Tulisan ini masih sedikit nyambung sama tulisan sebelumnya, masih tentang malam minggu. Lama-lama saya kasihan juga sama malam-malam lainnya, ga se-populer si malam minggu ini, ya nasibmu nak, kalau seperti di Arab, Minggu itu merupakan hari pertama dalam hitungan aktivitas, jadi liburnya adalah hari Jumat, mungkin si “Malam Jumatlah” yang akan banyak dibahas dan jadi primadona sejuta umat untuk sedikit mendapat hiburan setelah bekerja. Saya sendiri sebenarnya tidak mendukung dan juga tidak menolak/tidak setuju dengan kebijakan ajaib itu. Di satu sisi saya bisa sedikit mengerti kenapa orang-orang banyak yang keluar di malam minggu bahkan rela begadang sampai Subuh, karena hanya di waktu itulah mereka bisa ‘bebas’ dari kewajiban mereka sebagai pekerja/pengusaha/pegawai/buruh/pengajar apapun itu dan bisa berinteraksi dengan teman-teman lainnya, komunitas dll, intinya kalau tidak memanfaatkan si “Malam Minggu” ini bahkan sampai Minggu Subuhpun, kapan lagi??
Di sisi lain, saya, yang secara pribadi memang bukan tipe yang suka keluar malam (tidak hanya malam minggu saja) merasa ya sebenarnya tidak ada yang salah ko dari peraturan itu. Peraturan itu hanya sebagai tindakan pemerintah bagi mereka yang menginginkan ketertiban, keamanan di Kota Bandung terutama pada saat weekend. Apapun itu perdebatannya, pro dan kontra berlakunya aturan ini, terhadap dampak ekonomi, sosial, keamanan dll tentang kebijakan ini. Tapi tulisan dan ocehan saya kali ini bukan menjabarkan seluk-beluk peraturan tadi layaknya stasiun tv swasta yang mebupas tuntas sampai habis ga ada yg bisa dikupas lagi. Ocehan saya kali ini hanya sekedar sharing dan terinspirasi dari perubahan suasana malam minggu di Kota Bandung yang mendadak mengingatkan saya pada beberapa perjalanan saya yang saya lakukan di malam minggu jauh dari hingar bingar dan keramaian Kota Bandung.
Kota Bandung, Lembang, Dago
Sebenarnya tidak semua wilayah Kota Bandung yang menjadi pusat-pusat aktivitas dan keramaian sampai larut malam, mungkin yang paling tepat adalah wilayah Bandung Tengah, tempatnya mall, cafe, distro, beberapa mini market yang mendadak berubah jadi tempat berkumpul, landmark-landmark Kota Bandung, sedikit menuju perbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat seperti daerah Sukajadi, Setiabudhi, Sarijadi, Pasteur, Dago atas, sampai ke daerah Lembang di Kabupaten Bandung Barat. Disinilah kita bisa menemukan orang-orang yang berdandan abis-abisan, terkesan seperti sedang ada acara -siapa yang paling modis dan modern dandanan sampai gadget dan kendaraannya-, tempat kita bisa menemukan orang-orang yang berhasil ga tidur ngalahin Kelelawar dan Burung Hantu, tempat orang-orang yang tidak kehabisan energi untuk sekedar menggerakkan badan mengikuti irama musik, lampu penerangan jalan yang ditambah berbagai hiasan lampu dari tempat-tempat hiburan yang sinar terangnya dapat dilihat sangat terang dari kejauhan. Suasana di tempat-tempat ini biasanya mulai ramai pukul 19.00 dengan catatan tidak dalam kondisi hujan. Semakin malam semakin ramai, diatas pukul 21.00, waktu yang pada hari-hari biasa jalanan sudah mulai lengang, mencari tempat untuk mengganjal perutpun sudah sedikit susah, tapi ketika malam Minggu, siap-siap untuk mencari tempat parkir dan memilih-milih tempat untuk makan atau sekedar kumpul dengan teman dan keluarga. Tempat lainnya, bahkan baru mulai ramai ketika menjelang tengah malam, seperti pub, lounge, karaoke, bistro dll. Hari Sabtu pagi sampai siang, biasanya suasana Kota Bandung masih aneka macem, sarana olahraga rame, sarana hiburan mulai rame, ada sebagian yang ke undangan, ada yang masih ngantor, sekolah pokonya macem-macem. Buat yang kerja, hari Sabtu itu hari paling ga karuan suasananya. Siang menjelang sore, kalau lagi perang, diibaratkan lagi tahap persiapan amunisi dan segala macemnya. Begitu lepas Maghrib, udah kaya lomba yang baru dimulai, serentak keluar rumah di jam-jam ini,akibatnya? ya macet di beberapa titik dan penuh di beberapa sarana hiburan. Biasanya menjelang malam, suasana berangsur tidak terlalu ramai, tapi aktifitasnya masih berjalan sampai Subuh. Hari Minggu itu kebanyakan untuk malas-malasan dirumah, ada beberapa “pasar kaget” dan biasanya jadi tempat yang paling ramai dikunjungi di Minggu pagi diikuti dengan sarana olahraga, tapi sekarang areal CFD menempati urutan yang sejajar dengan “Pasar Kaget” tadi. Menjelang siang, aktifitasnya rata-rata pergi ke undangan, siang menjelang sore sudah mulai malas-malasan dirumah ata persiapan untuk kembali ke kota asal untuk yang tinggal diluar Kota Bandung. Untuk Hari Minggu lalu lintasnya tidak separah hari Sabtu sore-malam kemacetannya, tetapi memang ada beberapa lokasi yang tingkat kemacetannya stabil selama weekend. Selepas Maghrib, suasana lalu lintas dan keramaian apapun di Kota Bandung akan merupakan kebalikan suasana dan keramaian di hari sebelumnya, si malam Minggu yang terkenal itu. Diatas jam 20.00, silahkan lewat tempat-tempat yang biasanya macet disaat weekend dengan leluasa.
Garut
Selama beberapa kali dalam tahun 2013, cukup sering juga saya melintas ke Kota Garut dan beberapa lokasi di Kabupaten Garut. Biasanya saya masuk ke Kabupaten Garut, tepatnya Kadungora dan Leles sekitar pukul 08.00-09.00 tidak pernah lebih dari itu. Suasana ketika melintas didaerah itu pada hari Sabtu, cukup ramai, malah di beberapa kesempatan, ketika melintas disepanjang Kadungora-Cipanas sempat terjebak antrian, semakin siang akan semakin macet. Memasuki Kota Garut, lalu lintas sudah mulai ramai dan didominasi oleh Elf dan angkutan kota. Pernah sekali waktu saya masuk Kota Garut pukul 07.00 jalanan masih sangaaat lengang. Selepas Kota Garut, tepatnya kearah Cikajang, daerah yang ternyata sering saya lewati dalam beberapa perjalanan di tahun 2013, akan cukup ramai khas sub-urban untuk standar Kota Garut, tepatnya ramai oleh pasar, sepeda motor, angkutan kota, serta tidak jarang cukup mengantri bila kebetulan pada saat melintas bertepatan dengan jam bubaran sekolah. Kondisi lalu lintas yang seperti ini akan terus ditemukan sampai ke pertigaan Cisurupan-Bayongbong-Cikajang, dimana disini akan terlihat beberapa mobil pick up dan angkot sewaan sudah banyak untuk mengantar para pendaki menuju Gunung Papandayan, ada jg Elf dan angkutan kota biasa yang memang terminalnya di Cisurupan. Sepanjang jalan pun rumah makan, warung, SPBU, sekolah, mini market, dan kantor-kantor milik pemerintah masih beraktivitas. Selepas Cikajang, kondisi lalu lintas akan sedikit sepi, mungkin hanya didominasi oleh Elf dan pada waktu-waktu tertentu akan dipenuhi pelajar yang baru pulang. Kondisi lalu lintas kearah Cikajang-Cisompet-Pameungpeuk di hari Sabtu akan lebih didominasi oleh Elf, kendaraan pribadi, dan beberapa yang touring serta sepeda motor dari arah Cikajang menuju Selatan. Meskipun cukup banyak yang melintas di jalur ini, yang juga merupakan jalur utama Garut-Pameungpeuk (Pantai Santolo, Pantai Sayangheulang, jalur lintas Selatan Jawa Barat) tetapi tidak akan sampai menimbulkan kemacetan seperti di jalur utama Kadungora-Cipanas. Selain arus lalu lintas yang sudah mulai terpencar sesampainya di Kota Garut, guna lahan di sekitar jalan yang kebanyakan merupakan lahan tidak terbangun, menjadi salah satu faktor lancarnya lalu lintas di jalur ini, karena tidak ada fasilitas yang dapat dijadikan tempat pemberhentian yang bisa menyebabkan hambatan samping. Selain itu luas wilayah permukiman disepanjang jalur ini, yang tepat berada di pinggir jalan tidak terlalu luas dan bentuknya linier, mengikuti jalan. Kondisi permukiman seperti ini memungkinkan karakteristik perjalanan jarak pendek yang tidak akan terlalu mengganggu lalu lintas diluar lalu lintas di kota/desa tersebut. Umumnya bagian paling ramai yang dapat menimbulkan tundaan adalah disekitar alun-alun kota kecamatan yang berdekatan juga dengan pasar, terminal, fasilitas umum, ataupun titik temu dari beberapa persimpangan jalur utama. Menjelang gelap, lalu lintas akan semakin sepi, hanya ada Elf dan truk yang melintas di sepanjang jalur ini. Kondisi jalan memasuki perkebunan Teh akan semakin sepi dan gelap karena minimnya penerangan, selain itu kabut tebal biasanya turun. Di samping perkebunan teh, kita juga akan melintasi daerah yang dikenal dengan “Gunung Gelap” daerah yang merupakan hutan alami dengan kondisi jalan sempit, tikungan tajam, rusak dan tidak ada penerangan dan permukiman penduduk menjadikan daerah ini daerah rawan kecelakaan lalu lintas, terutama bila kabut mulai turun. Meskipun masih dapat dikatakan jalur ini cukup sepi setelah gelap, tetapi jalur ini merupakan jalur paling ramai dilalui berbagai jenis kendaraan sampai malam dibandingkan dengan jalur-jalur lain dari Kota Garut menuju pesisir. Meskipun demikian, aktivitas warga diluar rumah sudah tidak akan ditemukan lagi selepas gelap. Kebanyakan warga akan berada dirumahnya masing-masing, menutup rapat pintu dan jendela untuk menghangatkan ruangan dari suhu yang memang akan semakin dingin setelah gelap. Meskipun ada aktivitas, hanya di terminal kecil dan pasar, itupun tidak sampai terlalu malam.
Lain lagi dengan jalur Cikajang-Bungbulang. Jalur ini jauh lebih sepi dibandingkan dengan jalur Cikajang-Pameungpeuk. Bila di jalur Cikajang-Pameungpeuk terdapat Pantai Santolo dengan mercusuar, pulau kecil, dan tempat peluncuran roketnya, maka di jalur Cikajang-Bungbulang ini bisa dikatakan belum memiliki objek wisata yang dapat menarik pengunjung seperti Pantai Santolo meskipun diujung jalur ini merupakan daerah pesisir, Desa Cijayana yang masuk kedalam wilayah Kecamatan Cikelet. Sebenarnya wilayah Pameungpeuk-Cikelet merupakan satu rangkaian dari jalur pesisir lintas Selatan Jawa Barat. Ditengah jalur ini, tepatnya di Desa Cikandang terdapat objek wisata Rafting Sungai Cikandang dan Curug Orok yang lumayan ramai. Selepas objek wisata Curug Orok, guna lahan disepanjang jalan akan didominasi oleh perkebunan teh PTPN Kebun Papandayan. Medan jalan dijalur ini sedikit lebih ‘sulit’ dibandingkan dengan jalur Cikajang-Pameungpeuk dan kondisi jalannya sedikit lebih jelek.
