Setelah satu bulan ga jalan, akhirnya seminggu setelah Lebaran kami (saya dan Idrus, partner motoran kali ini) mutusin untuk short riding ODT. Tujuannya pun hanya biar ga penasaran sama jalur ini, yang kebeneran kalau liat di peta, ada dua atau tiga danau yang bisa di cek. Info tentang danau yang akan kami cari nyaris ga ada, berhubung musim kemarau, kayanya cocok untuk cek jalur dan nyari info, terlepas dari kondisi danaunya kering atau airnya stabil. Dari segi jarak, tujuan kami ga terlalu jauh. Perjalanan dimulai sekitar pukul 06.00 dengan kondisi jalan yang lumayan sepi, maklum masih suasana libur Lebaran. Perjalanan sedikit tersendat di Cimahi karena banyaknya angkot yang ngetem dan beberapa motor yang jalannya pelan-pelan tapi di tengah. Sedikit tersendat di Cimahi, tapi kami berhasil lolos dari antrian panjang gara-gara pertigaan Pasar Padalarang. Selepas Situ Ciburuy, barulah perjalanan sedikit lancar Berhubung kali ini jarak tempuhnya ga terlalu jauh dan masih pagi, jadi kami sedikit santai.
Kami sampai di Terminal Pasirhayam, Cianjur sekitar jam 08.30. Pemberhentian pertama setelah 2,5 jam di atas motor. Tujuan pertama kami adalah ATM dan mini market untuk beli logistik. Berikutnya adalah SPBU. Meskipun masih ada SPBU terakhir di Kecamatan Sukanagara, tapi, karena malas harus berhenti-berhenti lagi, kami isi full di SPBU ga jauh dari Terminal Pasirhayam. Selepas Terminal Pasirhayam, lalu lintas kembali sepi, meskipun ga sesepi biasanya. Banyak kendaraan pribadi roda empat yang penuh penumpang dan kendaraan roda dua dengan muatan tambahan berupa tas besar, dus, dan karung menuju arah Cianjur. Rupanya, jalur ini, termasuk jalur mudik lokal. Hambatan berikutnya yaitu Pasar Cibeber yang lumayan bikin motor sedikit antri panjang. Biasanya, kalau lewat Pasar Cibeber ini sudah hampir tengah malam, jadi jalanan lengang, ini pertama kalinya saya tersendat di Cibeber. Tidak jauh dari antrian Pasar Cibeber, jalan yang semula cukup lebar, berubah menjadi menyempit dan mulai menanjak. Sepanjang jalur Cibeber – Campaka ini medannya akan terus menanjak bila dari arah Cianjur. Kondisi jalannya sudah sedikit lebih baik jika dibandingkan terakhir kalinya saya lewat jalur ini, sekitar satu tahun yang lalu (cukup lama memang). Kami ga pernah berhenti papasan dengan kendaraan yang menuju arah Cianjur, sedikit tidak biasanya, karena jalur ini jika pada hari-hari biasa, termasuk yang cukup sepi dari pengguna kendaraan pribadi.
Kondisi jalan sepanjang Cibeber – Campaka ini banyak yang bergelombang, bekas tambalan lubang yang tidak rata juga bisa cukup membahayakan bila tidak berhati-hati. Perjalanan sedikit terhambat karena sedang ada pengecoran jalan meskipun panjang jalan yang dicor tidak seberapa. Memang, kondisi jalan sepanjang Cibeber – Pagelaran sedikit kurang baik. Kontur yang berada di perbukitan dan beban jalan yang berat membuat banyak lubang dan jalan yang sedikit amblas, dan memang sudah seharusnya di beton dengan benar, bukan hanya asal beton untuk menghabiskan anggaran tahunan. Pengecoran jalan ini membuat satu lajur total tidak dapat dilalui kendaraan, jadi harus diberlakukan buka tutup. Setelah melewati jalan yang sedang dicor, kami berada di paling depan, jadi bisa sedikit tancap gas. Pengecoran di jalur ini dilakukan di dua titik, untungnya, di lokasi berikutnya, kami kebagian jalur yang dibuka, jadi tidak harus berhenti seperti di lokasi sebelumnya. Perjalanan kembali tersendat ketika memasuki Kecamatan Campaka. Tidak lain tidak bukan Pasar yang sampai menggunakan sebagian bahu jalan membuat pengendara harus melambatkan laju kendaraannya.
