Kadipaten. Dengan nama Simpang Pamoyanan. Persimpanan tersebut berada pada koordinat -7.125019, 108.145542.
Ambil arah kiri pada Simpang Pamoyanan menuju Jalan Haji Salim / Jalan Nangeleng – Cirahayu. Ikuti jalan utama hingga tiba di Simpang Pagerageung. Simpang Pagerageung berada pada koordinat -7.115233, 108.180300. Ikuti jalan utama pada persimpangan ini menuju Jalan Raya Pagerageung / Jalan Nangeleng – Cirahayu. Patokan berikutnya yaitu Pondok Pesantren Suryalaya dan Simpang Warudoyong. Simpang Warudoyong berada pada koordinat -7.125572, 108.219223.
Ikuti jalan utama di Simpang Warudoyong menuju Jalan Nangeleng – Cirahayu. Patokan berikutnya yaitu Simpang Panjalu yang terletak pada koordinat -7.128408, 108.265006. Ambil arah kanan pada Simpang Panjalu menuju Jalan Raya Panjalu. Patokan berikutnya yaitu Taman Borosngora/Alun-alun Panjalu yang berada pada koordinat -7.134639, 108.269495. Ikuti jalan raya utama hingga tiba di Situ Ciater. Jarak dan waktu tempuh sesuai pembacaan pada peta adalah 97,4 Km dalam waktu 2 jam 56 menit.
Majalengka – Sukamantri – Situ Ciater
Arahkan kendaraan dari Majalengka menuju Alun-alun Maja yang berada pada koordinat -6.888715, 108.304047. Ikuti terus jalan utama hingga tiba di Alun-alun Talaga yang berada pada korodinat -6.983258, 108.310649. Tepat setelah Alun-alun Talaga akan ditemui persimpangan kecil, ambil arah kiri menuju Cikijing. Patokan berikutnya yaitu Simpang Cikijing yang berada pada koordinat -7.016275, 108.365698.
Ambil arah kanan di Simpang Cikijing menuju Jalan Raya Panawangan. Patokab berikutnya yaitu Simpang Cikijing – Panjalu yang berada pada koordinat -7.025832, 108.351206. Ambil arah kanan pada Simpang Cikijing – Panjalu menuju Jalan Cikijing – Panjalu. Ikuti jalan raya utama hingga tiba di Jahim Bike Park yang berada pada koordinat -7.062107, 108.303799.
Ikuti jalan raya utama hingga tiba di Situ Cibubuhan yang berada pada koordinat -7.086235, 108.298336. Ikuti jalan raya utama menuju Sukamantri. Setelah tiba di Sukamantri, ikuti jalan raya utama menuju Situ Lengkong yang berada pada koordinat -7.127134, 108.265606. Patokan berikutnya yaitu ambil jalur menuju Taman Borosngora/ Alun-alun Panjalu yang berada pada koordinat -7.134639, 108.269495. Ikuti jalan raya utama hingga tiba di Situ Ciater. Jarak dan waktu tempuh sesuai pembacaan pada peta adalah 57,5 Km dalam waktu 1 jam 39 menit.
Toponimi Ciater, selain berasal dari nama daerah lokasi danau ini berada masih terdapat dua versi penamaan lainnya. Pertama berasal dari kata “ngageter” atau “ngageleter” ( = bergetar), karena airnya memang (hanya) bergetar, tidak beriak saat tertiup angin. Menurut satu cerita, jika Situ Lengkong lebar, maka Ciater itu dalam, lebih dalam dari Situ Lengkong. Melihat kenyataannya sekarang, Situ Ciater sudah mulai berkurang, alias mendangkal terus.