Selepas pertigaan Pakenjeng-Cikandang-Pamulihan, kondisi jalan akan semakin jelek dan medan menjadi semakin berat, tanjakan dan turunan curam dilengkapi dengan tikungan tajam dan jalan yang sempit akan menjadi hal yang akan ditemui hingga ke pesisir, Desa Cijayana. Pada hari Sabtu maupun Minggu, jalur ini akan sangat sepi, hanya ada beberapa sepeda motor dan Elf yang melintas disini, apabila sudah lebih dari pukul 18.00, jalan akan menjadi sangat sepi, tidak ada lagi warung yang buka, hanya ada rumah makan yang sekaligus tempat transit Elf di Pasar Pakenjeng, tetapi sepanjang Bungbulang-Pakenjeng jalanan akan sangat sepi, apabila belum terbiasa berjalan jauh di malam hari, sebaiknya tidak melewati jalur ini karena selain kondisi fisik jalan dan perlengkapan jalannya yang sangat minim, kabut tebal sering turun dan suhu udara dapat menjadi sangat dingin. Apabila melintas di jalur ini selepas Maghrib, akan terasa sepeti sudah tengah malam. Tidak ada aktifitas warga diluar rumah, jarak antar desa, bahkan antar rumah kadang berjauhan, adapun yang berdekatan lokasinya agak jauh dari pinggir jalan raya, jarang sekali bahkan tidak ada rumah makan ataupun warung kopi kecil seadanya, Masjid pun tampak sepi setelah Isya, penjual bensin eceran juga kalau beruntung kita bisa menemukan yang masih buka. Elf pun sedikti yang lewat, sebagian jalur ini didominasi oleh perkebunan teh dan hutan lebat yang punya jurang cukup dalam di sekitar Gunung Halimun sehingga jalur ini jauh lebih sepi dan berbahaya dibandingkan jalur Cikajang-Pameungpeuk diwaktu malam, sekalipun itu malam Minggu.
Memasuki Kecamatan Cikajang, tepatnya dimulai dari pusat kota Kecamatan sampai ke pertigaan Cikajang-Cikandang-Cisurupan lalu lintas mulai sedikit ramai dan masih dapat kita temui warung-warung dan rumah makan kecil yang masih buka meskipun tidak sampai larut malam. Kendaraan yang melintas pun bervariasi mulai dari Elf yang transit sampai sepeda motor warga. Dari lokasi ini sampai masuk ke daerah Bayongbong mulai sedikit terasa suasana malam Minggu meskipun pukul 21.00 sudah kembali sepi. Sudah mulai banyak warga yang lalu-lalang dan terlihat berkumpul di tempat makan ataupun pasar di pusat kota kecamatan. Memasuki Kota Garut suasana akan kembali ramai, seperti layaknya suasana malam Minggu untuk ukuran kota kecil. Terlihat banyak tempat makan yang ramai oleh pengunjung, beberapa komunitas yang berkumpul di pinggir jalan, beberapa yang berkumpul di taman-taman kota, beberapa bus antar kota juga sudah mulai masuk, dan tidak ketinggalan daerah yang menjadi primadona di Garut pun semakin malam semakin ramai, apalagi kalau bukan kawasan wisata Cipanas. Selepas Cipanas, semakin malam lalu lintas akan semakin sepi meskipun di beberapa titik, dekat-dekat pusat kota Kecamatan masih akan ditemui pkl dan mini market yang masih buka serta beberapa SPBU. Meskipun kondisi di Garut kota maupun jalur Garut-Nagreg semakin malam akan semakin sepi, tetapi setidaknya masih ada beberapa fasilitas umum yang beraktifitas tidak seperti 3 jalur lainnya yang semakin malam semakin sepi lalu lintasnya dan semakin tidak ada aktifitas warga diluar rumah meskipun malam Minggu yang biasanya di Kota Bandung akan selalu diwarnai kemacetan dan keramaian hingga larut malam.
Jalur lainnya yang menajdi perhatian yaitu jalur yang melintasi Kecamatan Cisewu-Desa Sukarame-Kecamatan Caringin-Pantai Rancabuaya. Kecamatan Cisewu sendiri merupakan Kecamatan yang paling terisolasi dan menduduki peringkat terendah dalam urutan kemandirian Desa di Kabupaten Garut (berdasarkan hasil survey TA teman saya di tahun 2011). Sebelum adanya pembangunan jalan lintas Selatan Jawa Barat yang melalui Kecamatan Cisewu hingga Kecamatan Caringin, kondisi jalan di Desa Cisewu sangat buruk.
Selain titik longsor yang sekarang masih menjadi bencana ketika musim hujan tiba, jalanan didominasi oleh turunan hingga ke dasar bukit melintasi Sungai Cilayu yang bila musim hujan arusnya sangat deras. Ditambah kondisi jembatannya yang selalu rusak dan diperbaiki dengan seadanya membuat jalur ini sangat jarang dilalui. Selain itu di beberapa tempat, jalan tergenang air dan lumpur yang membahayakan, karena tepat di samping jalan merupakan Sungai yang juga meluap dan berarus sangat deras. Tetapi, kondisi tersebut sudah tidak terlalu parah. Jalan sudah ditambah lebarnya dengan aspal yang masih mulus, selain itu jembatan yang melintasi Sungai Cilayu dan Sungai Cilaki sudah diperbaiki. Sudah banyak juga kendaraan yang melintas disini tidak hanya sepeda motor, Elf, truk pengangkut batu, tetapi juga sudah mulai mobil-mobil pribadi berjenis mini bus melintas ke jalur ini. Tetapi, itu pun tidak selama 24 jam, menjelang larut malam, kondisi jalan kembali menjadi sangta sepi.
Jalur yang mulai ramai di Kabupaten Garut yaitu jalur menuju Objek wisata Talagabodas di Desa Wanaraja, Kecamatan Sukawening, Kabupaten Garut. Pada tahun 2012 melewati jalur ini, mulai dari gerbang Karaha Bodas hingga ke Desa Wanaraja, kondisi jalan amat buruk, dengan batu-batu yang sangat besar dan jalan yang terus menurun. Lebar jalan pun sangat sempit, yang melintas disini hanyalah truk yang membawa hasil kebun. Tetapi setelah Talagabodas dikelola oleh pihak swasta, jalan Desa Wanaraja diperbaiki menjadi mulus, sehingga jalan yang sebelumnya hanya dilintasi truk, dan sangat sepi perlahan mulai ramai dilalui oleh berbagai jenis kendaraan, bahkan sudah ada beberapa warung makan kecil di jalannya. Jalur menuju Desa Wanaraja melalui Kecamatan Leles, tepatnya masuk dari samping alun-alun Kecamatan Leles menuju Desa Cibatu dan Desa Leuwigoong kemudian menuju Kecamatan Sukawening. Akses masuknya tidak terlalu sulit, cukup mengikuti jalan menuju Polsek Sukawening, setelah itu ikutin jalur utama hingga pertigaan Desa Wanaraja-Ciawi-Karaha Bodas. Jalur ini lebih ramai pada hari Minggu.
Jalur Kecamatan Samarang merupakan jalur yang menuju kawasan Geothermal Kamojang dan Objek Wisata Kampung Sampireun yang juga berbatasan dengan Kabupaten Bandung. Jalan dari Kecamatan Samarang hingga kawasan Geothermal Kamojang sangat baik. Kondisi aspalnya masih sangat mulus, tanjakan dan tikungannya pun tidak terlalu terjal dan berat, sehingga pada akhir pekan, jalan ini cukup ramai dilalui baik oleh sepeda motor, kendaraan pribadi ataupun truk tanker milik Pertamina. Selepas objek wisata Kampung Sampireun, jalan akan menanjak dan permukiman yang semula berada di sepanjang jalan akan berubah menjadi kebun, hutan, dan jurang. Tidak terdapat fasilitas penerangan jalan sepanjang jalur ini hingga ke Desa Kamojang. Sedikit nasihat yang saya terima dari beberapa warga di Desa Kamojang, apabila sudah malam, sebaiknya mengambil jalan menuju Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung karena lebih aman.
CIANJUR
Siapa sih yang tidak kenal jalur utama Bandung-Puncak, pasti akan melewati Cianjur. Jalur Cianjur sendiri mulai ramai sedari subuh, selain oleh truk pengangkut galian tambang tipe C, disepanjang jalur ini juga terdapat beberapa objek wisata ataupun sekedar tempat beristirahat. Tidak jarang subuh atau pagi-pagi sekali bus-bus pariwisata ataupun truk peleton yang disewa sudah lalu-lalang di sekitaran sini. Semakin siang lalu lintas semakin ramai dari kedua arah (Cianjur-Bandung ataupun sebaliknya). Kesimpulan singkatnya untuk jalur ini adalah tidak perlu khawatir apabila kebetulan melintas disini meskipun lewat tengah malam, lalu lintasnya masih dapat dikatakan ramai, yang perlu diwaspadai adalah pengemudi lain yang memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi dan dengan seenaknya melanggar lalu lintas. Selain itu, karena disepanjang jalur ini juga penerangan jalannya kurang baik, maka kita harus waspada terhadap sepeda motor yang juga sedang melintas ataupun yang tiba-tiba menyebrang atau yang keluar dari jalan kecil di kiri-kanan jalan, terutama bila malam Minggu, cukup banyak sepeda motor yang melintas dan tidak sedikit juga yang melanggar lalu lintas. Semakin malam jalur ini akan didominasi oleh bus malam, truk pengangkut batu dan pasir, dan kendaraan pribadi. Sedangkan untuk angkutan kota dan delman tidak akan ditemui di jalur ini apabila sudah mulai gelap. Sepeda motor tidak akan terlalu banyak dan pada umumnya hanya perjalanan jarak pendek.
Jalur lainnya yang sudah dikenal yaitu jalur utama Cianjur-Sukabumi. Jalur ini pun termasuk jalur teramai di Cianjur. Sedari Subuh lalu lintas dijalur ini sudah ramai oleh truk pengangkut batu dan pasir yang ukurannya cukup besar. Menjelang pagi hari, sudah mulai terlihat angkutan kota dan sepeda motor mendominaisi lalu lintas dan akan semakin ramai oleh kendaraan pribadi dan mulai beraktivitasnya pasar serta tempat-tempat makan disepanjang jalur ini. Jalur ini juga merupakan salah satu jalur utama menuju objek wisata Gunungpadang yang berada di Kecamatan Gekbrong. Jadi, apabila secara kebetulan melintas dijalur ini pada saat Subuh dan setelah Maghrib, maka harus siap untuk menyusul belasan truk dengan ukuran yang besar. Tidak perlu khawatir seperti melintasi jalur seperti kota mati disini, karena ada beberapa SPBU, warung makan kecil dan tukang tambal ban yang masih tetap buka meskipun sudah larut malam walau jumlahnya tidak terlalu banyak. Selain itu disini juga terdapat beberapa pabrik, pangkalan truk, vulkanisir ban, serta beberapa sarana peribadatan. Yang perlu diwaspadai bila melintas jalur ini hanya masalah penerangan jalan karena medan jalan yang cenderung menanjak terus apabila dari arah Cianjur, kondisi jalan dijalur ini cukup jelek, terdapat lubang yang cukup dalam dimana-mana dan juga debu apabila ada kendaraan lain yang melintas.