Selepas Campaka, jalanan dari arah kami, arah Cianjur, kembali kosong, tapi dari arah sebaliknya tidak terputus papasan dengan beberapa yang akan kembali dari kampung halaman, maupun yang sekedar touring ke pantai-pantai di Selatan Kabupaten Cianjur. Matahari lumayan terik, langit pun biru cerah tanpa awan putih, sesekali angin berhembus, cuaca yang tepat untuk cek jalur di daerah yang bakalan repot jalannya kalau musim hujan tiba ini. Sebagai tambahan, jalur yang akan kami cek merupakan lokasi yang termasuk ke dalam tingkat tinggi risiko tanah longsor, terutama Desa Takokak. Hal inilah yang jadi salah satu pertimbangan saya untuk cek jalur ke daerah sini. Sesampainya di pusat Kecamatan Sukanagara, segera kami arahkan motor kami ke arah Takoak dan Kadupandak melalui Pasir Nangka, seperti yang tertulis di papan penunjuk jalan. Ini pertama kalinya saya lewat jalur ini. Berbekal informasi dari teman yang sudah beberapa kali lewat jalur ini, kondisi terakhir, sekitar satu tahun yang lalu, jalannya sudah jauh lebih baik. Akhirnya rasa penasaran saya selama lebih dari dua tahun ke jalur ini terbayar hari ini. Tepat di pertigaan adalah Pasar Sukanagara, jadi mungkin jalan masuknya sedikit terhalang ketika pagi hingga sore hari, selain itu, posisinya juga sedikit kurang strategis, pertigaan tapi sedikit aneh posisinya kalau menurut saya. Koordinat pertigaannya kurang lebih ada di -7.100414, 107.129243
Setelah masuk ke jalan kecil menuju Pasir Nangka, tepat di depan kami adalah bus ¾ jurusan Kadupandak, ah, berarti kami ga salah jalan. Selama dari Cibeber, kami beberapa kali berpapasan dengan ELF dari beberapa jurusan yang nama daerahnya masih cukup asing, sebut saja Cijampang, Ciogong, Warung Awi, Cigebang, dan yang terkakhir sedikit tidak asing, Leles. Ya, Kecamatan Leles, Kabupaten Cianjur yang pernah membuat saya dan satu teman saya, Mang Dadang harus motor-motoran dengan total 20 jam hanya untuk mencari sebuah air terjun yang tidak ada infonya dan gagal. Entah kenapa, kalau liat nama daerah yang asing, bawaannya pengen dicari dan didatangi. Meskipun ga ada objek wisata ataupun potensi objek wisata yang menjanjikan, tapi setidaknya mengetahui posisi daerah tersebut dan sampai itu sudah suatu kepuasan tersendiri. Kembali lagi, jalur yang kami lewati setelah Pasar Sukanagara ternyata masih bisa dibilang cukup baik, meskipun hanya sekelas Jalan Lingkungan. Lebarnya hanya cukup untuk dua buah bus ¾ papasan, itu pun keduanya harus kebagian setengah badan jalan saja, aspalnya pun sudah banyak yang terkelupas. Di sisi kiri mengalir sungai yang cukup lebar, sayang banyak sampah plastik yang tersangkut di bebatuan sepanjang alirannya, dan warna airnya tidak jernih. Semakin mendekati perkebunan teh, aspalnya semakin menghilang, dan berganti batuan dan pasir. Sepanjang jalan ini cukup ramai, mobil cukup banyak yang melintas dari dua arah, ah, mungkin masih dalam suasana libur Lebaran. Motor dan ELF pun tak kalah ramainya. Kondisi jalan di sepanjang jalur ini selama kemarau akan sangat berdebu dan pasirnya akan sangat licin, kalau musim hujan, mungkin akan banyak genangan lumpur.
