Secara administratif, Situ (Danau) Ciharus berada di Desa Dukuh, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, sedangkan secara geografis terletak di dalam kawasan lindung Cagar Alam Kamojang yang terletak di lembah antara Gunung Dona, Gunung Sangser, Gunung Beling, Gunung Jawa, dan Gunung Cibatuipis. Situ Ciharus dapat dicapai melalui tiga jalur utama, pertama melalui lintas Gunung Rakutak – Situ Ciharus yang idealnya memerlukan waktu dua hari satu malam dan jalur kedua yaitu melalui kawasan Geothermal Kamojang, dan yang ketiga melalui Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut.
Perjalanan menuju Situ Ciharus melalui kawasan Geothermal Kamojang dapat ditempuh dengan roda empat melalui jalur sebagai berikut : Bandung – Majalaya – Kamojang jarak tempuh ± 44 km dengan waktu ± 1 jam. Kondisi jalan Bandung-Majalaya sudah dapat dikatakan cukup bagus dengan perkerasan beton dan aspal hingga batas antara Kecamatan Ibun dan Kecamatan Majalaya. Kondisi jalan yang cukup rusak akan ditemui mendekati Desa Monteng, Kecamatan Ibun. Begitu memasuki Kecamatan Ibun, medan yang ditempuh berupa tanjakan. Sepanjang jalur Kecamatan Ibun – kawasan Geothermal Kamojang kondisi jalan cukup rusak, dengan lubang tersebar di seluruh permukaan jalan. Di jalur ini pula terdapat tanjakan yang cukup terkenal yaitu ‘Tanjakan Monteng’. Tanjakan Monteng merupakan tanjakan panjang dilengkapi dengan tikungan yang cukup tajam sebelum memasuki kawasan Geothermal Kamojang.
Untuk mencapai lokasi situ kemudian perjalanan dilanjutkan menyusuri jalur pipa PLTU Kamojang dari jalur pipa 204 – 304 dan 404 sejauh ± 3 km dengan waktu tempuh ± 15 menit. Dari jalur pipa PLTU Kamojang pipa 404 ke lokasi kajian dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh ± 3 km dengan waktu selama ± 2 jam melewati hutan lindung Cagar Alam Kamojang hingga menuruni lembah.
Jalur kedua yaitu melalui Gunung Rakutak yang berada di Kecamatan Pacet. Pendakian normal hingga mencapai ‘Puncak Top Rakutak’ memerlukan waktu sekitar 4 jam dengan kondisi medan yang sebagian berupa ladang terbuka, tanah yang cukup gembur, dan jalur ladang yang cukup membingungkan. Apabila perjalanan diteruskan menuju Situ Ciharus, maka jalur yang harus diambil berada di paling ujung puncak Rakutak. Medannya cukup ekstrim, tanah gembur tetapi akan lebih didominasi oleh turunan. Jalur dari Puncak Rakutak hingga ke aliran Sungai Ciharus (sebutan yang biasa diberikan karena belum ada data mengenai nama resmi sungai) cukup sempit, licin oleh tanah gembur dan daun-daun kering. Jalur dari ujung sungai hingga ke mendekati Situ Ciharus akan sedikit landai meskipun masih akan ditemui tanjakan dan turunan. Pada jalur ini, setidaknya jalur yang ditempuh harus menyeberangi sungai, bahkan menyusur aliran sungai hingga bertemu lagi dengan jalur tanah. Jika musim hujan, akan cukup menyulitkan karena debit airnya akan naik, medan akan dipenuhi lumpur, serta pacet akan lebih banyak ditemukan. Estimasi waktu yang diperlukan dari Puncak Rakutak hingga Situ Ciharus dalam kondisi normal adalah sekitar empat jam.
Jalur ketiga yaitu melalui Kota Garut lalu Kecamatan Samarang. Arah yang sama dengan yang menuju Kampung Sampireun Resort di Kecamatan Samarang. Ikuti jalan utama Samarang-Kamojang, lewati pertigaan menuju Kampung Sampireun. Setelah Kampung Sampireun, medan akan terus menanjak, tetapi kondisi jalannya baik, sudah berupa aspal yang mulus, hanya saja tidak akan ditemui desa/permukiman hingga gerbang Kawasan Geothermal, selain itu, di sepanjang jalur ini juga tidak ada penerangan jalan. Kebanyakan warga di Kampung Kamojang menyarankan untuk mengambil jalur Kamojang-Majalaya bila sudah terlalu sore dan mengendarakan sepeda motor dengan jumlah rombongan yang sedikit.
Jalan utama menuju Situ Ciharus dari arah Majalaya dan Samarang yaitu melewati kawasan Geothermal Kamojang, kemudian masuk ke dalam kawasan Cagar Alam Kamojang. Memasuki Cagar Alam Kamojang, perjalanan akan memakan waktu sekitar 1,5-2 jam dengan medan yang semuanya berupa tanah cukup gembur. Ketika musim hujan, akan cukup sulit berjalan di jalur ini karena akan berupa genangan lumpur dan akan sangat licin. Medan menuju Situ Ciharus berupa jalan setapak yang sudah cukup jelas, meskipun di beberapa titik akan ditemui persimpangan tetapi tidak akan terlalu menyulitkan.