Mungkin jalur ini kurang populer diantara 2 jalur tadi, tapi sebenarnya ini adalah jalur utama dari Cianjur kota menuju daerah Selatan, tepatnya menuju jalur utama pesisir pantai Selatan Jawa Barat yang berada di Kecamatan Sindangbarang. Apabila melewati jalur ini dari arah Cianjur Kota, tepatnya dari Bundaran Terminal Pasirhayam, jalannya cukup lebar dan kondisinya baik, hanya saja penerangannya kurang. Kondisi seperti ini akan kita temui sampai ke Kecamatan Cibeber. Kondisi lalu lintas pun cukup ramai, yang mendominasi jalur ini adalah ELF dan truk pengangkut bahan galian tambang tipe C yang akan ditemui selama 24 jam. Sedangkan angkutan kota, sepeda motor, dan delman hanya ada diwaktu pagi hingga sore. Kendaraan pribadi pun biasanya melintas di jalur ini selama 24 jam tetapi jumlanya tidak terlalu banyak. Bedasarkan pengalaman di tahun 2012, tepatnya pada trip Curug Citambur 12 Februari 2012, pada hari Minggu, saya bersama teman lainnya melintas di jalur ini tepatnya dari arah Kecamatan Pagelaran menuju Terminal Pasirhayam selepas Maghrib. Kondisi lalu lintas saat itu yang searah dengan kami didominasi oleh truk pengangkut tambang ditambah dengan kondisi jalan yang sangat buruk, berlubang dan bergelombang, ditambah lagi gerimis serta tepat di perkebunan teh sebelum Kecamatan Sukanagara dan di Perkebunan teh di Kecamatan Campaka kami harus menembus kabut yang sangat tebal. Tidak ada penerangan jalan, gerimis, kabut tebal, tidak ada marka jalan, dari arah berlawanan ramai Elf dan kendaraan pribadi melintas, sangat berbahaya. Rata-rata kota kecamatan yang kami lewati malam ini sudah tidak menunjukan lagi adanya aktivitas yang ramai, hanya ada beberapa pedangang di pasar yang sedang bebenah barang dagangannya, sibuk menaikan sayuran hasil kebun ke pick up, Elf yang transit sebentar sebelum meneruskan perjalanan ke berbagai tujuan yang tidak terbayang kondisi jalannya oleh saya, beberapa truk yang berhenti serta SPBU yang juga dapat dihitung dengan jari yang juga didalamnya hanya ada beberapa truk yang sedang istirahat. Jangan berharap menemukan rumah makan apalagi mini market yang buka, karena lewat pukul 20.00 semua kegiatan disini berhenti. Sepanjang jalur Cianjur-Sindangbarang setidaknya harus melewati 4 hutan dan 2 perkebunan teh dengan kondisi medan jalan yang berliku-liku, tikungannya cukup tajam, jalan berlubang, bahkan bila musim hujan menjadi amblas dan tertutup lumpur, kabut tebal yang sering turun di beberapa tempat, serta jalur utama truk pengangkut batu, kayu, teh, dan pasir. Selain itu, minimnya sarana kelengkapan jalan seperti lampu penerangan jalan, pagar pembatas jalan yang sudah rusak, serta tidak adanya marka jalan akan menambah kesulitan untuk melintas dijalur ini. Tetapi ada yang menjadi nilai lebih dijalur ini, yaitu adanya 1 SPBU di tiap kecamatan seperti Kecamatan Sukanagara, Kecamatan Pagelaran, dan Kecamatan Tanggeung. Meskipun jaraknya berjauhan dan SPBU terakhir berada di Kecamatan Tanggeung yang masih berjarak lebih dari 30 Km ke Kecamatan Sindangbarang, tetapi setidaknya bisa bermanfaat apabila terjadi keadaan darurat. Untuk warung-warung makan sendiri, yang paling ramai berada di Kecamatan Campaka tepatnya sebelum memasuki perkebunan teh bila dari arah Cianjur, dan juga di Kecamatan Tanggeung. Warung-warung makan ini buka sampai larut malam karena memang diperuntukkan bagi supir truk yang beristirahat. Di kecamatan Sukanagara, tepatnya didalam areal hutan tidak jauh dari kota kecamatan, ada juga pangkalan truk, tetapi tidak sebanyak di Kecamatan Cempaka dan Kecamatan Tanggeung.
Jalur lainnya yang harus menjadi perhatian terpenting adalah jalur lintas Selatan Jawa Barat di bagian pesisir Kabupaten Cianjur mulai dari Kecamatan Cidaun di sebelah Timur sampai Kecamatan Agrabinta di sebelah Barat. Sepanjang Kecamatan Agrabinta sepanjang jalan didominasi oleh perkebunan kelapa dan perkebunan karet. Permukiman yang ada disekitarnya pun hanya merupakan permukiman pekerja perkebunan, sedangkan desa-desa penduduk yang lainnya berada jauh di bukit sebrang yang terpisah oleh jurang yang cukup dalam. Untuk sampai ke desa-desa diluar dari areal perkebunan harus melewati bagian tengah dari perkebunan yang jaraknya pun cukup jauh dengan kondisi jalan yang cukup jelek, menanjak, sama sekali tidak ada penerangan dan jarang rumah-rumah penduduk menjadikan daerah ini rawan kecelakaan dan tindak kriminal. Kembali ke jalur utama, pernah saya berkesempatan melintas di jalur ini ketika sore menjelang Maghrib, suasana di sekitar permukiman masih dapat dikatakan cukup ramai. Di beberapa desa sebelum memasuki pusat keramaian kota kecamatan terlihat beberapa anak muda bergerombol di pinggir jalan lengkap dengan sepeda motornya yang sudah diotak-atik sedemikian rupa sampai tidak berupa, ada juga para pekerja perkebunan yang akan pulang, truk pengangkut barang kebutuhan sehari-hari, dan sepeda motor. Menjelang Maghrib di pusat kota kecamatan dan desa yang letaknya tidak terlalu jauh dari pusat kota kecamatan terlihat anak-anak kecil berjalan bersama menuju Masjid untuk melakukan Shalat Magrib berjamaah. Selepas Isya, biasanya kegiatan di tempat ibadah ini pun selesai. Untuk desa-desa yang letaknya tidak terlalu dekat dengan pusat kota kecamatan, biasanya selepas Isya suasana sudah mulai sepi dan jarang ditemukan warung makan yang masih buka ataupun penduduk yang melakukan aktivitas diluar rumah, sekalipun itu malam minggu. Lain halnya dengan Kecamatan Sindangbarang, sebagai kota kecamatan paling ramai di pesisir Selatan Kabupaten Cianjur. Menjelang Maghrib hingga sekitar pukul 22.00 terlihat banyak warga, terutama para pemuda/i yang berkmpul di pinggir jalan dan membentuk kelompok-kelompok masing-masing. Tempat yang paling ramai yaitu di sekitaran Jembatan Ciselang. Didaerah lainnya seperti antara Kecamatan Saganten-Kecamatan Agrabinta daerahnya merupakan perkebunan karet yang tidak ada penduduknya sama sekali, sehingga jangankan menjelang gelap, ketika sore hari melewati daerah itupun, entah kenapa rasanya cukup menyeramkan. Ditambah lagi dengan kondisi jalan yang berliku. Ada beberapa jalan yang amblas, sehingga ketika musim hujan, jalan yang amblas tadi akan terisi oleh air dan lumpur dan sangat membahayakan pengguna kendaraan. Secara keseluruhan kondisi jalan di pesisir selatan Kabupaten Cianjur ini rusak berat dan disarankan tidak menggunakan kendaraan jenis sedan, jenis mini bus pun disarankan yang cukup tinggi dan sebaiknya tidak pada musim hujan. Lalu lintas dijalur ini tidak terlalu ramai ketika sore, tetapi hingga larut malam bahkan Subuh, truk pengangkut kayu, pasir, batu, bahkan bahan kimia serta Elf terus melintasi jalur ini. Warung pun hanya ditemukan 1 didalam perkebunan karet, dan itupun kesannya sedikit ‘berbeda’ dan hanya menggunakan lampu dengan Watt kecil, selebihnya? ada beberapa toko kelontong dan mini market yang masih tetap buka hingga pukul 22.00.
Seperti yang sudah disebutkan, jalur ini merupakan jalan pintas untuk menuju Bandung. Jalur ini berada di Kecamatan Tanggeung-Kecamatan Pasirkuda yang berbatasan langsung dengan Desa Cisabuk Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung. Bila melalui jalur ini dari arah Kecamatan Tanggeung, maka kondisi jalannya akan menanjak terus hingga tepat didepan Wana wisata Curug Citambur di Desa Karangjaya, Kecamatan Pasirkuda, Kabupaten Cianjur. Kondisi jalannya mulus untuk klasifikasi jalan desa, lebar jalannya untuk ukuran 2 truk berpapasan sangat pas bahkan sudah mentok. Tanjakannya bervariasi mulai dari tanjakan yang biasa saja hingga tanjakan yang cukup berat yang dipadukan dengan tikungan tajam. Bila sore, kebanyakan warga disekitar sini melakukan aktivitas di tempat ibadah, bermain sepakbola, merapihkan warung dan pasar dan menjelang selepas Maghrib sudah tidak akan ditemui lagi aktivitas warga diluar rumah. Udara yang dingin berkabut dan sekeliling desa yang berupa lahan sawah, tebing tinggi dan jurang yang membuat penduduk disini lebih memilih untuk beraktivitas didalam rumah ketika sudah gelap. Kendaraan yang lewat disini didominasi oleh truk dari pagi hingga pukul 21.00. Lebih daru pukul 21.00 biasanya sudah jarang truk yang melintas. Truk yang melintas disini pun hanya sampai di perbatasan dengan Desa Cisabuk karena medan menuju Desa Cisabuk tidak memungkinkan truk untuk melintas. Ditambah lagi tidak ada penerangan jalan selain dari rumah-rumah penduduk, hal ini akan sangat membahayakan pengemudi apalagi jika kabut atau hujan turun.
Jalur yang satu ini sudah tidak akan asing lagi, jalur Cianjur-Cipanas-Pacet-Cisarua. Jalur utama Bandung-Jakarta sebelum adanya Tol Cipularang yang langganan setiap Sabtu-Minggu pasti macet dan harus diberlakukan sistem buka-tutup jalan yang efeknya bisa sampai Jakarta dan Cianjur. Terakhir kali saya melintas kesini pada November 2012, Sabtu pagi tepatnya saya bersama 3 teman lainnya melintas dijalur ini dengan tujuan Pacet. Pagi sekali saya berangkat dari Bandung karena sudah hafal betul jalur yang akan saya lewati itu semakin siang akan semakin ramai. Benar saja, mulai dari Padalarang-Citatah-Cipatat jalanan ramai dengan truk dan bus lintas kota yang kebanyakan dari arah Sukabumi dan Cianjur menuju Timur, sedangkan truk ramai di kedua arah. Tiba di Kota Cianjur sudah disambut dengan pusat-pusat perbelanjaan yang sudah mulai buka, angkot-angkot yang mulai ngetem disana-sini, mobil-mobil pribadi yang mulai hilir-mudik dijalanan sampai sedikit mengantri ketika sudah masuk jalur Cianjur-Cipanas. Sesampai di Cipanas, kondisi lalu lintas lengang, tidak ada antrian dari efek sistem buka tutup jalan, malah saya yang sempat salah jalan bisa dengan leluasa berkali-kali putar arah di dekat Istana Cipanas. Menjelang siang semakin ramai, tetapi sampai malam kondisi lalu lintasnya normal, tidak ada lagi antrian kendaraan yang berhenti total sampai berjam-jam seperti waktu saya kecil (lama banget, jalan udah banyak atuh sekarang mah), menjelang tengah malam, kondisi jalan malah semakin sepi, pasar sudah tutup hanya ada beberapa mini market dan warung-warung yang menyediakan jagung bakar dan makanan ringan lainnya yang masih buka & memang yang seperti ini buka 24 jam. Kendaraan yang melintas pun tetap ada selama 24 jam hanya jenis dan frekuensinya saja yang berbeda. Yang paling banyak melintas disini sampai larut malam bahkan Subuh adalah bus-bus antarkota dan sepeda motor. Untuk angkutan kota sudah tidak ada, mulai ada menjelang Subuh bertepatan dengan dimualinya aktivitas di pasar. Pada hari Minggu, tepatnya siang menjelang sore, dengan cuaca habis hujan deras dan masih gerimis, kembali saya melintasi jalur Cipanas-Cianjur. Kondisi jalan di perbatasan Cipanas dengan Cianjur sudah mulai ramai oleh kendaraan pribadi yang menuju Cianjur kota, sedangkan dari arah berlawanan menuju Cipanas cukup sedikit, hanya ada beberapa mobil pribadi, sepeda motor, dan angkot. Hampir tiba di bunderan Cianjur-Cipanas-Sukabumi, kami terjebak macet, memang belum parah, tetapi semakin sore akan semakin parah. Kemacetan terjadi akibat banyaknya pusat perbelanjaan dan rumah makan di kanan-kiri jalan sehingga lalu lintas sedikit terhambat oleh kendaraan yang keluar-masuk pusat pertokoan dan tempat makan tadi. Ditambah lagi angkot yang mencari penumpang dan kendaraan yang memotong jalan untuk masuk ke jalan kecil. Selepas Cianjur, tepatnya di jalur Ciranjang-Padalarang jalanan juga sudah mulai ramai, terutama oleh truk-truk pengangkut batu kapur dan pasir sehingga cukup menghambat perjalanan. Pasar Ciranjang, Pasar Rajamandala, pertigaan Bendungan Saguling-Rajamandala-Citatah juga menjadi titik-titik penyebab antrian kendaraan, bahkan kemacetan dari siang hingga sore hari. Ketika malam, daerah-daerah ini akan kembali lengang. Sore menjelang malam, arah menuju Padalarang biasanya sudah sedikit mengantri karena banyaknya truk berukuran besar dan bus yang melintas di medan tanjakan, sehingga jalannya cukup pelan dan menghambat kendaraan lain yang lebih kecil.