Toponimi kedua, bisa juga berasal dari nama jenis bambu, Bambu Ater, yg ini a.l toponimi nama “Ciater” yg memiliki mataair panas di Subang bagian utara. Meskipun berada tepat di pinggir jalan raya utama dan tidak terlalu jauh dari pusat kota kecamatan, tetapi Situ Ciater masih belum menjadi tempat wisata. Peruntukan Situ Ciater hingga saat ini masih sebatas lokasi memancing dan pengembangbiakan ikan oleh warga setempat. Tidak ada retribusi parkir maupun fasilitas pendukung pariwisata lainnya.
Sumber lainnya mengenai Situ Ciater:
https://sportourism.id/jelajah/misteri-si-euis-ikan-mas-angker-di-situ-ciater-panjalu
SITU HIANG
Secara administratif, Situ Hiang berada di Desa Sadewata, Kecamatan Lumbung, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat dan berada pada koordinat 7°07’25.6″S 108°19’30.6″E. Situ Hiang merupakan danau alami yang memiliki luas genangan kurang lebih 1,51 Ha. Situ Hiang kini lebih banyak dimanfaatkan sebagai sumber pengairan areal sawah dan kebun, serta budidaya ikan. Tidak jarang, Situ Hiang dijadikan juga sebagai tempat memancing bagi warga.
ASAL-USUL SITU HIANG
Asal mula terbentuknya Situ Hiang tidak terlepas dari cerita di masa Kerajaan Galuh. Konon, dahulu kala ketika Kerajaan Galuh dan Kerajaan Talagamanggung masih berdiri, hiduplah seorang kesatria yang sakti mandraguna bernama Dewa Banga. Kala itu para raja dan keturunannya memang masih menggunakan gelar ‘sanghiang’ atau ‘dewa’, yang menunjukkan ketinggian kasta dari masyarakat biasa.
Dewa Banga yang sedang menempuh perjalanan, pada suatu waktu tiba di tempat yang dirasanya cocok untuk menetap. Ia pun lalu bermukim di tempat tersebut, sebuah dataran tinggi yang masih sepi. Setelah membuat pemukiman, Dewa Banga lalu bermaksud membuat danau sebagai tempat penampungan air. Air adalah kebutuhan hidup yang sangat penting dan harus selalu tersedia.
Tempat yang dipilihnya untuk membuat danau adalah sebuah gunung bernama Gunung Jaha dengan hutan lebat bernama Leuweung Ranjeng. Jika menggunakan tenaga biasa tentu akan membutuhkan orang yang sangat banyak dan waktu lama untuk membentuk ‘kolam besar’ yang diinginkan.
Tak kehabisan akal, Dewa Banga membuat sebuah perkakas dari kayu. Alat semacam linggis itu dipakainya untuk mulai meratakan permukaan Gunung Jaha. Ajaib, hanya diperlukan satu hentakan, gunung itupun runtuh seketika akibat kesaktian Dewa Banga yang luar biasa. Para pengikutnya tinggal melanjutkan kerja dengan memindahkan tanah saja.
Linggis kayu yang dipakai Dewa Banga kemudian ditancapkan olehnya ke tanah sebagai tanda (tetengger) jika suatu saat hutan tersebut menjadi tempat yang ramai. Tongkat linggis kayu tersebut berubah menjadi pohon kitiwu yang tingginya sekitar 60 cm dan tak memiliki daun.
Sejak saat itulah Situ Hiang terbentuk. Semua ikan yang hidup di dalamnya diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan hidup para penduduk setempat dan anak-cucu keturunannya. Meskipun demikian, ada larangan mengambil jika yang diperoleh adalah ikan mas berukuran besar. Lokasi pemukiman tersebut kemudian bernama Nusa Dewata (atau kemudian dikenal menjadi Sadewata) dan menjadi tempat yang ramai.
MITOS SEPUTAR SITU HIANG
Selain asal-usul terbentuknya Situ Hiang yang sarat akan kekuatan mistis dan unsur kerajaan, terdapat juga mitos yang umurnya lebih muda dibandingkan cerita asal-usul terbentuknya Situ Hiang. Situ artinya danau, dan Hiang artinya hilang. Situ Hiang itu menurut mitos, lama-lamaan akan mengecil dan hilang. Menurut cerita, Situ Hiang masih memiliki hubungan dengan Situ Lengkong Panjalu.
