Situ Kabuyutan secara administrasi berada di Desa Pasirlayung, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut. Lokasinya sendiri, sebenarnya sudah hampir mendekati batas wilayah Kecamatan Pakenjeng dengan Kecamatan Bungbulang, oleh karena itu, bila mencari informasi mengenai Situ Kabuyutan di internet, maka nama daerah yang akan muncul adalah Kecamatan Bungbulang. Selain karena lokasinya yang memang sudah dekat dengan Kecamatan Bungbulang, nama Kecamatan Pakenjeng sendiri memang masih belum sering terdengar dan terkenal seperti Kecamatan Bungbulang. Kecamatan Bungbulang sendiri merupakan Pusat Kegiatan Lokal Perkotaan Bungbulang seperti tercantum dalam RTRW Kabupaten Garut 2011-2031 pada bagian Rencana Sistem Pusat Kegiatan Kabupaten.
Selain itu simpul pergerakan juga berada di Bungbulang berupa Terminal Tipe C, oleh karena itu tidak akan kesulitan jika akan menuju Bungbulang menggunakan ELF dari arah manapun, baik dari Utara seperti Garut, ataupun dari arah Barat melalui Desa Sukarame. Bungbulang juga merupakan lokasi transit untuk perjalanan menuju Selatan, seperti Cijayana dan Caringin di pesisir Selatan Kabupaten Garut. Sedangkan Pakenjeng sendiri, sebagian besarnya ditetapkan untuk kegiatan Budidaya seperti untuk aneka jenis komoditi perkebunan dan mineral logam dengan telah ditetapkan sebagai daerah untuk Perkebunan Besar Swasta, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi PLTP Ciarinem.
Lokasi Situ Kabuyutan bila ditinjau dari letak geografisnya, berada di areal perbukitan yang termasuk kedalam Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat berdasarkan pembagian Fisiografi menurut Van Bemmelen 1984. Kondisi ini dapat dilihat dari medan jalan dan pemandangan selama perjalanan menuju Situ Kabuyutan yang didominasi oleh jalan berkelok mengitari lereng perbukitan yang cukup terjal dengan jurang yang sangat dalam di kedua sisi jalan serta deretan tebing-tebing perbukitan yang di sebelah Utara dibatasi oleh Gunung Papandayan. Apabila menjelang malam hari, tidak jarang kabut tebal mulai turun sehingga dapat sedikit menghambat perjalanan.
Situ Kabuyutan ini awalnya saya temukan ketika lagi-lagi sedang tidak sengaja melihat-lihat peta untuk mencari lokasi Curug Sanghyang Taraje yang sama-sama berada di Kecamatan Pakenjeng. Setelah tidak sengaja menemukan Situ Kabuyutan di peta, saya pun memberi tanda untuk mempermudah mencari jalur dan informasinya. Tetapi, mungkin karena saya salah menyimpan atau malah tidak tersimpan sama sekali, ketika akan mencari jalur, lokasi Situ Kabuyutan di peta tidak dapat saya temukan. Yang saya temukan di peta adalah Situ Cirompang, yang secara bentuknya dari peta jauh berbeda, tetapi berkali-kali saya cari di peta dan mesin pencarian, Situ yang selalu muncul adalah Situ Cirompang di Bungbulang. Akhirnya saya pun memutuskan untuk mengunjugi Situ Cirompang yang juga memiliki keterbatasan informasi di mesin pencarian.
Sempat terfikir bahwa Situ Cirompang dan Situ Kabuyutan itu sama terlepas dari bentuknya yang berbeda di peta, mungkin saya salah. Singkat cerita, setelah gagal mencapai Situ Cirompang, dalam perjalan pulang menuju Bandung melalui jalur Kec. Bungbulang-Kec. Pakenjeng, secara tidak sengaja saya melihat spanduk usang yang sudah sobek di sisi kanan jalan bertuliskan “Situ Kabuyutan 100 m” dengan anak panah menuju sisi kiri jalan, menunjuk jalan yang lebih sempit dan menanjak menuju bukit yang ditumbuhi pohon pinus. Ternyata memang benar Situ Kabuyutan itu ada dan berbeda dengan Situ Cirompang. Yang lebih meyakinkan lagi bahwa Situ Kabuyutan itu benar-benar ada adalah secara kebetulan akhirnya saya menemukan satu akun FB yang pemiliknya sudah pernah mengunjungi Situ Kabuyutan di tahun 2012, dan melihat foto bentuk danaunya, memang lebih cocok dengan bentuk danau yang saya lihat di peta.