SUKABUMI
Setiap saya masuk Kota Sukabumi, selalu diantara pukul 07.00-09.00 dan jika malam selalu sekitar pukul 20.00-22.00 dan entah kenapa selalu dapat macet. Sekitar pukul 07.00-08.00 sudah mulai banyak angkot yang lalu-lalang dan mengetem di daerah Sukaraja. Selain itu kondisi jalan mulai dari Sukaraja hingga dekat pusat pertokoan dekat alun-alun rusak parah dikedua ruas, sehingga semua kendaraan harus berjalan pelan-pelan. Terakhir saya melintas disini adalah akhir Desember 2013 kemarin dan sudah mulai sebagian di beton. Tteapi kondisi jalan yang belum dibeton, rusak sangat parah dan sudah bukan aspal lagi melainkan lumpur. Rusaknya jalur ini (kerusakan sudah mulai ada sejak di Kecamatan Warungkondang di Kabupaten Cianjur-Kecamatan Sukaraja di Kota Sukabumi) karena banyak sekali truk dari yang berukuran kecil hingga besar pengangkut batu, pasir, dan hasil industri lainnya di jalur ini. Untuk pertokoan dan kegiatan lainnya di Kota Sukabumi dimulai pukul 08.00 hingga pada pukul 21.00, sehingga diluar jam tersebut, kegiatan disekitar jalan ini tidak terlalu ramai.Dari Kota Sukabumi menuju Jalan Pelabuhan 2 melalui Objek Wisata air panas Cikundul lalu lintasnya relatif sepi, yang banyak melalui jalur ini selama 24 jam hanya truk-truk besar, termasuk truk sampah dan sepeda motor. Mobil pribadi cukup jarang yang melalui jalur ini. Kondisi jalannya sendiri cukup lebar tetapi rusak parah, bahkan ada yang amblas tepat di tanjakan ketika Desember 2013 lalu. Bila malam, jalur ini sangat sepi dan minim penerangan, sehingga harus berhati-hati agar tidak menghantam lubang dan jalan amblas.
Dari Jalan Pelabuhan 2, tepatnya di Kecamatan Baros, maka jalur akan bercabang, 1 menuju ke Terminal Lembur Situ dan sekaligus jalur utama menuju Kecamatan Palabuhanratu dan 1 lagi menuju ke Kecamatan Nyalindung, Kecamatan Sagaranten. Jalur yang akan dibahas terlebih dahulu adalah yang menuju Kecamatan Sagaranten. Pada bulan April 2013 saya melintas ke jalur ini pada hari Sabtu. Tiba di Kecamatan Nyalindung masih sekitar pukul 09.00 dan kondisi jalannya sudah mulai sepi. Hanya ada Elf dan angkot yang melintas disini. Kondisi jalannya cukup sepi di kanan-kiri jalan memang terapat rumah-rumah penduduk tetapi keadaannya sepi, keramaian hanya ada di termimal dan beberapa tempat makan yang memang sekaligus dijadikan tempat beristirahat supir truk. Untuk angkutan kota dan Elf memang cukup banyak yang melintas tetapi hanya sampai di Terminal Purabaya di Kecamatan Purabaya. Selepas itu, hanya ada beberapa Elf dan sepeda motor. Truk pada pagi hingga sore hari tidak terlalu banyak melintas, mungkin hampir tidak ada, tetapi ketika gelap, maka truklah yang akan paling banyak melintas disini.
Memasuki Kecamatan Pabuaran, lalu lintas semakin sepi, di kanan dan kiri jalan juga kebanyakan merupakan lahan hutan pinus, kebun, sawah, serta tempat penyimpanan kayu hasil penebangan. Memasuki Kecamatan Sagaranten suasananya sedikit lebih ramai, terlebih lagi di pusat kotanya yang juga sekaligus persimpangan menuju Kecamatan Curugkembar dan yang kearah Kecamatan Cidolog. Jalur menuju Kecamatan Cidolog didominasi oleh sawah dan kebun, rumah-rumah penduduk pun jaraknya cukup berjauhan.
Meskipun masih sore, tetapi sangat sedikit penduduk yang beraktivitas, hanya ada beberapa warga yang berkumpul didepan rumah di Desa Cidolog, ditambah lagi sehabis hujan. Selepas Kecamatan Cidolog menuju Kecamatan Tegalbuleud, jalan mulai menanjak dan akan memasuki areal hutan jati yang luasnya hingga ke perbatasan dengan Kecamatan Cibitung dan Kecamatan Surade. Dijalur ini juga mengalir Sungai Cikaso yang bermuara di pesisir Kecamatan Tegalbulued. Menjelang sore hari, Kecamatan Tegalbuleud sudah lebih sepi dibandingkan Kecamatan Cidolog, kegiatan warga hanya berada di pasar dan terminal serta dihalaman rumah masing-masing. Dari pusat Kecamatan Tegalbuleud menuju jalur pesisir pantai Selatan Jawa Barat, kita akan memasuki 1 lagi areal perkebunan yang cukup luas, yaitu perkebunan kelapa yang didalamnya hanya terdapat beberapa gubug kayu sebagi rumah tinggal pekerja perkebunan. Tidak ada penerangan jalan, tidak ada marka jalan, tidak ada papan penunjuk jalan, tidak ada toko, warung, dan warung makan didaerah ini sekalipun hari masih sore, sekitar pukul 15.30.Di daerah yang dekat dengan pantai, masih bisa terlihat beberapa pekerja tambang pasir mulai bersiap pulang. Kendaraan yang melintas disini hampir tidak ada, memang jalur pesisir pantai Selatan Jawa Barat sangat sepi bila dibandingkan dengan jalur Pantura.
Ruas jalan utama Kota Sukabumi-Kecamatan Palabuhanratu merupakan jalur teramai selain jalur Bogor-Sukabumi dan Cianjur-Sukabumi. Jalur ini didominasi oleh angkutan kota, sepeda motor, mobil-mobil pribadi, mini bus, serta beberapa Elf. Pada pasar-pasar dan terminal pada umumnya laju kendaraan sedikit terhambat karena banyak yang sekaligus merupakan terminal angkot dan ada pula yang disebabkan karena angkot yang menunggu hingga penumpangnya penuh. Angkutan kota ini akan dapat kita temui hingga Kecamatan Palabuhanratu. Jadi, selain mini bus dan Elf berbagai jurusan, sepanjang jalur ini juga akan kita temui angkutan kota. Selain angkutan umum, tidak jarang ada juga bus ataupun travel-travel yang melintas dijalur ini karena memiliki beberapa objek wisata yang cukup ramai dikunjungi yaitu beberapa pantai di Kecamatan Palabuhanratu dan Kecamatan Cisolok, serta objek wisata minat khusus rafting yang terletak di Desa Citarik, Kecamatan Palabuhanratu. Sepanjang jalan akan kita temui mini market, warung makan, beberapa SPBU, terminal, Masjid yang cukup ramai hingga larut malam. Menjelang malam, apabila hari Minggu, kendaraan paling banyak melintas dari arah Kecamatan Palabuhanratu menuju Kota Sukabumi, tetapi bila hari Sabtu menjadi kebalikannya. Jalanan akan menjadi lebih terhambat lagi apabila jam pergantian shift pabrik-pabrik yang berada di Kecamatan Cikembar dan juga pada jam bubar sekolah yang ada disepanjang jalur ini. Memasuki Kecamatan Palabuhanratu, kondisi jalan akan mulai ramai, terutama hingga ke Pantai Citepus yang merupakan objek wisata andalan Kecamatan Palabuhanratu. Dari pagi hingga sore, jalanan akan ramai dengan berbagai macam kendaraan, termasuk beberapa truk.