Dari cerita yang beredar di masyarakat, konon ikan di Situ Hiang dan Situ Lengkong Panjalu bisa berkomuniasi. Ikan yang dimaksud adalah ikan kokol. Bila di Situ Lengkong Panjalu digelar Gebrugan, maka ikan itu pindah ke Situ Hiang. Ikan Kokol yang dimaksud sama dengan mitos Ikan Kokol yang ada di Situ Wangi, Desa Winduraja, Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis. Lokasi Situ Wangi, Situ Hiang, dan Situ Lengkong memang tidak terlalu jauh satu sama lain, bahkan masih dapat dikatakan berada dalam “satu garis”.
Warga juga meyakini, di dasar Situ Hiang terdapat lubang yang tembus ke laut Cirebon. Pada jaman Walisongo, tepatnya pada saat pembangunan masjid Cirebon, para wali kekurangan material kayu. Mereka kemudian meminta tolong orang Sadewata untuk mengirim kayu. Kayu itu kemudian dikirim lewat Situ Hiang dan beberapa hari kemudian sampai di Cirebon. Situ Hiang terletak persis di samping jalan raya, sehingga pencapaiannya pun sangat mudah. Berikut uraian akses menuju Situ Hiang dari beberapa kota terdekat.
Bandung – Pagerageung – Situ Hiang
Arahkan kendaraan dari Bandung menuju Nagreg. Ikuti jalan raya utama menuju Timur. Ruas jalan raya yang dilalui merupakan Jalan Provinsi penghubung Jawa Barat dengan Jawa Tengah. Patokan pertama yaitu Gentong. Selepas Gentong, tepat di Kecamatan Kadipaten akan ditemui persimpangan di Pasar Kadipaten. Dengan nama Simpang Pamoyanan. Persimpanan tersebut berada pada koordinat -7.125019, 108.145542.
Ambil arah kiri pada Simpang Pamoyanan menuju Jalan Haji Salim / Jalan Nangeleng – Cirahayu. Ikuti jalan utama hingga tiba di Simpang Pagerageung. Simpang Pagerageung berada pada koordinat -7.115233, 108.180300. Ikuti jalan utama pada persimpangan ini menuju Jalan Raya Pagerageung / Jalan Nangeleng – Cirahayu. Patokan berikutnya yaitu Pondok Pesantren Suryalaya dan Simpang Warudoyong. Simpang Warudoyong berada pada koordinat -7.125572, 108.219223.
Ikuti jalan utama di Simpang Warudoyong menuju Jalan Nangeleng – Cirahayu. Patokan berikutnya yaitu Simpang Panjalu yang terletak pada koordinat -7.128408, 108.265006. Ambil arah kanan pada persimpangan ini menuju Jalan Cikijing – Panjalu. Ikuti jalan utama hingga tiba di persimpangan pertama pada koordinat -7.119816, 108.266338. Ambil arah kanan pada persimpangan ini menuju Jalan Simpar Banjarwaru.
Ikuti jalan raya utama hingga memasuki Desa Maparah. Setelah memasuki Desa Maparah, ikuti jalan utama hingga memasuki Desa Sadewata. Lokasi Situ Hiang akan berada pada koordinat -7.122691, 108.324788. Total pembacaan jarak dan waktu tempuh pada peta adalah 105 Km dalam waktu 2 jam 56 menit.
Majalengka – Sukamantri – Situ Hiang
Arahkan kendaraan dari Majalengka menuju Alun-alun Maja yang berada pada koordinat -6.888715, 108.304047. Ikuti terus jalan utama hingga tiba di Alun-alun Talaga yang berada pada korodinat -6.983258, 108.310649. Tepat setelah Alun-alun Talaga akan ditemui persimpangan kecil, ambil arah kiri menuju Cikijing. Patokan berikutnya yaitu Simpang Cikijing yang berada pada koordinat -7.016275, 108.365698.