Akhirnya setelah mengumpulkan berbagai macam informasi dan plot jalur, pada hari Minggu tanggal 15 September 2013 tepat pukul 07.00 WIB saya dan tiga orang teman lainnya akhirnya pergi untuk mengunjungi Situ Kabuyutan dengan menggunakan sepeda motor. Perjalanan diawali dengan secepat mungkin memasuki Kota Garut sebelum siang agar tidak terhambat kemacetan yang biasa ditemui ketika mulai memasuki daerah Tarogong hingga Cipanas. Lalu lintas sepanjang Cileunyi hingga memasuki Kota Garut didominasi oleh kendaraan pribadi dan beberapa bus berukuran besar milik rombongan beberapa perusahaan yang mengadakan family gathering dengan tujuan kota Garut dan sekitarnya. Sekitar pukul 09.00 WIB kami sudah keluar dari Kota Garut dijalur menuju Bayongbong-Cisurupan-Cikajang. Jalur yang juga tidak asing bagi para pendaki karena merupakan jalur utama menuju pos Cisurupan, awal pendakian Gunung Papandayan.
Patokan menuju Situ Kabuyutan yang pertama adalah pertigaan di Pasar Cisurupan yang merupakan jalur menuju Gunung Papandayan. Sampai dengan Pasar Cisurupan, jalan akan sedikit ramai, karena melewati beberapa pasar dan juga merupakan daerah permukiman padat penduduk, meskipun mendekati Kecamatan Cisurupan mulai sedikit sepi. Kondisi jalan juga dapat dikatakan cukup baik dengan aspal yang cukup baik dan jalan yang cukup lebar. Kami sempat berhenti di SPBU sebelum pertigaan Pasar Cisurupan yang juga merupakan SPBU terakhir di jalur yang akan kami tempuh nanti untuk mengisi bahan bakar. Setelah pertigaan Pasar Cisurupan, patokan yang ke-2 yaitu pertigaan Cikajang. Pertigaan ini membagi jalan menuju Kecamatan Cikajang yang merupakan jalur utama menuju Pameungpeuk dan jalur lainnya menuju Cisewu dan jalur utama menuju Bungbulang.
Jalur yang harus ditempuh menuju Situ Kabuyutan adalah jalur yang mengarah ke Bungbulang. Kondisi jalan mulai sedikit tidak terlalu bagus, terutama setelah melewati Markas Kostrad Tengkorak Putih, tepatnya memasuki Desa Cikandang. Jalan datar dengan lubang disana-sini serta beberapa galian kabel yang cukup membuat lebar jalan menyempit ketika kami melintas. Selepas Desa Cikandang, memasuki areal Perkebunan Teh Papandayan, tepatnya Kecamatan Pamulihan, jalan kembali baik. Aspal mulus dan jalan berkelok-kelok serta beberapa tikungan tajam akan menjadi medan yang akan ditempuh hingga didepan PLTA Sumadra.
Setelah melewati PLTA Sumadra, jalan akan menjadi sedikit menyempit dengan kondisi aspal yang sudah mengelupas serta lubang-lubang kecil tetapi cukup dalam disana-sini. Tidak jauh dari PLTA Sumadra, tepatnya di Pasar Pamulihan, kita akan menemukan persimpangan jalur, ini adalah patokan ke-3 untuk menuju Kecamatan Pakenjeng. Ambil jalan yang lurus menuju kantor Kecamatan Pakenjeng, karena jalur yang berbelok ke kanan tepat di Pasar Pamulihan adalah jalur menuju Desa Pamulihan dan menuju Curug Sanghyang Taraje, tepat berada di sisi lain Gunung Papandayan dengan melewati areal perkebunan teh.
Setelah pertigaan ini sudah tidak akan ditemui lagi persimpangan jalan dan jalan akan semakin menanjak terus dengan lebar jalan cukup sempit, tikungan tajam, berkelok-kelok dan tepat di samping kiri jalan merupakan jurang yang cukup dalam dengan sungai yang cukup besar dengan aliran deras didasarnya. Sebenarnya pemadangan disamping aliran sungai cukup bagus, beberapa lahan sawah dan lahan kosong yang ditumbuhi rerumputan hijau dengan tebing dari bagian Gunung Halimun di sebrang sungai cukup menarik untuk sekedar mengambil foto landscape. Tetapi tidak disarankan untuk melintas dijalur ini pada malam hari apabila belum terbiasa bepergian jauh dengan medan yang hampir sama. Karena kabut tebal dan angin cukup kencang didaerah ini akan sangat berbahaya pada malam hari.