Jalannya dominan lurus, sungai cukup lebar yang berada di sisi kiri jalan kini berubah menjadi di sisi kanan jalan dan sedikit lebih bersih dari sampah. Permukiman ada di seberang sungai di sisi kanan jalan, sedangkan di sisi kiri jalan area perkebunan teh. Kondisi jalan makin buruk, malah, satu pengendara motor tepat di belakang kami harus merasakan batuan di jalan ini karena motornya jatuh gara-gara pasir yang licin. Ya, memang kalau baru pertama lewat jalan yang kondisinya seperti ini selain harus hati-hati, juga harus sabar. Setelah jalan beberapa lama, kami sampai di pertigaan. Arah kami datang merupakan area perkebunan PT. Cijampang, sedangkan arah kanan menuju Takokak melalui area perkebunan teh milik PT. Lamteh, ke kiri arah menuju Kadupandak melalui perkebunan milik PTPN VIII Kebun Pasir Nangka. Sedikit bingung karena GPS masih belum berfungsi, akhirnya, kami mencoba ke kiri, arah Takokak. Posisinya kurnag lebih ada di koordinat -7.121473, 107.085850.
Tidak lama kami masuk jalur arah Takokak, kondisi jalan tepat sebelum masuk permukiman menjadi lebih mulus, sayangnya, arah pada GPS tidak menunjukan rute yang ini. Rute yang harus kami ambil adalah yang menuju Kadupandak dan kalau diprhatikan, arah Kadupandak lebih ramai lalu lintasnya. Setelah masuk jalur menuju Kadupandak, kami kembali disambut oleh jalan batu dan debu akibat beberapa ELF yang melintas. Area perkebunan teh di sepanjang jalur merupakan kebun teh yang tidak terlalu berbukit. Bukit-bukit yang termasuk ke dalam area perkebunan letaknya masih agak jauh dari jalur utama. Sungai besar kini berada di sisi kanan kami dan jaraknya semakin menjauh, posisinya juga sedikit lebih rendah dari jalan. Ternyata setelah berpapasan dengan beberap ELF di dekat pertigaan, hanya ada motor kami dan satu motor di depan kami. Ga jau dari pertigaan dengan yang ke Takokak, kami menemukan satu petigaan lagi di koordinat -7.136989, 107.083908. Jalur kiri mengarah ke perkebunan teh di atas perbukitan, sedangkan jalur kanan tetap menyusuri sungai. Kami sempat berhenti sebentar dan ternyata arah yang ditunjukkan GPS adalah yang kanan. Kondisi jalan konstan, aspal yang sudah hilang dan digantikan batu, tapi tidak sampai gravel seperti jalan di kebun teh biasanya. Mungkin ini masih kondisi sisa pengaspalan yang disebut teman saya tahun lalu. Ga lama, kami mendengar suara air seperti air terjun, ternyata hanya air yang kayanya keluar dari celah-celah beton saluran irigasi. Jalan mulai sedikit menanjak dan di sisi kanan kami mulai terlihat sungai yang cukup lebar dan permukaan airnya tenang. Dari kejauhan, terlihat bangunan sepeprti bendungan, dan ternyata benar saja, ada bendungan di sisi kanan jalan. Posisi jalan yang lebih tinggi ditambah jalan yang berkelok-kelok akan menyulitkan untuk melihat bendungan jika datang dari arah Sukanagara, sebaliknya, jika dari arah Kadupandak, akan terlihat jelas bendungan di sisi kiri jalan di koordinat -7.139488, 107.083742.
Ga jauh setelah posisi bendungan, jalan akan mulai masuk ke daerah permukiman dan jalannya menjadi sedikit menyempit lagi. Ujung jalan yang barusan dilalui akan bertemu dengan pertigaan pada koordinat -7.140375, 107.083876. Pertigaan ini diportal dan dijaga oleh warga. Ambil arah kanan menuju ke Perkebunan Pasir Nangka. Setelah pertigaan ini, jalannya kembali melebar dan sedikit lebih baik, masih ada lapisan aspalnya dan sedikit menanjak. Jalan ini berada di pusat Desa Sukakarya, Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Jalan yang kami lalui langsung mengarah ke area PTPN VIII kebun Pasir Nangka, ditandai dengan adanya gapura di sisi kanan jalan yang bertuliskan Pasir Nangka lengkap dengan miniatur daun teh. Ga jauh dari gapura akan terliaht kompleks perkantoran dan perumahan PT. PTPN VIII Pasir Nangka. Kondisi jalannya masih mulus. Selepas area kantor perkebunan, di sisi kiri jalan akan ada lapangan bola yang di belakangnya berjejer perbukitan yang masih masuk ke dalam area perkebunan Pasir Nangka. Jalan yang kami lewati setelah lapangan sepak bola makin berkelok dan sedikit menaiki bukit, tapi permukiman masih banyak di sepanjang jalan. Bahkan, lalu lintasnya cukup ramai. Matahari dan langit masih bersahabat, jadi kami tidak terlalu memacu laju motor kami. Petunjuk pada GPS menunjukkan kalau kami hanya tinggal mengikuti jalur utama dan kebetulan semua lokasi yang kami cari posisinya tepat berada di pinggir jalan, jadi setidaknya ga akan terlalu nyasar.
