Mumpung lagi mood nulis & ada yang pengen di-ocehin.
Jadi, ceritanya kemaren ga sengaja nonton salah satu acara di stasiun tv swasta yang lagi bahas masalah jalanan yang rusak parah akibat dari banjir, salah satunya di Pantura. Ya ya ya siapa sih yang ga kenal Pantura versi jalan rusak & perbaikan jalannya. Kayanya hampir tiap tahun ruas jalan itu dibenerin terus. Saya adalah salah satu dari ribuan bahkan jutaan orang yang pernah menjadi korban perbaikan jalan di Pantura. Yang terparah adalah ketika saya dan tiga orang teman perempuan saya harus ‘terdampar’ selama empat belas jam lebih di Terminal bus Wonosobo gara-gara nungguin tiga orang teman laki-laki yang dari Jakarta yang kejebak macet di Pantura, tepatnya sebelum masuk Indramayu.
Dari mulai semua belum buka, sampe tidur siang di poll salah satu armada bus (untung baik bgt deh mba-mba yg jaganya kita boleh nunggu disana) makan di warung nasi udah kaya dirumah ampe 3x makan disana, sampe semua akhirnya pada tutup, sampe semua bus udah ga ada di terminal kita (akhirnya gabung sama temen yg ga sengaja ketemu & mau nanjak Prahu juga) masih dengan setia ‘terdampar’ di Terminal bus Wonosobo. Ganass!!! Sampai-sampai penjaga wc di Terminal waktu saya beres nanjak (besoknya, sore) bilang “Lah, mba! Belum pulang? masih disini?” dengan muka super duper ga percaya, jangan-jangan dia sempet kepikiran buat ngerekrut kita bertiga untuk jadi pegawainya jagain WC terminal (makjaaaang).
Nah, balik lagi sama Pantura, kali ini saya mau ngoceh layaknya anak kecil yg polos, yang kayanya klo komentar maju terus ga liat hambatan kanan-kiri. Pantura, katanya jalanan ini punya beban yang sangat sangat sangat berat soalnya logistik di Pulau Jawa, bahkan Kalimantan dan Sumatera, Bali, Nusa Tenggara bergantung dari kelancaran logistik di lalu lintas ini. Nah, kalau yang bawa logistik itu kan biasanya truk yaaa… mau peti kemas, truk tambang, ekspedisi, tronton, semen dan kawan-kawannya truk. Sesekali pernah kepikiran, kenapa sih ga dikasih aja pembagian beban lalu lintas?? Maksudnya Pantura itu prioritas untuk bus lintas provinsi dan lintas pulau, dan segala macam truk.
Nah untuk kendaraan pribadi, sepeda motor, becak dll dialihkan ke ruas jalan yang bukan termasuk Pantura. Nah iya Pantura sendiri merupakan Jalan Nasional, Jalan Negara, Jalan Kelas I A, Jalan bebas hambatan (meragukan meskipun memang itu fungsinya) pokonya jalan nomer 1 lah di Indonesia (pembagiannya bisa dibaca di Permen PU atau UU tentang pengaturan jalan/lalu lintas/transportasi deh). Jalan selain Pantura? ada Jalan Provinsi yang seharusnya masih layak untuk dijadiin “turunannya” Pantura.
Untuk kendaraan pribadi, bus lintas Provinsi/Kabupaten yang jaraknya ga terlalu jauh, mungkin dialihkan saja ke Jalan Provinsi, toh, beberapa ruas jalan provinsi di Pulau Jawa (terutama Jawa Barat) kondisinya masih layak ko untuk kendaraan pribadi, mikro bus, bahkan ada beberapa ruas jalan yang jadi jalur bus umum kapasitas 40-an. Sebenarnya untuk jarak jadi sedikit lebih memutar ditambah lagi ga semua Jala Provinsi itu mulus kondisinya (apalagi Jabar & Banten).
Tapi, ini berandai-andai kalau kualitas jalan di Indonesia, terutama Pulau Jawa sudah bagus, mulus, lengkap bahkan sampai ke tingkat Jalan Desa, kan bisa dimanfaatkan untuk pengalihan lalu lintas untuk mengurangi beban di jalur Pantura, sekaligus mengurai kemacetan. Ruas jalan di Pulau Jawa ini banyak banget, kalau kondisinya di buat layak untuk dilewati sampai batas beban tertentu dan disosialisasikan, kayanya bagus juga tuh untuk mengurangi kemacetan terutama untuk waktu-waktu tertentu seperti kaya Lebaran, Tahun Baru, Idul Adha, Natal dll
Sebenarnya selain ruas jalan di Pulau Jawa ini banyak yang berpotensi untuk jadi jalur alternatif bahkan lintas provinsi, ternyata disepanjang jalur ini banyak tersimpan “harta karun” mulai dari jalur utama ke beberapa objek wisata (yg juga berpotensi buat dikembangin), pemandangan yang bagus, sensainya lewat jalur Tengah-Selatan Pulau Jawa yang dominan perbukitan terjal sampai menyingkat waktu perjalanan. Selain itu, kalau dilakukan pada moment-moment khusus kaya misalnya yang paling fenomenal itu adalah mudik bareng keluarga, itung-itung sekalian rekreasi. Sedikit memutar mungkin di beberapa titik, tapi yang namanya bareng keluarga itu memang harusnya dinikmati saja kan? Selain rekreasi, karena di “Jalur lain” ini juga banyak tersimpan “harta karun” jadi kan bisa sekalian “mengenalkan” daerah-daerah yang mungkin baru satu atau dua kali Anda lewati/datangai, atau malah jadi pertama kalinya Anda lewat? tidak ada salahnya kan?