Setelah gelap, barulah kondisi lalu lintas sedikit lebih lengang, mini bus dan Elf pun sudah tidak terlalu banyak terlalu banyak, yang ada hanya kendaraan pribadi dan beberapa sepeda motor. Kondisi jalan Jalur Simpenan-Pal Tilu merupakan jalur utama menuju Kecamatan Ciemas, tempat yang menjadi salah satu lokasi Geopark di Jawa Barat, Geopark Ciletuh. Kondisi jalannya tidak jauh berbeda dengan jalan utama dari Kota Sukabumi-Kecamatan Palabuhanratu, tetap sempit, berkelok-kelok, di kanannya tebing dan kirinya jurang hanya saja tanjakannya lebih berat dan disepanjang jalurnya sangat jarang ditemukan permukiman hingga mulai memasuki Kecamatan Kiaradua. Disini kita akan memasuki areal hutan yang di sisi kiri jalan merupakan jurang yang langsung menghadap ke Lembah Cimandiri. Terakhir kali melintas di jalur ini pada pertengahan November lalu kondisi jalannya sudah jauh lebih baik dibandingkan pada Mei 2013 lalu. Kondisi jalannya dari Kecamatan Kiaradua hingga hutan sudah diaspal. Kendaraan yang melintas disini lebih banyak truk berbagai ukuran, kendaraan pribadi, kemudian sepeda motor. Sama dengan daerah lainnya, apabila menjelang sore hari, sudah tidak terlalu banyak aktivitas warga diluar rumah, hanya ada beberapa warung sebagai tempat berhenti truk. Semakin malam kendaraan yang banyak melintas hanya truk, itupun tidak sebanyak jika siang dan sore hari. Dari Pal Tilu menuju Desa Ciemas, suasana sepi mulai terasa ketika menjelang Maghrib. Sebagian lahan di sekeliling Desa Ciemas dan Perkebunan Teh Bojongasih merupakan perkebunan teh dan perkebunan karet. Selepas Desa Ciemas, tepatnya menuju Kampung Pasirangin, sepanjang jalannya merupakan perkebunan karet dan perkebunan buah naga dengan kontur berbukit-bukit serta tidak ada permukiman dan penerangan jalan. Kondisi jalan sudah cukup bagus, tetapi bila hujan turun akan licin, terutama di sekitar perkebunan buah Naga karena ada satu titik yang tanahnya longsor terbawa air hingga menutupi jalan dan menjadi semakin icin. Angin disini juga sangat kencang, karena merupakan daerah yang berada di puncak bukit yang berbatasan langsung dengan Teluk Ciletuh. Sepanjang Desa Ciemas-Kampung Pasirangin merupakan jalur paling sepi meskipun siang hari. Sesekali hanya ada Elf dan sepeda motor yang melintas, sedangkan kendaraan pribadi ada juga yang melintas meskipun tidak seberapa banyak. Pusat kota Kecamatan Ciemas menjadi lokasi paling ramai diantara daerah lainnya, disinilah terdapat terminal tipe C Kecamatan Ciemas dan kantor-kantor pemerintahan lainnya. Lokasi ini juga menjadi titik pertemuan dari 3 lokasi, yaitu jalur dari Kecamatan Lengkong-Kecamatan Waluran-Kecamatan Ciemas, jalur ke-2 yaitu jalur Desa Ciwaru-Desa Tamanjaya-Kecamatan Ciemas dan jalur terakhir yaitu jalur Kecamatan Kiaradua-Pal Tilu-Desa Ciemas-Kecamatan Ciemas. Apabila menjelang gelap, semua kegiatan sudah tidak terlalu ramai, bahkan kantor polisi Kecamatan Ciemas pun sudah sangat sepi, hanya ada beberapa warung kecil yang buka menuju arah Desa Tamanjaya. Jalur menuju Desa Tamanjaya merupakan jalur tersulit dengan tanjakan dan tikungan yang sulit dan kondisi jalan yang sangat rusak parah bahkan ada beberapa tebing yang longsor bila musim hujan. Jalur ini memutari Gunung dan disekitar Bukit Panenjoan kabut tebal sering sekali turun. Tidak disarankan untuk melintas dijalur ini setelah pukul 17.00, karena selain suasana jalannya sangat sepi, tidak ada penerangan jalan sama sekali untuk melewati jalan yang rusak parah ditambah dengan medan yang sulit. Hingga larut malam, hanya truk pengangkut kayu yang melintas disini. Apabila hari masih terang, beberapa truk pengangkut bahan makanan dan hasil perkebunan yang ukurannya cukup besar akan sering kita temui dijalur ini. Menjelang sore, akan banyak ditemui truk menuju kearah Kecamatan Ciemas, tetapi di pagi dan siang hari, truk akan masuk ke Desa Ciwaru. Pusat Desa Ciwaru merupakan pusat keramaian warga yang berada disekitar pesisir Pantai Palangpang dan sekitarnya. Ketika Sabtu malam, daerah ini sangat ramai oleh warga desa yang berjalan kaki memenuhi jalanan disekitar pasar. Tetapi hal ini hanya sampai pukul 21.00, setelah itu, warga akan kembali ke rumahnya masing-masing ataupun berkumpul dirumah salah satu temannya. Jalur Desa Ciwaru-Puncak Darma-Desa Girimukti merupakan jalur terparah. Untuk mencapai pesisir Pantai Palangpang, kita setidaknya harus melalui 2 jembatan yang kondisinya sudah tidak layak, selain itu kondisi jalan menuju Curug Cimarinjung hingga Puncak Darma yang berupa tanah merah akan berubah menjadi lumpur yang sangat tebal. Jangan pernah melintas dijalur ini ketika sudah mulai gelap apalagi dalam kondisi hujan, karena hanya ada 2 rumah dengan jarak sangat berjauhan di sepanjang jalur ini. Rumah-rumah penduduk akan ada di Desa Neglasari, tepat dipuncak bukit, Tidak ada penerangan, sangat rawan kecelakaan, tidak ada rumah penduduk. Padahal jalur ini bisa menjadi alternatif jalur untuk ke Desa Ciwaru selain melalui jalur Desa Tamanjaya.
Jalur Gunungguruh-Jampangtengah merupakan jalur paling ramai yang dilewati oleh truk. Bila siang hingga sore hari, banyak sekali angkutan umum, sepeda motor, Elf, dan truk sedang bahkan kendaraan pribadi yang lewat didaerah ini. Jika malam tiba, hampir didominasi oleh truk pengangkut kayu, batu kapur, maupun truk lainnya bahkan hingga Subuh. Pada umumnya, truk ini hanya sampai di Bojonglopang, selepas Bojonglopang, tepatnya mulai dari Kecamatan Lengkong hingga Kecamatan Ciracap di paling ujung, lalu lintas didominasi oleh truk tetapi tidak terlalu banyak. Bila malam Minggu disepanjang Kecamatan Jampangtengah hingga mendekati Pasar Pangleseran kita akan menemui cukup banyak warung-warung kecil dengan penerangan yang cukup minim, biasanya untuk persinggahan truk. Terminal Bojonglopang merupakan daerah yang masih bisa disebut ramai hingga cukup malam, selepas itu, suasana jalan akan kembali sangat sepi dan minim penerangan karena memasuki perkebunan teh Lengkong hingga pertigaan Kecamatan Lengkon-Kecamatan Waluran-Kecamatan Jampangkulon. Dari pertigaan ini kita akan melewati areal hutan yang masih cukup lebat diwilayah administrasi Kecamatan Jampangkulon. Memasuki Kecamatan Jampangkulon hingga ke Kecamatan Surade dan sebagian Kecamatan Ciracap, suasana akan kembali sedikit ramai karena jarak kota kecamatan ketiganya tidak terlalu jauh dan juga disini terdapat cukup banyak objek wisata, diantaranya objek wisata Air Terjun Cikaso, Cigangsa, Ciruti, Pantai Minajaya, Pantai Ujunggenteng, Pantai Pangumbahan, Pantai Ombaktujuh. Tidak jarang beberapa pengunjung ada yang memilih untuk memasuki tempat-tempat wisata tersebut pada dini hari dan Subuh, meskipun pada umumnya sore hari sudah berada di kawasan wisata. Jenis kendaraan yang mulai terlihat dari Kecamatan Jampangtengah hingga kawasan wisata Pantai Ujunggenteng pun sudah cukup beragam mulai dari sepeda motor, kendaraan pribadi jenis mini bus, mini bus, Elf, hingga truk yang memang kendaraan yang melintas setiap saat selama 24 jam di jalur ini.Tetapi, bila menjelang malam hari, kendaraan yang melintas di jalur ini memang masih didominasi oleh truk.
Bila di Kecamatan Lengkong kita mengambil jalur menuju Kecamatan Waluran kemudian ke Kecamatan Ciracap dan Kecamatan Ciemas di paling akhir, maka selepas pukul 19.00 hampir semua kendaraan yang melintas disini adalah truk-truk pengangkut kayu, hasil kebun, pasir, batu dll berbagai ukuran. Sangat jarang bahkan hampir tidak ada sepeda motor yang melintas disini diatas pukul 19.00, kendaraan pribadi pun sangat jarang. Jalur ini merupakan jalur utama penghubung Kecamatan Ciemas dengan kecamatan-kecamatan lain dengan akses jalan yang lebih mudah dibandingkan bila melalui Pal Tilu. Sampai di pertigaan Kecamatan Waluran-Kecamatan Ciracap-Kecamatan Ciemas tepatnya ditengah-tengah areal perkebunan karet, truk sudah tidak teralu sering ditemui, karena beberapa lokasi perhentian truk ada disekitar Kecamatan Ciracap. Setelah pertigaan ini, baik yang kearah Kecamatan Ciracap maupun Kecamatan Ciemas sudah akan jarang ditemui kegiatan penduduk diluar rumah diatas pukul 20.00.
KABUPATEN BANDUNG BARAT
Mungkin ini jalur yang akan ramai terus sepanjang malam Minggu, karena merupakan jalur lintas utama dari Kota Bandung dan Kota Cimahi untuk menuju kearah Barat. Jalur-jalur disini ramai dengan beberpa tempat makan dan SPBU, serta PKL sampai larut malam karena hampir semua jalur di Kabupaten Bandung Barat ini dilewati oleh truk, baik yang menuju ke Padalarang, Citatah, Batujajar, Ngamprah, Cililin, hingga kedaerah Cipongkor. Selain truk, Elf yang menuju Gununghalu dan Bunijaya mulai ramai ketika menjelang sore. Selain angkutan umum, tidak sedikit juga sepeda motor yang menuju kearah Gununghalu, Bunijaya, Rongga yang melintas disini setelah gelap. Di Kecamatan Cililin, Desa Cihampelas, Kecamatan Cipongkor sendiri tidak jarang diadakan pasar malam, sehingga daerah-daerah tersebut akan tetap ramai hingga hampir larut malam. Kendaraan yang melintas pun berbagai macam, tetapi lebih didominasi oleh sepeda motor.
Berbanding terbalik dengan jalur Desa Bunijaya – Desa Cibanggala di Kecamatan Gununghalu yang juga merupakan perbatasan dengan Desa Cempakawarna di Kecamatan Cempaka Kabupaten Cianjur. Kondisi jalan sepanjang Kecamatan Sindangkerta-Kecamatan Rongga-Kecamatan Gununghalu cukup rusak, dengan beberapa jalan yang amblas dan berlumpur ketika musim hujan, berlubang, bahkan longsor. Ditambah lagi dengan luas jalan yang cukup sempit. Meskipun lebar jalan sempit tetapi arus lalu lintas cukup ramai dengan berbagai jenis kendaraan menjelang malam dari arah Kecamatan Batujajar-Kecamatan Cililin-Kecamatan Gununghalu.
Jalur lainnya, yaitu jalur Desa Bunijaya di Kecamatan Gununghalu dapat dikatakan cukup bagus dan merupakan desa yang sukup ramai. Desa Bunijaya merupakan desa yang termasuk ramai terakhir sebelum akhirnya jalur menuju Desa Sirnajaya-Desa Tangsijaya di Kecamatan Gununghalu Kabupaten Bandung Barat yang berbatasan dengan Desa Lebakmuncang di Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Kondisi jalan dari Desa Bunijaya sampai ke batas akhir perkebunan teh Montaya cukup baik, aspal yang masih mulus, jalan yang berkelok-kelok, sempit, tidak ada penerangan jalan. Selepas perkebunan teh Montaya, memasuki hutan pinus dengan kondisi jalan yang rusak parah, medannya menanjak hingga ke puncak perbukitan, setelah itu, jalan akan terus menurun dengan kondisi yang semakin parah hingga memasuki Desa Cilangari, Kabupaten Bandung Barat. Sepanjang jalan dimulai dari area hutan pinus hingga ke perbatasan Desa Campakawarna – Kecamatan Sukanagara akan sering kita temui warga yang meminta sumbangan sukarela sebagai pengganti upaya mandiri perbaikan jalan. Kondisi jalan disepanjang hutan pinus merupakan jalan menanjak dengan jurang yang cukup dalam dengan aliran Sungai Cidadap disaranya. Kendaraan yang melintas disini kebanyakan adalah sepeda motor dan truk pengangkut barang hingga ke Desa Cilangari. Suasana di Desa Cilangari sendiri cukup sepi. Warga disana kebanyakan pergi berladang dan ke sawah dikala siang hingga sore, sementara yang lainnya lebih memilih untuk berkumpul di depan rumah ataupun menarik ojek. Setelah Desa Cilangari, tidak akan ditemukan lagi truk-truk besar pengangkut barang kebutuhan sehari-hari, sepeda motor pun cukup jarang yang melintas. Kondisi jalan yang menurun terus dengan bebatuan cukup besar berserakan menyebabkan jalan menjadi sedikit licin, terlebih lagi bila musim hujan, jalan tersebut akan dipenuhi oleh lumpur dan batu-batu yang berserakan. Sebaiknya tidak melewati jalur ini di musim hujan, ketika sudah mulai gelap, dan sebaiknya melewati jalur ini dari arah Kabupaten Bandung Barat menuju Kabupaten Cianjur.