Makin lama, jalan makin naik ke arah perbukitan, posisi danau yang kami cari ada di sebelah kanan jalan, tapi sedari tadi di sisi kanan jalan pemandangannya terhalang oleh perkebunan teh yang posisinya lebih tinggi dari jalan, sedangkan di kiri area perkebunan tehnya lebih rendah dari posisi jalan. Mulai sedikit ragu, mulai dari kami harus trekking ke tengah area kebun teh, sampai pikiran kalau danaunya sudah mengering dan dijadikan kebun teh. Makin mendekati tujuan pertama, kondisi di sisi kanan jalan tidak juga berubah, malah ketika kami sampai di tujuan, yang ada malah pertigaan kecil di koordinat -7.163315, 107.069277 dan di depan kami, yang seharusnya terhampar danau yang cukup luas malah palstik-plastik hitam perak seperti di perkebunan. Langsung terpikir kalau danaunya sudah kering, kecolongan lagi deh kami seperti Rancadahon/Ranca Bungur di Agrabinta sana. Kami spontan mengarahkan motor keluar dari jalur utama yang harusnya kami lalui menuju spot ke dua ke arah kanan. Jalannya makin menyempit tapi aspalnya masih mulus. Medan jalannya menanjak dan di kanan kami terlihat area perkebunan Pasir Nangka, sedangkan di sisi kiri kami, permukaan tanahnya lebih tinggi dari jalan dan dipagari. Area di dalam pagar adalah lahan perkebunan. Setelah jalan mengarah ke kiri, kami berhenti, tepat di koordinat -7.161135, 107.069142.
Kami sedikit kecewa, karena di peta, area danaunya lumayan luas, dan kalau bener udah kering atau hanya ada di musim hujan, berarti jadi PR banget harus balik lagi ke sini kalau musim hujan. Ketika sedang berhenti, ada sesuatu yang menarik perhatian. Di bawah, tepat di bagian terendah dari area perkebunan ini, ada sedikit genangan air, dan sedikit geser dari posisi saya, keliatan sedikit bagian dari danau yang kami cari. Ternyata posisinya benar-benar ada di bagian terendah bukit yang sepenuhnya ditutup plastik hitam. Sayangnya, akses masuk ke kebun tidak kami temukan. Sebenarnya ada jalan masuk kecil di depan kami, tapi kami ragu, apakah area tersebut boleh dimasuki sembarang orang atau harus ada ijinnya. Kan ga lucu udah masuk, panas-panasan di puncak bukit tengan kebun, harus diusir atau diceramahin penjaganya. Akhirnya kami mutusin untuk nyari danau ke dua aja. Begitu masuk lagi di jalur utama, ternyata danau pertama yang kami cari terlihat lebih jelas di sisi kanan jalan, tapi antara jalan dan area kebun masih dibatasi pagar. Sekilas, ada jalan kecil di ujung jalan, mungkin jalan masuk utama ke area perkebunan. Benar saja, jalannya langsung mengarah ke area perkebunan sekaligus ke area danau. Jalannya masih berupa batu dan ada pos penjagaan yang kosong lengkap dengan portalnya yang tertup di ujung jalan masuk. Hanya saya yang masuk ke area kebun untuk ambil beberapa foto danau dari tempat yang agak tinggi, sementara Idrus jaga motor di warung kecil sebelum portal.