Kondisi yang terjadi karena letak geografis tempat ini yang cukup tinggi dan dikelilingi perbukitan terjal juga tidak didukung dengan kelengkapan jalan berupa marka tengah dan samping serta penerangan jalan. Bahkan ketika memasuki areal kebun teh yang lebih terbuka ada beberapa titik rawan longsor dan jalan yang sedikit amblas. Jalan memasuki areal perkebunan teh apabila dari arah Pakenjeng akan didominasi oleh turunan curam yang tidak putus serta tikungan tajam, untungnya lebar jalan disini cukup lebar dan mulus. Di sisi kanan dan kiri jalan tidak lagi tebing-tebing bagian dari Gunung Halimun dan deretan perbukitan di Selatan Garut, tetapi berganti menjadi hamparan luas kebun teh yang dibatasi jurang dalam dengan aliran Sungai didasarnya dan juga Gunung Papandayan di sebelah Barat. Jalan akan terus menurun hingga ke dasar jurang dan menyebrangi sebuah aliran sungai yang lebar dan deras, Sungai Cikandang.
Setelah melewati jembatan ini, mulai memasuki wilayah Desa Depok yang juga terdapat pintu masuk menuju Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohydro. Lalu lintas semenjak melewati Pasar Pamulihan memang akan sepi dan hanya akan didominasi oleh ELF menuju Bungbulang dan sesekali berpapasan dengan sepeda motor. Jarang sekali kendaraan pribadi melintas disini. Memasuki Desa Depok, jalan akan kembali menanjak hingga ke puncak bukit dan kemudian akan kembali turun hingga ke dasar jurang tepat dikaki Gunung Wayang.
Tepat sebelum jalan menurun hingga ke dasar jurang akan disuguhi pemandangan Gunung Wayang dengan batuannya yang berwarna hitam dan areal pesawahan warga yang sudah mulai menguning dan juga deretan perbukitan yang memanjang di sisi kanan dan kiri jalan. Pemandangan khas yang akan selalui ditemui didaerah Tengah Jawa Barat jika melakukan perjalan menuju daerah Selatan di Jawa Barat hingga dekat dengan wilayah pesisirnya. Setelah melewati Gunung Wayang, jalan akan kembali menanjak dan tetap berkelok-kelok dan aspal yang mengelupas ditambah dengan lubang yang tersebar diseluruh permukaan jalan.
Kurang lebih 2 Km jalan akan terus menanjak dan kemudian akan menjadi sedikit datar dan tidak akan lama lagi akan tiba di persimpangan menuju Situ Kabuyutan. Jalan masuk menuju Situ Kabuyutan sangat sempit, hanya selebar kendaraan mini bus dengan tanjakan hingga ke lokasi parkir, sehingga harus sangat berhati-hati. Apabila cuaca cerah, dari jalan kecil ini akan terlihat garis pantai di Selatan yang merupakan wilayah Cijayana dan Cikelet juga deretan perbukitan di sisi Barat Kecamatan Bungbulang yang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Caringin.
Diujung tanjakan, akan ditemui persimpangan lagi, yang menuju desa dan jalan setapak menuju hutan pinus, ambil yang menuju hutan pinus. Kendaraan dapat diparkir disini, kami menitipkan motor didepan sebuah warung yang nampak tidak ada penghuninya. Setelah memarkirkan motor, kami pun bertemu seorang bapak dari jalan setapak dari arah hutan pinus. Ternyata hari ini sedang dilakukan pemilihan Kepala Desa dan semua warga berkumpul di balai desa, termasuk pemilik warung yang tempat kami memarkirkan sepeda motor kami.
Dari bapak ini juga, kami memperoleh informasi mengenai Situ Cirompang, Situ Kabuyutan, serta jalan menuju Situ Kabuyutan. Situ Kabuyutan sendiri merupakan danau alami yang memang tidak teralalu besar, ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan Situ Cirompang. Situ Kabuyutan sendiri sebenarnya sudah cukup dikenal oleh masyarakat sekitar, cukup banyak warga yang sekedar datang ataupun kemping di samping danau. Sedangkan Situ Cirompang sendiri, aksesnya jauh lebih sulit karena berada di lereng Gunung Jampang dan diperlukan waktu cukup lama untuk trekkingnya, apabila musim hujan akan menjadi jauh lebih sulit. Situ Cirompang sendiri merupakan areal yang didominasi oleh rawa, jadi memang tidak akan kering ketika musim kemarau, sedangkan Situ Kabuyutan akan sedikit menyusut dan warna danaunya menjadi cokelat karena lumpur.
