Pelabuhan Ratu/Palabuhan Ratu/Pelabuhanratu/Palabuhanratu
Gunung Kidul/Gunungkidul
Bandar Lampung/Bandarlampung
Muarojambi/Muaro Jambi
Gunung Tangkubanperahu/ Gunung Tangkubanparahu/ Gunung Tangkuban perahu
Sepertinya beragam jenis penulisan diatas sudah sering ditemui untuk menyebutkan nama lokasi/tempat dan terkadang menuliskannya secara tepat berdasarkan toponimi terkesan sepele bahkan cenderung diabaikan. Padahal penulisan nama tempat yang tidak sesuai toponimi bisa saja berakibat fatal. Karena pemberian kaidah tempat berdasarkan toponimi sudah diatur secara resmi pertama kali oleh BAKOSURTANAL sejak tahun 1988, yaitu sejak Proyek Pemetaan Dasar (Base Mapping Project) dilaksanakan dan pada pembuatan peta-peta lain selalu mengacu pada metoda yang direkomendasi oleh PBB (UNGEGN) dan yang perlu diketahui, tata cara pembakuan Pemberian nama pada unsur geografis ternyata tidak sesederhana perkiraan banyak orang. Tata cara untuk menstandarisasi dan mengatur penamaan suatu unsur geografis dikaji dan diatur dalam suatu cabang ilmu yang dikenal sebagai Toponimi. Ilmu ini berkaitan erat dengan kajian Linguistik, Antropologi, Geografi Sejarah dan Kebudayaan. Tiap nama unsur geografi di Indonesia terdiri atas dua bagian yaitu nama generik dan nama spesifik. Yang dimaksud dengan nama generik adalah nama yang menggambarkan bentuk dari unsur geografis tersebut, misalnya sungai, gunung, kota dan unsur lainnya. Sedang nama spesifik merupakan nama diri (proper name) dari nama generik tersebut yang juga digunakan sebagai unit pembeda antarunsur geografis. Nama spesifik yang sering digunakan untuk unsur geografis biasanya berasal dari kata sifat, misalnya ’baru’, ’jaya’, ’indah’, ’makmur’ atau kata benda yang bisa mencerminkan bentuk unsur tersebut, misalnya ’batu’, ’candi’ dan lain sebagainya.
Berdasarkan pengalaman saya kuliah lapangan (Studio Perencanaan) pada tahun 2009 lalu, dan kebetulan kelompok saya bertugas untuk melakukan perencanaan di Kecamatan Palabuhanratu. Dalam pengerjaannya, kami harus meminta data-data terkait, termasuk ke beberapa instansi pemerintah setempat. Sampai pada saat meminta data di kantor Kelurahan Palabuhanratu, kami diberi tahu oleh salah satu pegawai kelurahan bahwa penulisan nama lokasi kami tidak benar. Dalam surat pengantar resmi untuk kebutuhan permohonan data ke instansi pemerintah tercantum “Pelabuhan Ratu” dan seharusnya “Palabuhanratu”. Kata-kata yang saya ingat ketika pegawai ini mengoreksi penulisan kami adalah, “Palabuhanratu itu maksudnya adalah tempat dimana Sang Ratu (Nyi Roro Kidul) berlabuh, jadi Kecamatan Palabuhanratu itu maknanya menurut cerita turun temurun adalah tempat berlabuhnya Sang Ratu dan mengadopsi dialek dan logat Sunda, makanya jadi Palabuhanratu. Nah, kalau Pelabuhan Ratu, artinya mungkin bisa sama, tetapi bukan seperti itu yang dimaksud untuk menggambarkan sejarah dan gambaran tentang tempat ini. Kalau Pelabuhan Ratu, jadi seperti nama sebuah pelabuhan di pinggir pantai dengan nama “Ratu” kan?
Sebenarnya, penjelasan dari pegawai kelurahan tadi sudah tepat dan dilihat dari sisi sejarah penamaan berdasarkan sejarah dan adat istiadat lokal, tetapi ada hal yang kurang dijelaskan oleh pegawai tadi, yaitu tentang standar baku untuk menuliskan nama lokasi berdasarkan kaidah toponimi yang tidak semudah kelihatannya itu. Pengalaman lainnya yaitu ketika mempersiapkan dokumen untuk pekerjaan di Kabupaten Kepulauan Mentawai, dokumen tersebut dikembalikan karena kesalahan penulisan nama kota, yang seharusnya Tuapeijat ditulis Tua peujat. Fatal bukan?
Contoh lainnya yang sering sekali ditemui adalah penulisan nama “Tanjung Priok”, seharusnya penulisannya yang sesuai toponimi adalah “Tanjungperiuk” atau “Tanjungpriok” bukan “Tanjung Priok”. Untuk penjelasan labih rincim berikut adalah sebagian kecil dari sumber yang saya pernah baca, termasuk mengapa penulisan nama daerah itu penting, bagaimana seharusnya penulisannya, apa dasar penulisannya, apa saja yang menjadi patokan dasar untuk beberapa pedoman penulisan toponimi, hingga permasalahan inkonsistensi penulisan nama tempat berdasarkan kaidah toponimi di Indonesia.
TENTANG TOPONIMI:
http://yustradome.blogspot.com/2013/05/toponimi-arti-penting-dan-dilema-sebuah.html
http://agustan.wordpress.com/aturan-penulisan-toponimi-indonesia/
Mohon maaf bila kurang tepat ataupun ada hal yang salah, namanya juga Sedikit Belajar
wuiih..iya kadang aku juga masih salah2 tulis..hihihi..thanks for share 😉
koreksi dikit ya, Nad 😀
soal penulisan kata “standar” harusnya “standard” jadi jika pakai imbuhan menjadi “standardisasi” “menstandardisasi” ..heheh..
Hoooo macem-macem yah… ada juga temen yg bilang klo standar mah standar aja, klo standarisasi baru standardisasi dan daku masih blah bloh hhahaha
Bahasa Indonesia itu rumit 😀
hahah..iya, maksudnya kata dasar standar klo dikasih “isasi” jadi standardisasi..kata dasar setelah dikasih imbuhan jadi beda..
untungnya blog aku mah isina cucol hungkul jadi bahasana bebas..hahah
Ada blog 1 lg yg curcol pake bahasa acak adut juga :v
mana? #eh
eeeehhhh yaaa