Jalur lainnya adalah jalur Desa Bunijaya-Desa Sirnajaya-Desa Tangsijaya di Kecamatan Gununghalu. Di Desa Bunijaya,jalur utama akan melewati area pabrik teh Perkebunan Montaya. Selepas pabrik teh, jalur memasuki Desa Sirnajaya dengan permukiman penduduk yang cukup banyak di pinggir jalan. Tetapi, bila hari telah mulai sore, penduduk disini lebih memilih untuk beraktivitas didalam rumah dan mengunci pintu serta jendela. Penerangan jalan masih ada disekitar permukiman penduduk. Desa Sirnajaya sendiri tidak terlalu besar. Selepas Desa Tangsijaya, permukiman penduduk akan digantikan dengan hamparan sawah di kanan jalan lengkap dengan Sungai Cidadap yang mulai melebar dan pemandangan Gunung Masigit yang kerucut di kejauhan dan tebing yang rawan longsor di sisi kiri jalan. Setelah itu, jalan akan memasuki hutan yang cukup lebat dan tidak ada permukiman penduduk. Baik siang maupun sore menjelang malam, kendaraan yang melintas di jalur ini sangat jarang. Kebanyakan yang melintas disini adalah sepeda motor, itu pun jumlahnya sangat terbatas. Memasuki Desa Tangsijaya, permukiman penduduk mulai terlihat dan suasana cukup ramai, karena ada beberapa sekolah dan juga tempat-tempat kegiatan lainnya. Kondisi jalan masih tetap bebatuan dan lubang yang cukup besar hingga ke perbatasan dengan Kabupaten Bandung. Disarankan untuk tidak melintas di jalur ini apabila hari sudah mulai gelap. Selain lalu lintasnya sepi, kondisi jalan yang sangat buruk dengan jurang di pinggir jalan serta tidak adanya penerangan jalan sama sekali akan sangat membahayakan pengendara kendaraan.
Jalur Desa Balegede-Desa Cidaun merupakan jalur yang berada diantara dua deretan tebing di Selatan Kabupaten Bandung. Jalur ini memiliki tikungan dan tanjakan tersulit diantara semua jalur lintas Tengah-Selatan di Kabupaten Bandung, Garut, Tasikmalaya, Sukabumi, Ciamis, dan Kabupaten Bandung Barat. Memasuki wilayah perbatasan dengan Kabupaten Bandung, kita akan langsung memasuki hutan yang cukup rapat, tidak jarang kabut tebal sudah turun semenjak siang hingga malam. Jalur ini cukup berbahaya bila dilewati pada malam hari bagi yang belum pernah melintas di jalur ini sebelumnya. Tikungan-tikungan yang terdapat di jalur ini merupakan tikungan yang sangat sulit diantara semua jalur lintas tengah-Selatan karena memang konturnya yang berada tepat diantara dua tebing curam yang berjajar ke Selatan. Jalur akan menurun terus dari puncak bukit sekaligus lereng gunung hingga ke dasar bukit dan menyebrangi Jembatan Cipandak kemudian jalur akan kembali menanjak hingga ke puncak bukit lainnya dan akan kembali menurun hingga ke pesisir di Kecamatan Cidaun. Jalurnya sendiri akan tetap menanjak dengan tikungan yang sangat tajam, tidak ada penerangan jalan selain dari lampu-lampu rumah penduduk, dan kabut tebal akan mulai turun selepas Maghrib. Menjelang malam, kendaraan yang melintas disini kebanyakan adalah sepeda motor, itupun dengan jumlah yang tidak terlalu banyak.
KABUPATEN BANDUNG
Kabupaten Bandung memiliki jalur dengan kondisi jalan dan kelengkapan yang cukup baik bila dibandingkan dengan jalur di Kabupaten lainnya, tetapi juga memiliki tingkat kerawanan kriminalitas yang cukup tinggi, seperti misalnya di jalur Kecamatan Sukamenak-Kopo-Katapang hingga Kota Soreang serta di Kecamatan Baleendah-Kecamatan Dayeuhkolot-Desa Bojongsoang-Kecamatan Ciparay-Kecamatan Majalaya-Kecamatan Banjaran-Kecamatan Pangalengan. Daerah-daerah tersebut cukup rawan dari kejahatan genk motor ataupun tindak kriminal lainnya. Oleh karena itu setelah pukul 21.00 baik di pasar ataupun terminal, apakagi di areal permukiman penduduk sudah jarang terlihat aktivitas warga, kecuali beberapa pemuda yang terlihat berkumpul di salah satu rumah, warung kecil, bahkan dipinggir jalan. Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Pangalengan di Kabupaten Bandung sendiri meskipun memiliki daya tarik pariwisata cukup kuat, tetapi suasanya di malam Minggu tidak sampai menjadi seramai dan semeriah Kota Bandung. Kebanyakan pengunjung lebih banyak menghabiskan waktunya didalam resort/tempat menginap/beberapa tempat pemandian air panas. Masih sangat jarang tempat hiburan seperti cafe apalagi karoke di 2 tempat ini seperti halnya di Kecamatan Lembang dan sebagan Kecamatan Parongpong.
Jalur Pangalengan-Talegong merupakan jalur yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Garut dan merupakan jalur utama menuju objek wisata Pantai Rancabuaya di Kabupaten Garut. Jalannya sendiri, cukup bagus, sudah ada marka jalan, beberapa penerangan jalan, dan mulus. Jalur ini akan melewati perkebunan teh, pabrik, dan perumahan pegawai perkebunan teh Cukul. Selepas perkebunan teh Cukul, jalur ini akan bercabang 2 tepat setelah Polsek Talegong. Cabang jalur yang kearah kiri, merupakan jalan lama dan kondisinya sangat rawan longsor. Hujan yang turun terus menerus akan menyebabkan beberapa titik longsor, mulai dari longsor yang membawa material tanah, ranting pohon, air, hingga batu yang cukup besar. Selain itu, jalannya sendiri rawan longsor dan amblas. Tepat di sisi kiri jalan, merupakan jurang yang sangat dalam yang jauh dibawahnya mengalir sungai yang cukup deras. Kabut tebal juga sering turun didaerah ini. Cabang jalur yang kearah kiri merupakan jalur yang melewati jalan baru, yang pembangunannya dilakukan dari tahn 2009 dan baru rampung seluruhnya pada tahun 2012. Jalan ini jauh lebih lebar dibanding jalur lama dan dibangun dengan mengeruk sebagian lahan perkebunan teh dan dibangun tepat berada diatas tebing yang berada di sisi kanan jalur lama, yang pada beberapa titiknya mengalami longsor yang cukup parah. Bahkan jalur inipun sempat longsor pada beberapa minggu yang lalu akibat curah hujan yang tinggi. Menjelang Maghrib, sudah tidak ada penduduk yang beraktivitas diluar rumah tetapi lalu lintas masih cukup ramai, terutama oleh Elf dan sepeda motor yang biasanya touring menuju Kabupaten Garut. Sebaiknya tidak melewati jalur ini dimusim hujan, karena selain sangat rawan longsor di kedua jalur (jalur lama dan jalur baru), jalan licin, serta kabut yang sangat tebal yang akan mebahayakan perjalanan apabila belum terbiasa melewati jalur seperti ini. Tetapi untuk melintas di jalur ini dapat menggunakan kendaraan jenis mini bus biasa karena memang kondisi jalannya sudah cukup bagus dan mendukung.
Jalur Kecamatan Ciparay-Kecamatan Kertasari-Kecamatan Pangalengan merupakan jalur yang melewati beberapa objek wisata yang baru-baru ini mulai ramai dikunjungi, diantaranya pendakian Gunung Rakutak dan Situ Cisanti. Sedangkan objek wisata lainnya yang sudah cukup dikenal seperti makam Boscha, Geothermal Wayang-Windu, pendakian Gunung Wayang dan air panas Cibolang juga dapat dicapai melalui jalur ini. Jalur Kecamatan Ciparay pada akhir pekan tidak terlalu ramai seperti hari biasa. Lalu lintas di Kecamatan Ciparay-Kecamatan Pacet lebih didominasi oleh angkutan kota dan sepeda motor. Sedangkan di Kecamatan Ciparay sendiri, lalu lintas cukup ramai oleh delman, becak, angkutan kota, kendaraan pribadi, bahkan beberapa truk berukuran sedang juga melintas disini. Memasuki Kecamatan Pacet dan sepanjang jalur Desa Sukarame, Desa Cikitu, Desa Sukapura, Desa Cibeureum lalu lintas tidak terlalu ramai dan didominasi oleh angkutan umum, pick up, serta sepeda motor. Kondisi lalu lintas setelah Kecamatan Pacet dapat dikatakan jauh lebih sepi, selain keadaan disepanjang jalannya yang berubah secara drastis dari permukiman penduduk yang cukup padat menjadi hamparan sawah, ladang, sisa-sisa hutan di kaki bukit, aliran Sungai Citarum dan beberapa permukiman penduduk yang tidak sepadat di Kecamtan Pacet. Memasuki Kecamatan Kertasari, guna laha di sepanjang jalan sudah berubah menjadi hutan pinus yang kemudian berubah menjadi hamparan luas perkebunan teh hingga ke kaki Gunung Kendang di Selatan dan hingga kaki Gunung Wayang dan Gunung Windu di Barat. Permukiman dan desa pun berada didalam areal perkebunan teh yang sudah tertata cukup rapi dan memiliki penerangan jalan, sehingga ada beberapa ruas jalan yang mendapatkan penerangan.
Jalur ini masih cukup rawan tindak kriminal, terutama disekitar Perkebunan Purbasari dan mendekati pintu masuk PTPN VIII Pangalengan. Seluruh jalur ini berada di dataran tinggi dikelilingi perbukitan dan gunung, sehingga cuaca akan menjadi sangat dingin pada saat malam. Karena itu, sangat jarang ditemui penduduk yang beraktivitas diluar rumah setelah gelap. Jalur Sapan dan Majalaya merupakan daerah yang paling sering terkena banjir, selain itu kondisi jalannya pun cukup buruk. Jarang ada yang melewati jalur ini ketika sudah gelap, karena masih merupakan jalur yang kurang aman bila dilewati pada saat gelap. Keadaan di sekeliling yang merupakan areal pesawahan yang cukup luas dan juga merupakan kawasan industri menjadikan jalur ini cukup sepi meskipun permukiman penduduk cukup padat juga di daerah ini. Tetapi cukup jarang penduduk yang beraktivitas diluar rumah ketika menjelang malam. Jalur Kecamatan Majalaya-Kecamatan Ibun merupakan jalur utama menuju kawasan Geothermak Kamojang di Kabupaten Garut. Kondisi jalannya sendiri cukup rusak dan menanjak terus hingga tanjakan terberat yang cukup terkenal, yaitu Tanjakan Monteng di Desa Monteng, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung. Tanjakan Monteng sendiri merupakan tanjakan yang cukup panjang dan berat, tidak jarang sepeda motor yang tidak kuat melewati tanjakan ini sehingga didorong ataupun orang yang diboncengnya harus turun dan berjalan kaki sampai akhir tanjakan. Kondisi jalan di Tanjakan Monteng cukup bagus, tetapi beberapa meter setelah Tanjakan Monteng dekat dengan gerbang kawasan Geothermal Kamojang, jalan kembali rusak dan masih tetap menanjak. Tidak ada penerangan jalan selain lampu-lampu dari rumah penduduk hingga alun-alun Kecamatan Majalaya.