Menurut informasi, jalur menuju Danau Ciharus dari gerbang Cagar Alam Kamojang sudah cukup jelas, karena adanya jalur motor trail yang sudah cukup sering melintas di jalur tersebut. Tanjakan dan turunannya tidak terlalu parah seperti jalur dari Gunung Rakutak. Sekeliling Danau Ciharus memang masih berupa hutan dengan vegetasi yang cukup rapat, tetapi bila melihat kondisi tanah dan jalur setapak menuju Danau Ciharus, sudah banyak yang rusak karena digunakan sebagai jalur motor trail. Hanya terdapat satu saung kecil yang terkadang dijadikan sebagai warung oleh warga. Menurut informasi, selain motor trail, terkadang pengunjung lain juga membawa motornya sampai tepat di areal sekitar Danau Ciharus, meskipun sekarang nampaknya sudah dilarang.
Hutan di sekitar Danau Ciharus termasuk ke dalam kawasan hutan konservasi Cagar Alam Kamojang. Hutan konservasi sebagai kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan konservasi juga memiliki sejumlah jasa lingkungan, terutama jasa lingkungan air untuk kawasan Situ Ciharus.Jasa lingkungan tersebut telah memberikan kontribusi terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat secara terus menerus, walaupun masih banyak pengguna jasa lingkungan ( environmental services users ) hutan konservasi yang tidak menyadari dan mengapresiasi kontribusi jasa lingkungan hutan konservasi yang dinikmati dan digunakannya tersebut. Jasa lingkungan hutan yang belum diapresiasi dengan baik telah menyebabkan meningkatnya laju degradasi ekosistem hutan, padahal makin tinggi laju degradasi ekosistem hutan maka nilai jasa lingkungan pun makin menurun. Dalam hal ini jasa lingkungan dapat dianggap sebagai output dari kualitas kinerja ekosistem hutan. Salah satu jasa lingkungan terpenting hutan konservasi adalah air. Aliran air yang mengalir dari ekosistem hutan berpengaruh terhadap kegiatan konsumsi dan ekonomi, walaupun banyak pihak pengguna air tidak menyadari atau mempertimbangkannya.
Situ Ciharus merupakan cekungan alam atau tampungan air alam yang sudah dimanfaatkan untuk kebutuhan air irigasi pada daerah bawahnya terutama pada musim kemarau dan mempunyai potensi sumber mata air yang bisa dikembangkan untuk daerah sekitarnya atau daerah bawahnya serta menunjang konservasi sumber daya air. Situ Ciharus berpotensi untuk memenuhi kebutuhan air baku kecamatan Ibun, penggunaan mikrohidro hanya sebagai pemanfaatan potensi energi yang ada. Situ Ciharus Memiliki luas DAS sebesar 163,50 Ha atau 1,635 km² dan luas genangan situ sebesar 10,1Ha. Danau Ciharus memiliki debit rata-rata sebesar 16,50 m3/detik dengan nilai TDS 58 ppm dan suhu 24 °C
Kapasitas tampungan mati Situ Ciharus sebesar 331,220 m3 dengan kapasitas tampungan efektif direncanakan sebesar 102.233 m3 diharapkan situ ini dapat memenuhi kebutuhan air baku di Kecamatan Ibun yang terdiri dari dua belas desa meliputi : Desa Ibun, Desa Laksana, Desa Mekarwangi, Desa Sudi, Desa Talun, Desa Tanggulun, Desa Lampegan, Desa Cibeet, Desa Karyalaksana, Desa Pangguh, Desa Dukuh, Desa Neglasari. Pemanfaatan situ yang paling optimal yaitu dengan irigasi seluas 70 Ha Ciharus serta untuk memenuhi kebutuhan air baku penduduk sejumlah 87.185 jiwa (Jumlah proyeksi Penduduk Kecamatan Ibun Tahun 2017) dan daya optimum yang bisa dibangkitkan adalah 14,88 kW apabila digunakan turbin tipe crossflow dengan output daya 10 – 20 kW (jenis pembangkit listrik adalah “Microhydro”) dengan potensi head 20,00 meter, maka debit yang digunakan untuk menggerakkan turbin adalah 0,1 m3/s.
Hasil analisis spasial dari sebuah penelitian menyebutkan TWA Gunung Guntur dan Kawasan TWA/CA Kamojang menunjukkan sebaran luas areal kontribusi sumber mata air dari Kawasan TWA/CA Kamojang seluas 33.997,189 Ha. Luasan tersebut tersebar di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Bandung seluas 14.359,511 Ha dan Kabupaten Garut seluas 19.637,678 Ha. Areal kontribusi sumber mata air dari kawasan tersebut meliputi enam kecamatan dan 44 desa dengan jumlah penduduk sebanyak 389.296 jiwa dan jumlah kepala keluarga sebanyak 95.595 KK yang berada di wilayah Kabupaten Bandung, serta sembilan kecamatan dan 67 desa dengan jumlah penduduk 379.164 jiwa terdiri dari 85.498 KK yang berada di wilayah administratif Kabupaten Garut.