Ambil arah kanan di Simpang Cikijing menuju Jalan Raya Panawangan. Patokab berikutnya yaitu Simpang Cikijing – Panjalu yang berada pada koordinat -7.025832, 108.351206. Ambil arah kanan pada Simpang Cikijing – Panjalu menuju Jalan Cikijing – Panjalu. Ikuti jalan raya utama hingga tiba di Jahim Bike Park yang berada pada koordinat -7.062107, 108.303799.
Ikuti jalan raya utama hingga tiba di Situ Cibubuhan yang berada pada koordinat -7.086235, 108.298336. Ikuti jalan raya utama menuju Sukamantri. Setelah tiba di Sukamantri, ikuti jalan raya utama menuju Situ Lengkong. Tepat sebelum tiba di Situ Lengkong, akan terdapat persimpangan pada koordinat -7.119816, 108.266338. Ambil arah kiri pada persimpangan ini menuju Jalan Simpar Banjarwaru.
Ikuti jalan raya utama hingga memasuki Desa Maparah. Setelah memasuki Desa Maparah, ikuti jalan utama hingga memasuki Desa Sadewata. Lokasi Situ Hiang akan berada pada koordinat -7.122691, 108.324788. Total pembacaan jarak dan waktu tempuh pada peta adalah 60,1 Km dalam waktu 1 jam 47 menit.
DESA SADEWATA
Desa Sadewata mulanya termasuk bagian dari Desa Panawangan, namun banyaknya jumlah dusun di Panawangan menyebabkan Sadewata di mekarkan hingga menjadi desa. Desa Sadewata termasuk kecamatan Lumbung, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Desa ini memiliki lima dusun yaitu dusun Ciledug, dusun Desa, dusun Babakan, dusun Ciheleut, dan dusun Kareo.
Mulanya Desa Sadewata merupakan area perkebunan cengkeh dan hanya sedikit penduduk yang menetap di Desa. Semenjak krisis moneter, harga cengkeh turun drastis, permintaan terhadap cengkeh pun menurun. Hal ini membuat petani cengkeh lebih memilih menjual kebunnya dan membangun rumah. Inilah yang menjadi awal terbentuknya permukiman. Selain perkebunan cengkeh terdapat pula kolam-kolam ikan, sawah, dan sedikit perkebunan sayur dan singkong.
Pada tahun 1983 listrik mulai masuk di Desa Sadewata, kemudian di ikuti masuknya teknologi seperti parabola pada tahun 1985. Desa Sadewata berada di kawasan yang relatif aman dari bencana alam, selama Desa Sadewata berdiri tidak ada bencana alam yang sampai memakan korban.
Kondisi infrasturktur lainnya seperti jalan pun sudah cukup baik. Jalan utama Desa Sadewata yang merupakan jalan penghubung dari Desa Maparah, Kecamatan Panjalu – Desa Sadewata, Kecamatan Lumbung – Desa Citeureup, Kecamatan Kawali pun sudah cukup baik, meskipun di beberapa titik kondisi aspalnya sudah mengelupas. Sepanjang jalan penghubung antar kecamatan ini tidak ada penerangan jalan dan hanya ada beberapa papan penunjuk jalan sederhana.
Sumber lainnya mengenai Situ Hiang:
http://kknm.unpad.ac.id/sadewata/profil-desa/sejarah-desa/
https://kumeokmemehdipacok.blogspot.co.id/2013/07/SejarahSundaSituHiang.html
http://www.harapanrakyat.com/2017/10/situ-hiang-berpotensi-jadi-objek-wisata-di-ciamis/
http://www.ciamis.info/2017/01/kisah-dewa-banga-dan-asal-usul-situ.html