Kenapa saya bisa ngoceh & komentar asal kaya tadi? Nyalip & nikung perencanaan para menteri dan Dirjen-dirjen di Jakarta sana? yaaa… namanya juga ngoceh to??? lagipula saya pribadi, semenjak satu tahun kebelakang kalau pergi-pergi mau jauh atau dekat, malah cari jalan yang selain “Jalur Utama”. “Jalur Lain” ini ternyata sebagian besar adalah ruas Jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten, seharusnya jadi jalan utama penghubung antar wilayah donk? kalau kondisinya dibuat layak, bisa donk bantu mengurai kemacetan meskipun sedikit memutar?
Lagipula, kalau kondisinya di buat layak, manfaatnya bukan hanya untuk antisipasi atau mengurai kemacetan saat mudik saja, tapi juga membuka akses lalu lintas orang & barang di wilayah-wilayah yang mungkin bahkan namanya saja belum pernah anda dengar. Kan kalau hanya pantura saja yang diperhatikan,yang diperbaiki terus menerus tiap tahun, kan kasihan jalan-jalan lain yang “tertidur” dan hanya “diobati” seadanya ketika “sakitnya” makin parah. Biasanya yang “mengobati” pun bukan dari pihak yang harusnya “mengobati” melainkan dari masyarakat sekitar (umumnya) yang memang sehari-hari melintas disana, mungkin juga dari pemerintah Kabupaten/Provinsinya (meskipun responnya masih kalah cepat dari warga sekitar). Manfaat lainnya? siapa tahu bisa meningkatkan perekonomian didaerah sekitar, salah satunya karena adanya faktor “Harta Karun” tadi.
Kalau tadi bicara tentang celotehan ide ala anak kecil, kali ini saya bicara pengalaman. Beberapa kali saya melintas di “Jalur Lain” ada beberapa yang saya lewati lebih dari dua kali dalam selang waktu yang cukup lama. Biasanya pada saat melintas lagi, kondisinya akan berubah. Ada beberapa ruas jalan yang sekarang sudah mulus karena (akhirnya) diperbaiki juga oleh pihak yang berwenang dan jadi ramai. Bukan hanya ramai lalu lintasnya, tapi juga daerah-daerah yang saya lewati tadi. Yang tadinya sulit menemukan warung, sekarang sudah mulai bermunculan beberapa. Yang dulunya suasananya suram, siang pun ga ada tanda-tanda kehidupan, karena lalu lintasnya mulai ramai, warga juga mulai ada yang beraktivitas diluar rumah. Meskipun sebagian besar daerah di tengah hingga pesisir Selatan selepas Magrib memang cenderung beraktivitas di dalam rumah.
Kenapa? karena tidak ada hiburan kaya cafe, mall, bahkan rumah makan kecil yang bisa dipake nongkrong pun jarang, apalagi bioskop, suhu didaerah sana memang lebih dingin, bahkan di beberapa daerah kabutnya lebih tebel se-tebel-tebelnya kabut, sebagian areal diluar permukiman masih berupa kebun teh, karet, hutan alami, sawah, ladang yang biasanya langsung berbatasan sama jurang yang dibawahnya ngalir sungai yang deras & lebar bonus medannya curam juga. Setidaknya ketika siang hari, ada aktivitas dan siapa tau dengan meningkatnya arus kendaraan yang melintas disana, bisa menambah lapangan pekerjaan baru mungkin untuk warga sekitar?? yaa, aga jauh & muluk-muluk sih harapannya, tapii siapa tauuu, namanya juga ngoceh.
Kalau liat kondisi sekarang, sebagian besar ruas “Jalan Lain” yang tertidur tadi karena kondisinya yang belum layak dilalui beban yang terlalu berat, ternyata malah merupakan jalur utama truk-truk pengangkut kayu, batu, pasir, barang kelontong, bahan makanan pokok & kebutuhan sehari-hari, ngangkut ternak dll. Selain truk, hanya ada Elf, sepeda motor, dan sesekali kendaraan pribadi yang melintas. Jadi, kalau “jalur-jalur lain” ini dibuat layak untuk dilewati bisa saja kan truk jadi punya jalur sendiri dari tempat asal ke tempat tujuan tanpa harus berbagi terlalu banyak jalur dengan kendaraan kecil lainnya? Bisa saja kan jalur pantura itu bebannya berkurang karena kendaraan-kendaraan selain truk dan bus yang ukurannya super besar, menyingkir ke jalur lain bersama kendaraan sejenisnya & yang lebih ringan?
Tapi tentu saja perlu dibuatkan simpul-simpul untuk menghubungkan jalur-jalur tadi, jangan malah gara-gara dialihkan jadi ga bisa sampe di tempat tujuan. Bukankan sekarang manajemen lalu lintas dan perencanaan transportasi sudah semakin maju? Yaaa kalau memang pemanfaatan “jalur lain” yang masih “tertidur” itu tidak memungkinkan, mungkin ada solusi jalan tol? jalan layang? moda trasnportasi yang tidak satu bidang dengan bidang jalur Pantura? rekayasa lalu lintas lainnya?? atau apa lagi??
Yaaa….. gampang sih kalau kasih ide mah, kan namanya juga ngasih pendapat kaya anak kecil. Iya, ngerti ko ada faktor-faktor lain yang harus diperhatikan kaya misalnya kemudahan akses, biaya pembangunan, perbaikan, dan pemeliharaan, rekayasa lalu lintas, medan jalan, waktu tempuh, simpul kegiatan, sarana penunjang, rute dll dll dll dll yang saya dapat dikuliah dulu. Kan namanya juga ngoceh, abaikan sajah kalau tidak berkenan.