Setelah berpamitan, kami pun meneruskan perjalanan dengan mengikuti jalan setapak yang sebagian semennya sudah menghilang digantikan dengan ilalang. Menurut bapa yang tadi patokan kami adalah turunan yang cukup licin di samping sawah yang tidak terlalu lebar, dari sana sudah tidak jauh lagi menuju Situ Kabuyutan. Ternyata belum jauh kami berjalan kaki, jalan pun bercabang dua, yang sedikit menanjak dan yang menurun menuju hutan pinus. Setelah cek jalur, akhirnya kami memutuskan untuk mengambil jalur yang memasuki hutan pinus. Jalur yang semula jalan setapak tanah dan ilalang kemudian berganti menjadi semen yang sudah hancur lengkap dengan pembatas di sisi kanan-kirinya agar tidak tergelincir ke sawah di sisi kanan jalan. Jalan setapak yang dominan turunan ini semakin lama semakin memutari bukit tempat kami memulai trekking tadi.
Karena ragu, akhirnya kami memutuskan untuk bertanya pada bapak dan ibu yang kebetulan sedang berada di sawah di lereng bukit yang cukup terjal ini. Beruntung sekali kami bertemu mereka dan mendapatkan informasi bahwa jalur yang kami ambil menuju Situ Kabuyutan sudah benar, hanya sekitar lima belas menit lagi kami sampai di Situ Kabuyutan. Jalan semakin lama semakin turun dan semen pun sedikit demi sedikit menghilang digantikan kembali menjadi jalan setapak tanah dengan ilalang. Ternyata turunan yang dimaksud bapak tadi berada sekitar sepuluh menit setelah kami bertanya kepada ibu yang kami temui di sawah. Turunan curam yang licin jika turun hujan tepat disamping sepetak sawah yang langsung menuju hutan pinus. Dari hutan pinus ini, sedikit demi sedikit mulai terlihat genangan air berwarna cokelat, kami pun tiba di Situ Kabuyutan.
Posisi Situ Kabuyutan yang dikelilingi hutan pinus dan tebing dari bukit tempat kami datang tadi membuat pemandangannya tidak terlalu luas, tetapi cukup nyaman jika hanya sekedar kemping santai ataupun hanya ngadem sebentar seperti yang kami lakukan hari ini. Bentuk Situ Kabuyutan memanjang dan bagian ujung dari tempat kami datang mengalir sungai kecil menuju hutan pinus dan kemungkinan ada jalan tembus menuju perkampungan, kami tidak sempat mengeksplore tempat ini secara keseluruhan. Ada tanah datar yang terbuka tepat di sisi danau, tempat kami beristirahat setelah perjalanan cukup jauh dari Bandung.
Suasananya sangat sepi, hanya ada kami berempat dan suara pohon pinus yang tertiup angin, cuaca cerah, langit biru dan sesekali gumpalan awan putih melintas tertiup angin yang cukup kencang, benar-benar menggoda untuk tidur siang. Kami tiba di Situ Kabuyutan tepat pukul 11.30 WIB, waktu makan siang, dan karena kami minim informasi, jadilah kami tidak dapat menikmati makan siang di pinggir danau seperti yang telah direncanakan. Tidak ada warung nasi atau warung atau pedagang yang berada di pinggir danau, bahkan di jalan menuju tempat parkir kami di warung, jika ingin membeli makanan sebaiknya sebelum berbelok menuju Situ Kabuyutan.
Selain kami, ternyata ada juga yang datang ke Situ Kabuyutan dengan jalan masuk yang berbeda dari yang kami tempuh. Jalan yang diambil tepat berada di seberang tanah datar terbuka, atau berada di sisi kanan jalan setapak dari arah hutan pinus, dari arah tebing bukit tempat jalan setapak kami ketika datang. Ah, sayang sekali kami memang belum berkesempatan untuk menjelajah sekitar Situ Kabuyutan. Tepat pukul 13.00 WIB kami memutuskan untuk pulang, karena selain sudah lapar, kabut tebal juga seketika turun dari arah tebing. Mengingat jalur pulang kami ke tempat parkir akan menanjak terus dan akan licin jika hujan, kami pun memilih untuk bergegas kembali sebelum kabut turun lebih tebal lagi.