Jalur lainnya merupakan jalur alternatif apabila terjadi kemacetan di jalur Nagreg, yaitu melewati Desa Cijapati. Jalur ini cukup ramai ketika akhir pekan
KABUPATEN SUMEDANG
Macet dan banyak truk. Itulah suasana lalu lintas ketika melintas di jalur Bandung-Sumedang. Kemacetan dimulai dari Bunderan Cibiru, daerah ini setiap harinya, termasuk hari Sabtu dan Minggu sudah jadi langganan macet. Di hari Sabtu dan Minggu kemacetan sudah terjadi dari pukul 08.00 untuk kedua arah. Lepas dari kemacetan di Bundaran Cibiru, kemacetan lainnya pun menunggu tepat sebelum Pasar Tanjungsari hingga dekat Cadas Pangeran. Semua jenis kendaraan ada disini, mulai dari sepeda motor, kendaraan pribadi, angkot, truk dan bus berukuran besar. Sumber kemacetan yang pertama berada di Pasar Tanjungsari, kemudian di beberapa persimpangan jalan hingga dekat Cadas Pangeran. Kemacetan terjadi lagi tepat di ruas jalan yang akan memasuki Kota Sumedang, hal ini diakibatkan dari jalan masuk menuju Kota Sumedang ditutup dan seluruh arus lalu lintas utama diarahkan melalui Terminal Ciakar yang kondisi jalannya sangat jelek. Kondisi jalan yang sangat jelek ini diperparah dengan jumlah kendaraan yang melintas cukup banyak dan hampir semua jenis kendaraan melintas disini. Belum lagi beberapa persimpangan dengan lampu merah didekat Terminal Ciakar dan keluar-masuk kendaraan di Terminal Ciakar. Kemacetan terus terjadi hingga Kecamatan Nyalindung, hal ini dikarenakan banyak truk pengangkut pasir dan batu yang melintas di jalur ini setiap saat, tidak hanya pada saat lalu lintas sepi saja, tetapi ketika lalu lintas ramai pun, truk ini tetap melintas. Jalur setelah keluar dari Terminal Ciakar menuju Kecamatan Nyalindung pun menanjak dan cukup sempit. Sehingga bila banyak bus dan truk besar yang melintas ketika lalu lintas ramai, maka laju kendaraan akan sedikit terhambat, ditambah lagi kondisi jalan yang kurang bagus memperparah kemaceran yang terjadi. Pada sore menjelang malam hari, terutama pada hari Minggu, kemacetan terjadi dari arah Kota Sumedang menuju Kota Bandung dengan kondisi yang sama. Bila melintas di jalur ini, tidak perlu khawatir, karena kita masih akan menemukan SPBU dan warung-warung makan yang buka 24 jam, karena masih banyak truk dan bus malam yang melintas disini.
Jalur lainnya yaitu jalur Rancakalong-Selaawi-Citengah-Sumedang. Jalur ini biasa saya sebut “jalur belakang” karena memang letaknya berada dibalik tebing yang berada dipinggir jalan utama Tanjungsari-Sumedang. Kondisi jalan disini jauh lebih sepi dibandingkan jalur utama. Tidak ada angkutan umum yang melintas disini, hanya saja sebagian ruas jalan disini bersinggungan dengan pembangunan ruas jalan tol Cisumdawu, sehingga tidak sedikit truk yang melintas disini. Keadaan disepanjang jalan sendiri cukup sepi, tidak terlalu banyak kita temukan warung makan, tidak ada SBPU, bahkan ada ruas jalan yang berubah karena pembangunan jalan tol ini. Jika musim hujan disarankan tidak melintas di jalur ini selama pembangnan jalan tol Cisumdawu karena kondisi jalannya yang sangat sangat licin. Selaawi merupakan pertemuan jalan yang menuju Kabupaten Subang dan yang menuju ke Kota Sumedang melalui Desa Citengah. Jalur Selaawi-Citengah-Sumedang kondisinya jauh lebih baik dibandingkan jalur utama yang melewati Cadas Pangeran, hanya saja lebih sempit dan tikungannya cukup tajam, selain itu dari segi kelengkapan jalan memang masih belum layak untuk dijadikan jalur utama.
KABUPATEN KARAWANG-KABUPATEN BOGOR-KABUPATEN PURWAKARTA
Kondisi jalan dan suasananya hampir sama, yaitu dipenuhi truk di jalur utama terutama sore menjelang malam hari dan sangat sepi serta minim penerangan dijalur lintas Kabupaten dan juga jalur antar desanya tetapi memiliki kondisi jalan yang cukup baik. Jalur dari Desa Mekarbuana di Kabupaten Karawang menuju Desa Cariu di Kabupaten Bogor bisa dikatakan “jalan pintas” lintas kabupaten dengan kondisi lumayan baik (April 2013), lebar, tidak terlalu banyak lubang, tetapi sangat berdebu karena merupakan daerah yang gersang dan di kanan-kiri jalan merupakan areal sawah yang cukup luas dan tidak ada penerangan jalan sama sekai, kecuali bila ada rumah yang letaknya di pinggir jalan. Sampai di pertigaan Kabupaten Karawang-Kabupaten Bogor-Kabupaten Cianjur saya menempuh jalur menuju Kabupaten Bogor yang nantinya akan menuju Kabupaten Cianjur. Daerah yang saya lewati di Kabupaten Bogor bernama Desa Cariu. Keadaan disepanjang jalan sudah mulai sedikit ramai dibandingkan dengan keadaan sebelumnya di Kabupaten Karawang. Masih ada beberapa warung yang buka, permukiman penduduk yang cukup ramai, bahkan ada pasar malam. Kendaraan yang melintas pun sedikit ramai, sudah ada sepeda motor warga yang masih lalu lalang di jalan. Memasuki Kabupaten Cianjur, jalan semakin ramai, ada beberapa pemuda yang mengendarai sepeda motor secara berkelompok didua arah, ada truk yang mengangkut beberapa pemuda, ada juga truk pengangkut batu dan pasir yang melintas ketika saya amati selama berhenti di SPBU. Setelelah berhenti di SPBU, kondisi jalan mulai sedikit sepi dan kami mulai memasuki daerah hutan lagi. Hanya ada 2 motor saya dan motor teman saya serta 2 motor lainnya dijalur ini. Sama sekali tidak ada kendaraan lain yang melintas di kedua arah, selain itu tidak ada penerangan jalan sama sekali, gelap total. Kondisi jalan sedikit tidak rata, bergelombang dengan medan perbukitan dan tikungan yang lumayan tajam sampai melewati penangkaran rusa Cariu. Setelah penangkaran Rusa, kondisi jalan sedikit membaik, sudah mulai ada warung-warung kecil di pinggir jalan dengan penerangan sangat minim, sudah mulai terlihat beberapa rumah penduduk, tetapi lampu penerangan jalan tetap tidak ada. Tidak jauh dari penangkaran Rusa, jalan akan melewati beberapa areal pertambangan yang justru ramainya dimulai pada malam hari. Setelah melewati areal pertambangan ini, banyak truk yang melintas di kedua arah. Memasuki daerah permukiman penduduk, sudah mulai ada beberapa sepeda motor warga dan beberapa pick up yang mengangkut rombongan. Untuk informasi, diarea ini sebaiknya waspada terhadap penyebrang jalan yang seenaknya, beberapa kali motor saya hampir menabrak dan hampir jatuh karena orang yang menyebrang seenaknya. Ditambah lagi tidak ada penerangan jalan sehingga benar-benar tidak akan terlihat kalau ada orang menyebrang.
Selain itu, menurut cerita beberapa teman saya, aera ini juga rawan tindak kriminal oleh kawanan “Bajing Luncat” Selepas daerah hutan dan pertambangan, jalan akan mulai turun hingga pertigaan menuju Bendungan Cirata-Waduk Jangari-Kota Cianjur, disini sudah mulai ada penerangan jalan hingga ke “jalan baru” sebutan beberapa orang untuk pertigaan jalur Cianjur-Jonggol-Ranjamandala. Daerah yang saya lewati tadi merupakan wilayah Cikalong Kulon. Di jalan mendekati pertigaan Cianjur-Rajamandala jalan sangat lebar dengan sawah di kanan-kirinya tetapi kondisinya sangat rusak. Bahkan ada beberapa titik yang jalannya harus ditutup dan mengambil jalur berlawanan karena jalannya bolong dan amblas. Sebaiknya tidak melewati jalur ini ketika sudah mulai malam.
KABUPATEN TASIKMALAYA
Perjalanan ke Tasik sebenarnya sudah cukup sering saya lakukan sejak kecil, baik itu hanya melintas ataupun memang tujuannya ke Tasik, tapi kali ini akan saya bahas perjalanan saya melewati wilayah Tasikmalaya dari waktu yang paling dekat yaitu Januari 2013. Saya berangkat dari Bandung menuju Kota Tasikmalaya melalui jalur utama, yaitu Jalan Provinsi. Singkat cerita memasuki Kecamatan Indihiang, suasana sedikit gelap dan gerimis. Gelap, karena ternyata sedang ada pemadaman listrik di wilayah ini. Cukup luas juga areal yang terkena dampak pemadaman listrik ini, dimulai dari Kecamatan Rajapolah hingga ke perbatasan Kecamatan Indihiang-Kota Tasikmalaya. Lalu lintasnya pun menjadi semakin sepi setelah keluar dari Jalur Provinsi.
Sesampainya di Kota Tasikmalaya, sudah cukup sepi padahal malam minggu, maklumlah setelah pemadaman listrik dan sebelumnya juga diguyur hujan. Hari Minggu kami melanjutkan perjalan menuju Kecamatan Cikatomas. Jalur yang kami ambil merupakan jalur utama menuju Kecamatan Salopa kemudian ke Kecamatan Cikatomas. Sepanjang jalan tidak terlalu ramai, malah hanya beberapa saja kendaraan pribadi yang melintas, tetapi bus-bus dengan ukuran cukup besar masih bisa ditemui di jalur ini. Sesampainya di Kecamatan Cikatomas, kondisi jalannya sedikit rusak, jalur ini juga merupakan jalur utama menuju Kecamatan Cikalong, salah satu wilayah pesisir Selatan Tasikmalaya, cukup ramai kendaraan-kendaraan pribadi yang melintas disini selain truk pasir.
Memasuki beberapa desa di Kecamatan Cikatomas di Minggu siang, suasananya cukup ramai, cukup banyak warga yang menggelar hajatan. Mendekati tempat tujuan, tepatnya di perbatasan Kecamatan Cikatomas dengan Kecamatan Pancatengah, sudah sedikit kendaraan pribadi yang melintas. Semakin sore, kendaraan pribadi yang melintas semakin sedikit digantikan truk yang mulai ramai pada kedua arah. Jalan yang kami tempuh untuk pulang ternyata sedikit memutar hingga Kecamatan Cimerak, perbatasan Kabupaten Tasikmalaya dengan Kabupaten Ciamis dan merupakan wilayah pesisir Selatan Tasikmalaya, jalur lintas Selatan Jawa Barat. Dimulai dari Kecamatan Cimerak di Timur sampai Kecamatan Cipatujah di Barat, kondisi jalan rusak berat dengan truk besar pengangkut pasir sebagai kendaraan yang paling banyak melintas. Sudah tidak ada lagi sepeda motor yang melintas di jalur ini meskipun baru lewat Maghrib. Rumah-rumah penduduk dan warung-warung pun sedikit yang buka. Hanya ada beberapa penginapan, warung, dan penjual bensin eceran yang masih buka di sekitar objek wisata, seperti Pantai Pulo Manuk, Pamayang, Karangtawulan, dan Cipatujah. Kondisi jalan sepanjang Kecamatan Cimerak sampai Kecamatan Cikalong gelap total karena memang tidak ada penerangan jalan sama sekali. Memasuki Kecamatan Cikalong, jalan sedikit menjauh dari pesisir pantai. Selama perjalanan kita akan sering melewati muara-muara sungai yang sekaligus juga merupakan lokasi penambangan pasir besi.