Kami tiba tepat pukul 11.00 dan matahari masih bersinar terik, langit masih biru cerah, dan saya harus sedikit trekking di tengah area kebun yang sama sekali ga ada pepohonannya. Akhirnya danau yang kami cari keliatan sedikit lebih jelas setelah berbelok ke kanan dari jalan masuk utama. Setelah dapat posisi yang lumayan, saya pun mengambil beberapa gambar. Sebenarnya bisa aja sih turun sampai ke danau dan keliling danau, tapi kalau sendiri kurang seru juga, jadi biarlah sisanya untuk kunjungan berikutnya saja. Setelah cukup ambil beberapa gambar, tidak lupa menyapa seorang petani yang juga bersiap untuk pulang. Setelah menanyakan asal saya dari mana dan tujuannya mau ke mana (yang saya jawab asal mau ke Sagaranten) bapaknya hanya manggut-manggut dan dengan semangat menjelaskan rute ke Sagaranten dan Nyalindung dari jalur yang kami tempuh. Sedikit info, rute tercepat adalah lewat Warung Awi dan nanti akan bertemu dengan jalan yang jika di pertigaan kami ambil arah Takokak, dibandingkan melewati Cijati yang masih harus ke arah Kadupandak karena jalannya memutar. Kalau ambil yang Cijati, kami bisa keluar di Kecamatan Curugkembar, Kab. Sukabumi dan sudah lebih dekat dengan Kec. Sagaranten, tapi kalau ambil yang Warung Awi, memang jadi lebih jauh dari Kec. Sagaranten. Beres nanya jalur, tidak ketinggalan nanya nama danaunya. Ternyata naman danau yang kami cari ini adalah Situ Ciasmay dan merupakan danau alami. Sepertinya masih ada nama lainnya selain Situ Ciasmay, tapi berhubung belum ada info lebih lanjut, jadi untuk sementara, biarlah namanya adalah Situ Ciasmay. Area kebun ini merupakan kebun cabe hibrida dengan sistem mulsa plastik (bisa lihat keterangannya di link di akhir tulisan). Menurut bapak ini, boleh-boleh saja masuk ke area kebun dan sampai ke pinggir danau, tapi karena memang jarang yang datang dan masih suasana libur, jadi portalnya ditutup. Setelah cukup infonya, saya pun pamit.
Kami meneruskan perjalanan dan sepakat untuk coba liat jalur tembus ke arah Sukabumi berhubung masih siang dan kondisi jalannya diprediksi ga akan jadi jalan ala motoran begajulan. Setelah gerbang ke Situ Ciasmay, jalan kembali berkelok-kelok dan kali ini masuk area hutan. Tujuan kedua kami memang berada di lahan milik PT. Perhutani, jadi siap-siap aja masuk hutan. Jalannya masih bisa dibilang cukup baik, jadi kami bisa lebih cepat. Ga jauh dari Situ Ciasmay, tepatnya di koordinat -7.171035, 107.060731 kami melihat di sisi kiri jalan sedang dibangun semacam waterboom. Lokasinya cukup menarik, cukup jauh dari pusat keramaian dan berada di bawah lereng yang merupakan jalan utama menuju Kadupandak. Setelah melewati Waterboom, jalan kembali menanjak dan kali ini pemandangan di sisi kiri jalan sedikit terbuka. Sedikit terlihat hamparan dataran yang mungkin sudah masuk Kecamatan Kadupandak lengkap dengan jejeran perbukitannya di kejauhan. Di sisi kanan kami tumbuhannya mulai sedikit lebih lebat lagi. Kami berhenti setelah di kejauhan melihat seperti ada genangan air.
Posisi genangan air yang kami lihat ada di koordinat -7.174367, 107.057343 dan berada di sisi kiri jalan, jadi memang bukan danau yang kami cari yang posisinya ada di kanan jalan. Karena kemarau, airnya menyusut dan sepertinya ada mata air dan kalau musim hujan, cukup besar juga. Tidak jauh dari genangan air yang karena tidak ada infonya kami namai saja Situ Ciroyom 2 (karena di Kec, Surade, Kab. Sukabumi pun ada yang namanya Situ Ciroyom). Posisi Situ Ciroyom 2 ini ada di dasar jurang dan kebunnya sedang tidak ditanami, jadi sedikit gersang. Kami memutuskan untuk tidak turun. Pertama, karena sedikit malas karena harus menanjak cukup jauh untuk kembali ke jalan utama, kedua, karena kondisinya sedang kering, jadi kurang bagus juga untuk ambil foto. Biarlah jadi PR kalau nanti musim hujan ada kesempatan ke sini lagi. Kami pun nerusin jalan. Posisi kami sekarang dengan danau yang akan kami cari sudah tidak jauh, malah, ujung danaunya ada di depan kami, di sisi kanan jalan. Ternyata tidak lama jalan, pemandangan di sisi kanan jalan masih sama, masih terhalang pepohonan dan malah posisi jalan sekarang jauh sangat lebih tinggi dari permukaan di sisi kanan jalan. Kalau dilihat, sekeliling kami sekarang sudah masuk area perhutani yang masih cukup alami. Dari kondisi pohon-pohon tinggi, lebat, dan jarak antar pohonnya sangat dekat, dipastikan jika ada jalan setapak, pasti akan tertutup.