Hasil analisis spasial sebagaimana diuraikan sebelumnya menunjukkan bahwa keberadaan TWA/CA Kamojang secara signifikan memberikan kontribusi yang besar untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat, baik untuk kebutuhan rumaht angga, pertanian, dan aktivitas ekonomi lainnya. Namun sejauh ini apresiasi dan kepedulian masyarakat untuk bersama-sama melakukan upaya konservasi kedua kawasan tersebut sebagai resapan dari sumber airnya masih rendah, sehingga upaya untuk membangun kepedulian dan apresiasi nilai konservasi resapan airnya menjadi sangat penting dilakukan. Masyarakat pengguna air perlu dibangun rasa tanggung-jawabnya untuk memberikan kontribusi terhadap upaya-upaya konservasi kawasannya, sehingga kesinambungan pasokan air dengan kualitas yang memadai dapat terjamin. Padahal apabila ekosistem hutan yang selama ini menjadi resapan airnya terdegradasi, maka sistem tata air wilayah tersebut akan terganggu pula. Adanya keterbatasan yang dimiliki oleh pengelola kawasan, terutama keterbatasan sarana dan dana konservasi dibandingkan dengan luasnya areal yang harus dipertahankan sebagai resapan airnya pada akhirnya akan menuntut pengguna air untuk bersedia memberikan kontribusinya
Permasalahan yang kini dihadapi Situ Ciharus, salah satunya yaitu sedimentasi. Sedimentasi yang terjadi di danau biasa disebut dengan sedimen limnis. Endapan ini biasanya dalam bentuk delta, lapisan batu kerikil, pasir, dan lumpur. Pengendapan yang terjadi di Situ Ciharus, berdasarkan pengmatan singkat sebagian besar disebabkan oleh adanya delta dan lumpur, terutama di pinggir danau hingga ke aliran sungai (inflow) tepat di mulut danau. Lebih tepatnya lagi di sekitar areal mata air yang menjadi sumber aliran sungai sebagai inflow sudah cukup mengalami pendangkalan dan penurunan kualitas air.
Danau Ciharus memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro sesuai dengan metode penelitan mengenai curah hujan, ketersediaan air, kebutuhan air, keseimbangan pasokan air, kapasitas tampungan. Salah satu analisis dari metode penelitian tersebut adalah analisis keuntungan mikrohidro. Rendahnya sikap masyarakat terhadap pemanfaatan Situ Ciharus untuk PLTM, memberikan tantangan tersendiri untuk pengembangan potensi Situ Ciharus kedepan, untuk itu maka diperlukan suatu informasi kepada masyarakat bahwa pengembangan Situ Ciharus diperlukan untuk mengatasi krisis kekurangan listrik ke depan apabila PLTA Kamojang mengalami defisit yang bisa diakibatkan peningkatan kebutuhan listrik akibat perkembangan penduduk dan aktivitas ekonomi lainnya. Dengan besarnya respon masyarakat terhadap aspek pemberdayaan masyarakat, hal ini memberikan indikator yang positif bahwa informasi tentangnya pentingnya pengembangan Situ Ciharus untuk PLTM masih bisa dilakukan melalui sosialisasi.
Hasil analisis lainnya mengenai sedimentasi, diperoleh sedimen potensial sebesar 0,4 ton/thn. Untuk mencegah berkuragnya potensi Situ Ciharus sebagai pembangkit listrik tenaga mikrohidro, maka kondisi daerah tangkapan air harus selalu dijaga kelestariannya agar kualitas dan kuantitas tetap terjaga,salah satunya dengan melakukan reboisasi. Reboisasi dimaksudkan untuk memperluas areal tangkapan hujan, tetapi permasalahan terbaru Situ Ciharus bukanlah kurangnya area tangkapan hujan (cathment area) melainkan adanya erosi lahan karena tergerus oleh kendaraan (motor, sepeda) dan penumpukan sampah di sekitar bibir danau. Tanah yang tergerus oleh kendaraan di sekitar Danau Ciharus akan memberikan kontribusi transportasi sedimen ketika musim hujan. Transportasi sedimen dari area di sekitar kawasan hutan Cagar Alam Kamojang yang letaknya lebih tinggi dari permukaan Danau Ciharus, maka otomatis, ada material sedimen yang terbawa air hujan ke sekitar areal bibir Danau Ciharus. Transportasi sedimen yang paling parah terjadi di sekitar bibir danau karena adanya penggerusan tanah, sehingga ketika debit naik atau pun musim hujan, lumpur dari tanah yang sudah tergerus akan menjadi endapan di perluasan area bibir danau, yang secara perlahan akan menyebabkan juga pendangkalan dan penyempitan luas areal Danau Ciharus.
sumber:
http://www.academia.edu/3070446/KONTRIBUSI_JASA_LINGKUNGAN_HUTAN_KONSERVASI_HIKMAT
https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=152160128148734&id=151924961505584
http://www.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2012/11/95010012-Ikbal-Maulana.pdf