Sepanjang pesisir Selatan Kabupaten Tasikmalaya sejak dahulu memang dikenal sebagai lokasi penambangan pasir besi yang cukup besar, hanya saja baru kali ini saya melewatinya dan dalam waktu yang sangat salah, hampir mendekati tengah malam. Sebagai informasi, kami masuk pesisir Kecamatan Cimerak tepat pukul 17.00 dan sempat mengambil sunset di Pantai Pulo Manuk di Kecamatan Cikalong. Perjalanan dimulai kembali pada pukul 18.30 dan tiba di Kecamatan Cipatujah, tepatnya jalur utama menuju Kota Tasikmalaya sekitar pukul 00.00.Tiba di Kecamatan Cidadap, setelah Kecamatan Cikalong, suasana di sepanjang jalan yang tadinya pesisir dan lokasi penambangan pasir di sisi kiri dan tebing-tebing perbukitan yang gelap di sisi kanan mulai berubah menjadi permukiman penduduk. Disini, meskipun sudah larut malam, sekitar pukul 22.00, masih ada warga yang berkumpul di depan rumahnya ataupun di warung-warung kecil, selain itu terdapat cukup banyak rumah warga yang disewakan sebagai homestay karena memang lokasinya dekat dengan beberapa objek wisata pantai. Meskipun masih terlihat ada aktivitas warga dan sekelilingnya bukan lagi lahan tidak terbangun, fasilitas kelengkapan jalan termasuk papan penunjuk jalan dan lampu penerangan jalan tidak ada sama sekali dan kondisi jalan pun masih tetap rusak berat. Kerusakan yang saya maksud adalah jalan berubang sangat besar dan dalam, ada juga jalan berlubang yang tidak terlalu besar tetapi cukup dalam, apabila musim hujan, sudah dapat dipastikan jalan akan dipenuhi lumpur dan genangan air. Di Desa Cidadap dan Desa Cikalong terlihat juga beberapa pick up dengan kondisi penuh dengan warga. Kemungkinan merupakan carteran karena sudah tidak ada lagi angkutan umum yang melintas. Pesisir Selatan Tasikmalaya hingga larut malam bisa dikatakan ramai tetapi kondisi jalannya gelap gulita di beberapa titik yang memang dekat dengan objek wisata dan sepi senyap serta gelap gulita disekitar lokasi yang tidak memiliki objek wisata terutama daerah yang dekat dengan area penambangan pasir besi. Jalur utama menuju Kota Tasikmalaya sudah cukup bagus, meskipun aspalnya sudah mengelupas. Dari sini medan jalan akan menanjak memasuki perbukitan dengan titik tertinggi berada di Kecamatan Karangnunggal.
Di jalur ini juga, kita akan melewati objek wisata Pamijahan yang merupakan daerah paling ramai sepanjang jalur menuju Kota Tasikmalaya karena memang objek wisata tersebut menerima tamu selam 24 jam. Selepas objek wisata Pamijahan jalan semakin sepi dari kendaraan pribadi, sepeda motor, ataupun lainnya, hanya truk yang cukup banyak melintas di jalur ini. Sepanjang jalan kita akan menyusuri beberapa hutan dengan jurang yang cukup dalam di sisi jalan. Kabut tebal pun kerap turun di wilayah ini, sehingga disarankan bila secara tidak sengaja melewati daerah ini sudah terlalu larut dan belum terbiasa melakukan perjalan malam dengan medan sulit, sebaiknya berhenti di sekitar Objek wisata Pamijahan, karena disana cukup ramai oleh peziarah dan ada cukup banyak penginapan. Di jalur ini juga akan bertemu persimpangan jalan Kecamatan Karangnunggal-Kecamatan Taraju-Kota Tasikmalaya, saran saya, apabila sudah lewat dari pukul 20.00 sebaiknya mengambil jalur menuju Kota Tasikmalaya yang relatif lebih mudah dan aman.
Lain lagi dengan jalur Salawu-Taraju. Jalur yang baru beberapa hari yang lalu saya lewati tepat di hari Sabtu yang identik dengan malam yang sangat ramai di kota-kota megapolitan, metropolitan, kota besar, tidak berlaku untuk malam Minggu di jalur Salawu-Taraju. Selepas Mahgrib, kepadatan lalu lintas di Kecamatan Salawu, tepatnya setelah perbatasan dengan Kabupaten Garut hingga ke Desa Neglasari sudah mulai berkurang, yang ada hanya beberapa truk pengangkut ayam, pengangkut pasir, berangkal, dan lainnya. Kendaraan pribadi masih dapat dikatakan cukup jarang melintas disini, bahkan Elf pun hampir tidak ada. Keadaan sepanjang jalan yang memang berupa jalan dengan sisi kanan tebing dan jurang berupa areal sawah dan sungai cukup besar dan dibatasi lagi oleh tebing perbukitan dibelakangnya menyebabkan jarang ditemui permukiman penduduk yang dekat dengan jalan raya. Pada umumnya permukiman penduduk berada diatas bukit ataupun dekat dengan aliran sungai, itupun tidak semua lokasi.
Sebelum memasuki ibukota Kecamatan Salawu, tepatnya setelah melewati gerbang masuk Objek wisata Kampung Naga, jalan akan menanjak dan menikung curam dan melewati punggungan bukit. Daerah ini cukup rawan kecelakaan ditambah lagi angin dan kabut yang cukup kencang. Memasuki ibukota Kecamatan Salawu, di sisi kiri dan kanan jalan bukan lagi tebing dan jurang, tetapi sudah merupakan daerah yang cukup datar dengan permukiman penduduk, sawah yang tidak terlalu luas, beberapa fasilitas umum, warung makan, sarana peribadatan dan SPBU terakhir apabila akan meneruskan perjalanan melalui jalur Desa Puspahiang hingga ke Kecamatan Taraju. Suasana kota kecamatan pun sudah sangat sepi dan cukup gelap karena kurangnya lampu penerangan jalan padahal baru pukul 18.30. Hanya ada beberapa Masjid yang sedang mengadakan acara, selebihnya sudah tidak ada aktivitas lagi.Beberapa bus besar dengan tujuan Singaparna baru memasuki Kecamatan Salawu sekitar oukul 21.00. Selain itu beberapa truk pengangkut kayu mulai terlihat ramai dijalur ini. Baik yang akan keluar dari Kecamatan Salawu maupun yang baru memasuki Kecamatan Salawu.
Jalur yang kami ambil merupakan jalur utama menuju Kecamatan Taraju yang berada di tengah-tengah perbukitan melalui Desa Puspahiang-Desa Cibalong-Desa Raksasari. Sekitar beberapa meter dari persimpangan Singaparna-Puspahiang-Salawu suasana yang tadinya sedikit agak ramai dengan rumah-rumah penduduk di pinggir jalan berbah menjadi hutan bambu lengkap dengan jurang di sisi kanan jalan dan lagi-lagi minim penerangan jalan. Lalu lintas cukup ramai, ada beberapa truk pengangkut pasir dan kayu, kendaraan pribadi meskipun hanya melintas dengan jarak pendek, dan sepeda motor yang masih cukup banyak berhubung ketika saya melintas masih pukul 18.45. Jalannya sendiri kondisinya sangat bagus hingga ke pusat Kecamatan Taraju, tidak ada jalan batu, aspal mengelupas, jalan amblas, ataupun jalan longsor. Hanya saja, medan jalannya akan menjadi sedikit lebih sulit ketika memasuki Desa Singajaya. Tanjakan berat, tikungan tajam, jalan yang gelap, jurang di sisi kiri dan tebing di sisi kanan akan menjadi kondisi yang akan paling sering ditemui sepanjang jalur Desa Pusparahayu-Desa Singsari. Setibanya di Desa Singasari hingga Kecamatan Taraju, di sisi kanan dan kiri jalan yang semula berupa hutan, kebun, sawah, jurang, akan berubah menjadi perbukitan yang menjadi areal perkebunan teh. Sepanjang jalur Desa Puspahiang-Kecamatan Taraju hanya ada truk pengangkut pasir, kayu, teh, dan lain-lain yang melintas, tetapi di beberapa desa masih ada warga yang melakukan aktivitas diluar rumah, meskipun hanya berkumpul di teras rumah ataupun warung-warung, dan beberapa lokasi penambangan pasir pun masih ramai oleh para penambang. Kondisi di Kecamatan Taraju sendiri, meskipun masih pukul 20.30 di malam Minggu sudah seperti suasana di Kota Bandung pada hari Minggu pukul 20.00. Sepi, hanya ada beberapa sepeda motor dan kendaraan pribadi yang melintas dan itupun akan semakin berkurang dan hanya akan ada truk yang melewati jalur ini hingga Subuh. Sudah tidak akan ditemui lagi penjual makananan, warung, dan toko diluar pusat Kecamatan Taraju diatas pukul 22.00. Jikapun ada, hanya pasar yang tidak setiap hari buka (menurut penjual nasi goreng di Taraju yang kami tanya-tanya) mulai pukul 03.00. Udara pun jauh lebih dingin karena memang berlokasi di dataran tinggi dan karena sehabis hujan, maka tidak ada kabut.
CIAMIS
Kalau jalur yang 1 ini ga usah khawatir, soalnya jalur ini jadi jalur utama kalau mau ke Pangandaran. Sepanjang jalan udah pasti ramai sama berbagai jenis kendaraan, mulai dari sepeda motor, bus, truk, kendaraan pribadi dll. Tempat makan & SPBU juga sudah banyak sepanjang jalan, selain itu permukiman penduduk juga cukup rapat sepanjang jalan. Kondisi jalan sudah baik, lebar, ada marka dan papan penunjuk jalan, sudah ada lampu penerangan jalan. Hanya mungkin di beberapa titik setelah Kota Banjar ada jalan yang kondisinya masih kurang baik, tetapi terakhir saya lewat, sekitar bulan Oktober 2013 sudah mulai diperbaiki. Hutan jati sebelum memasuki Pangandaran juga meskipun arealnya cukup luas, tetapi kondisi jalan sudah baik, dan ada beberapa rumah serta fasilitas negara. Jalur ini akan sangat ramai ketika akhir pekan karena merupakan salah satu objek wisata keluarga yang sudah terkenal.
BANTEN
Pantai Sawarna, setidaknya itulah tujuan utama banyak orang yang melintas di jalur Palabuhanratu-Cisolok-Bayah yang kondisinya sendiri masih kurang baik. Masih ada beberapa jalan yang aspalnya mengelupas, bahkan ketika hampir mendekati jalur pesisir Bayah, tepat sebelum persimpangan Bayah-Sawarana-Cikotok, jalannya amblas cukup parah dan cukup banyak titik yang jalurnya amblas. Tapi kondisi jalan seperti yang saya lewati bulan Mei 2013 jauh lebih buruk dibandingkan pertama kali saya melintas jalur ini pada bulan September 2011. Mungkin seiring populernya Pantai Sawarna kondisi infrastruktur jalan pun semakin cepat rusak karena memang belum seimbang antara perhatian mengenai kualitas jalan dengan banyaknya kendaraan yang melintas disana. Sebenarnya ada 2 jalan menuju ke Sawarna, jalur yang pertama melalui persimpangan ke Desa Cikatomas jalur yang pertama kali saya lewati ketika September 2011, kondisinya sendiri cukup baik, ramai oleh truk, permukiman warga juga cukup rapat sepanjang jalan, hamparan jurang dan perbukitan yang ditutup hutan jati di sebelah kanan jalan, serta kondisi jalan yang akan sangat gelap ketika malam karena memang belum ada lampu penerangan jalan. Jalur ini akan masuk ke Desa Sawarna melalui Pulo Manuk yang memang akan sedikit memutar. Jalur yang 1 lagi merupakan jalur yang ditunjukkan oleh papan penunjuk jalan dan langsung menuju Desa Sawarna. Kondisi jalannya ketika pertama saya melewati jalur ini sangat parah. Tanjakan berat dengan kondisi jalan berlubang cukup besar tepat ditengah tanjakan cukup menyulitkan bila menggunakan sepeda motor. Tetapi, kondisi jalan ketika Mei 2013, menjadi berubah, jalur yang sebelumnya cukup baik melalui Desa Cikatomas, menjadi sedikit rusak, sedangkan jalur yang langsung menuju Desa Sawarna sedang dalam tahap perbaikan. Apabila melintas di jalur ini pada akhir pekan, terutama sepanjang pagi hingga sore, lalu lintasnya cukup ramai oleh sepeda motor, kendaraan pribadi, mini bus, Elf. Tetapi apabila sudah menjelang malam, hanya ada truk yang mendominasi jalur ini, sisanya yaitu kendaraan pribadi dan mini bus atau mobil travel.