Sampai pada satu titik, yang sebenarnya titik terdekat jalan dengan danau pada koordinat -7.176444, 107.054410 posisi jalan amsih jauh lebih tinggi. Akhirnya kami berhenti dan saya pun cek ke seberang jalan. Ternyata jarak jalan dengan dasar jurang cukup jauh dan sangat tertutup pepohonan. Dari posisi saya sekarang, terlihat sedikit seperti genangan air lengkap dengan tembok beton dan pengatur air berwana biru dari sela-sela daun. Sayang, karena keterbatasan spot untuk mengambil foto, jadi hasilnya tidak memuaskan. Kami pun jalan lagi sambil mencari siapa tahu di depan ada yang posisi jalan yang lebih rendah. Ga jauh dari tempat kami berhenti, jalan mulai turun dan tepat di ujung turunan, di sisi kanan jalan kami melihat dataran yang lebih terbuka. Di kanan jalan ada beberapa bangnan non permanen dari kayu dan satu mobil truk yang sedang parkir, dan di depan bangunan tadi ada jalan setapak yang kecil mengarah ke celah di antara dua bukit. Tepat mengarah ke lokasi danau yang kami cari. Akhirnya kami nemuin juga jalan masuknya. Dan kalau dari sekilas melihat posisi jalan masuk dan posisi saya melihat alat pengatur air, trekkingnya mungkin hanya membutuhkan waktu 20 menit (di luar bagaimana kondisi treknya musm hujan dan musim kemarau). Kami memutuskan tidak berhenti dan meneruskan jalan ke arah Kadupandak. Biarlah lain waktu kalau airnya sudah tidak surut kami mampir.
Jalan masih cukup mulus sampai tiba di pertigaan lumayan besar dan di depan kami berdiri bangunan Kantor Desa Sukasari, Kecamatan Kadupandak, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Di sini kami berhenti dulu untuk cek jalur yang harus kami ambil ke Kadupandak. Jalan di sisi kanan kami bernama Situ Wangi, dan setelah cek di peta, memang ada seperti genangan air cukup besar, mungkin namanya Situ Wangi karena memang tidak diperoleh info lebih banyak. Situ Wangi kemungkinan juga merupakan mata air dan belum dimanfaakan menjadi sumber air oleh dinas terkait seperti danau kedua yang kami cari, yang sementara bernama Situ Petak. Jalan yang kami harus ambil adalah yang mengarah ke kiri, bukan ke Situ Wangi. Tidak berapa jauh dari kantor desa, jalan masih berkelok-kelok dan di sisi kanan kiri masih area milik PT. Perhutani tapi yang sudah dimanfaatkan, jadi banyak lahan gundul karena pohonnya habis ditebang. Gersang dan berdebu, itulah kesan selama perjalanan dari Desa Sukasari hingga pertigaan yang mengarah ke arah perbatasan dengan Kec. Curugkembar pada koordinat -7.236243, 107.051981yang terletak di Desa Gunungsatu, Kec. Kadupandak, Kab. Cianjur, Jawa Barat. Kondisi jalan dari Desa Sukasari sampai ke pertigaan cukup rusak. Banyak lubang yang cukup dalam dan batuan yang lepas, ditambah jalan yang berkelok-kelok dan medan yang menurun cukup menghambat laju kami.