Waktu yang kami perlukan untuk sampai kembali di warung tempat kami memarkir motor kurang lebih tiga puluh menit menit. Setelah beristirahat sejenak, kami pun meninggalkan Situ Kabuyutan. Sepanjang perjalanan cuaca kembali cerah meskipun tidak ada sinar matahari dan langit tidak sebiru ketika kami datang. Jalan yang kami lalui masih sama dengan yang kami ambil ketika pergi menuju Pakenjeng karena memang jalur ini adalah jalur terpendek dan karena jalur utama, jadi akan sedikit lebih cepat. Pukul 15.00 WIB kami sudah tiba kembali di SPBU Cisurupan untuk mengisi bahan bakar. Sesekali terlihat beberapa rombongan pendaki yang baru turun dari Papandayan, kebanyakan menggunakan sepeda motor.
Sempat terpikir rencana untuk mengambil jalur pulang melalui Samarang-Kamojang-Majalaya karena selain lebih dekat dengan jalur ke rumah, ada tiga Situ yang terletak di jalur tersebut dan tidak terlalu sulit juga untuk dijangkau. Tetapi, mengingat belum pernah ada yang jalan kedaerah sana, jadi rencana tadi pun dibatalkan. Daripada kami berputar-putar dan akhirnya terlalu sore melintas di Kamojang, dan kami tidak tahu bagaimana kondisi jalannya, lebih baik kami pulang melalui jalur utama Garut-Bandung agar lebih cepat karena besok semuanya harus kembali bekerja.
Dari Cisurupan hingga Cipanas lalu lintas cukup ramai kami pun memutuskan untuk makan terlebih dahulu di Tarogong. Selesai makan, tepatnya pukul 17.00 WIB kami melanjutkan perjalanan pulang dan memasuki Cipanas kami terjebak macet. Hari Minggu sore memang sudah tidak terlalu aneh jika terjadi kemacetan dari mulai Cipanas hingga Kadungora, dan kami kali ini salah memperhitungkan waktu. Niat untuk mempercepat waktu perjalanan melalui Cijapati akhirnya pun batal juga, karena tepat sebelum pertigaan Kadungora-Cijapati motor saya terpisah dengan motor teman saya.
Karena takut tidak hafal jalan, saya pun menunggu di pertigaan menuju Cijapati, tetapi karena hingga Magrib pun tidak juga bertemu, akhirnya saya memutuskan untuk mengambil jalan lewat Nagreg. Ternyata setelah tiba di rumah pukul 20.00 WIB, teman saya mengirim pesan bahwa mereka ternyata lewat Cijapati dan masih sempat mampir ke rumah dulu sebelum akhirnya pamit pulang. Setidaknya penasaran dengan Situ Kabuyutan pun terbayar dan tidak memerlukan waktu yang terlalu lama untuk hitungan perjalanan 1 hari dengan jarak lebih dari 100 Km bolak-balik.
CATATAN PERJALANAN SITU KABUYUTAN 15 SEPTEMBER 2013
Lokasi
Situ Kabuyutan, Kampung Bojong, Desa Pasirlangu, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, Jawa Barat
Waktu Perjalanan
Bandung-Kadungora 07.00-09.00
Kadungora-Kp. Bojong 09.00-11.30
Kp. Bojong-Situ Kabuyutan 11.30-12.00
Situ Kabuyutan 12.00-13.00
Situ Kabuyutan-Kp. Bojong 13.00-13.30
Kp. Bojong-Tarogong 13.30-16.30
Tarogong 16.30-17.00
Tarogong-Bandung 17.00-20.00
Rute Pulang-Pergi
Bandung-Garut-Bayongbong-Cisurupan-Cikajang-Padasuka-Simpang-Cikandang-Pananjung-Kebun Teh Papandayan-Sumadra-Pamulihan- Sukamulya – Depok – Pakenjeng – Pasirlangu – Kampung Bojong-Situ Kabuyutan.
Biaya
Bensin 1 Rp 15.000,00
Bensin 2 Rp 10.000,00
Bensin 3 Rp 15.000,00
Makan Rp 15.000,00 (S)
Belanja Rp 30.000,00 (S)
TOTAL
Pergi 5 jam
Pulang 7 jam
Istirahat 1,5 jam
Biaya Rp 85.000,00
Motor 2
Orang 4
Catatan perjalanan: http://ncandra.wordpress.com/2014/02/08/situ-kabuyutan-yang-beneran-ada/