Singkat cerita, kami tiba di pertigaan yang letaknya masih 4 Km dari pusat Kota Kecamatan Kadupandak, dan jalannya ternyata langsung menikung tajam lalu turun. Posisi jalan yang harus kami tempuh lebih rendah dari posisi jalur utama menuju Kecamatan Kadupandak. Tidak jauh setelah belok ke Jalan Bojongkasih, kondisi jalan di depan berubah menjadi gravel. Melihat waktu tempuh berdasarkan pembacaan di peta yang sekitar 31 menit dan dengan melihat kondisi jalan dan medannya, bisa-bisa sampai di sungai perbatasan Kab. Cianjur – Kab. Sukabumi waktu yang kami perlukan setidaknya 2 jam. Lumayan lama juga, mengingat nantinya kami harus pulang kembali ke arah Cianjur. Akhirnya, kami batalkan niat tembus ke Kecamatan Curugkembar. Sebenarnya, jalan yang mungkin sebaiknya kami ambil yaitu ke arah Cijati kemudian menyeberang Sungai Cibuni melalui Cibungur, bukan dari arah Bojongkasih. Mungkin memang belum waktunya kami bisa tembus ke Kecamatan Curugkembar. Kami pun putar arah. Kalau biasanya perjalanan pulang suka terasa lebih cepat, kali ini hanya untuk sampai ke kantor Desa Sukasari pun rasanya lamaaa. Kami akhirnya kembali lagi ke pertigaan kantor Desa Sukasati tepat pukul 12.30 dan memutuskan untuk berhenti sejenak di warung kecil tepat di depan kantor desa.
Warungnya kecil dan langsung menyatu dengan rumah utama, tapi lantai terasnya bersih dan adem. Biar hanya pesan dua gelas kopi dan makan roti bekal dari mini market dekat Terminal Pasir Hayam, tapi cukuplah. Selama diam di warung ini, lumayan banyak mobil pribadi, kendaraan umum, dan sepeda motor yang lalu lalang. Kebanyakan sih masih penuh muatan. Dari sekian banyak motor yang lewat, kebanyakan motor-motor dengan cc besar dan masih baru. Lumayan juga perekonomian daerah ini ya. Sampai ada satu mobil mini bus yang menarik perhatian. Di seluruh mobil di tempel stiker salah satu radio anak muda yang cukup terkenal di Bandung, dan arahnya menuju Situ Wangi. Wah, sampai juga ke sini. Lumayan bertanya-tanya juga, apakah dalam rangka keperluan pribadi atau memang sedang dalam jam tugas. Jauh juga sampai harus ke Kecamatan Kadupandak begini. Menurut info dari pemilik warung, Jalan Situ Wangi ini bisa juga langsung tembus ke Kecamatan Nyalindung, Kab. Sukabumi tapi jalannya ancur banget. Jalur ini juga, jalur yang sama yang dilalui truk pengangkut kayu. Mungkin lain kali juga deh. Kami memutuskan untuk pulang ke Bandung lewat Cipelah kalau tidak terlalu sore karena malas juga harus mengantri di Campaka karena jalan yang lagi di cor dan macet-macetan di Cianjur, Citatah, Padalarang, dan Cimahi.
Karena pulang lewat jalur yang sama, saya manfaatkan untuk berhenti di beberapa spot yang pas pergi tadi ga sempet mampir. Kami sampai di pertigaan Pasar Sukanagara sekitar jam 14.30 dan langsung meluncur ke arah Tanggeung. Jalanan lancar jaya. Kondisi jalannya juga lebih baik dari sebelumnya lewat sini, jadi ga lama kami sudah sampai di pertigaan menuju arah Curug Citambur di koordinat -7.217575, 107.136415. Sepanjang Kecamatan Tanggeung – Kecamatan Pasirkuda, kami ga berhenti papasan sama motor-motor dari arah Kecamatan Pasirkuda, kayanya sih dari Curug Citambur. Kami berhenti sebentar di satu spot yang klo ga salah namanya di peta yaitu Rawa Balok. Perjalanan pulang hanya terhambat di tanjakan yang ga pernah berubah susahnya di Desa Cisabuk. Tanjakan yang Januari 2015 lalu saya lewat ini, kondisinya sekarang sisi kanan dan kiri udah ga sama tinggi karena amblas. Padahal Januari 2015 lalu, masih sama tinggi. Betonnya pun sebagian sudah mulai digantikan lagi oleh batuan yang tertutup pasir. Selepas tanjakan itu, kami berhenti tiga kali. Pertama untuk ambil foto, kedua untuk istirahat cukup lama. Kami masuk Ciwidey tepat jam 18.00 dan beristirahat lagi di Pasirjambu sekitar jam 18.30 dan jalan lagi sekitar jam 19.00. Perjalanan pulang lumayan lancar dan cuaca mendukung sepanjang perjalanan. Tepat jam 20.00 kami sudah sampai di rumah.
Keterangan lainnya:
http://tipspetani.blogspot.com/2013/06/budidaya-cabai-hibrida-sistem-mulsa.html