TOURING MALANG PART 3


SABTU, 4 JANUARI 2020

Sesuai rencana kami di awal, hari pertama kami di Malang ga akan ke mana-mana. Mau santai-santai aja. Kebeneran hari pertama kami di Malang adalah hari Sabtu, sudah pasti jalanan dan objek wisata semuanya ramai. Hari ini kami hanya pindah tempat menginap dan cari-cari makan sambil keliling melihat Kota Malang.

Harga-harga di Kota Malang sudah mulai kembali ke harga normal. Sebagian sudah banyak sekolah yang beraktivitas seperti semula semenjak 2 Januari 2020 lalu, kemudian sisanya kembali beraktivitas pada Senin lusa. Otomatis, sebgaian besar wisatawan sudah ada yang pulang ke kota masing-masing. Siang itu, kami makan di sebuah tempat makan di Jalan Bromo.

Tempatnya enak, makanannya rasanya lumayan, tapi harganya kemahalan untuk kami. Setelah makan, kami ke tempat menginap berikutnya. Sementara saya mengurus tempat menginap, suami ke bengkel untuk sedikit perbaikan dan membeli beberapa cadangan perintilan untuk motor.

Malamnya, kami mencoba pujasera 24 jam di seberang Stasiun Malang Kota. Setelah itu, kembali ke tempat menginap dan kembali leyeh-leyeh. Besok, barulah kami mulai jalan-jalan ke tempat wisata.

MINGGU, 5 JANUARI 2020

Janjian dadakan dengan Mas Cundit –teman Nusantaride Jabar- yang kebetulan sedang tugas di Surabaya. Sepakat kami akan bertemu di parkiran Coban Sumber Pitu Pujon. Mas Cundit start dari Surabaya sebelum subuh melalui jalur Cangar. Sembari menunggu kami, katanya mau mampir ke Coban Kodok.

Kami mulai jalan dari Malang sekitar jam 08.00 WIB. Kali ini jalur yang kami ambil adalah yang mengarah ke Batu. Siang sedikit, dijamin kami akan kena macet. Hari Minggu ke Kota Batu adalah sebuah perjuangan buat kami yang kurang suka kemacetan dan kota wisata. Oleh Gmaps, kami diarahkan menuju Café Tengah Sawah Pujon yang hits itu. Barulah, sebelum tempat makan hits itu, kami diarahkan ke jalan desa.

Kondisi jalan sampai permukiman terakhir masih sangat baik. Selepas permukiman terakhir, jalur mulai memasuki area Hutan Pinus. Area Hutan Pinus sudah merupakan wilayah Perhutani. Sudah dapat ditebak bagaimana kondisi jalannya. Semakin masuk area Hutan Pinus, kondisi jalan semakin bikin mengehela nafas panjang.

Kondisi jalan yang rusak menuju parkiran Sumber Pitu memang sudah diwanti-wanti oleh Mas Aris, teman saya di Kepanjen. Tapi, saya ga nyangka kalau rusaknya cukup bikin repot. Ditambah lagi musim hujan seperti sekarang. Sedari memasuki Pujon, sinar matahari sudah tidak lagi kami dapat.

Semakin masuk ke Hutan Pinus, awan hujan dan kabut mulai turun. Sepertinya kondisi ga akan memungkinkan kalau dipaksakan terus. Kondisi motor yang tidak mendukung untuk jalur offroad kali ini, semakin menambah keyakinan kami untuk balik kanan. Sialnya, sinyal di daerah ini sangat sangat jeleek. Telkomsel tidak ada sinyal, Malah, Indosat yang ada. Itupun hanya untuk telepon dengan tingkat kesabaran yang tinggi.

Setelah berhasil menghubungi Mas Cundit, yang ternyata sudah tinggal beberapa ratus meter lagi menuju parkiran Sumber Pitu, saya pun bilang fix untuk balik kanan. Kata Mas Cundit, medan di atas lebih susah, motornya aja gubrak dua kali. Sebenernya ga enak juga batal naik pas di hari H. Apalagi Mas Cundit sih bisa dibilang udah sampe parkiran.

Sambil menunggu Mas Cundit turun, kami mencari tempat berhenti yang sudah ada sinyal. Batal Ke Sumber Pitu otomatis harus cari lokasi tujuan lain. Pilihan jatuh pada Situs Rambut Monte. Satu tempat di Blitar yang udah lama juga pengen saya datengin. Sebenernya ga masuk list tempat yang mau didatengin sih, cuman, berhubung mentok mau ke mana lagi, ya sekalian deh.

Kalau bicara objek wisata di daerah Pujon, sebenernya banyak banget. Tempat wisata bertebaran, bahkan sampai ke Kota Batu. Sayangnya, saya memang ga ada niat untuk datengin jenis tempat-tempat wisata yang banyak di Pujon dan Batu. Setelah bertemu Mas Cundit, kami pun mencari jalur menuju Rambut Monte di Blitar.

Awalnya kami mengikuti jalur yang ditunjukan Gmaps, yaitu ambil arah Café Tengah Sawah Pujon Kidul, melintasi dua bukit, lalu tembus di jalan raya utama Pujon – Bendungan Selorejo. Sampai di dekat Café Sawah Pujon Kidul, macet banget. Banyak bus dan kendaraan pribadi yang mencari tempat parkir. Mas Cundit nyaranin untuk balik arah aja lewat jalan utama.

Kami sempat terhambat ketika memasuki pusat Kecamatan Pujon. Selepas Pujon, jalanan kembali sedikit lancar. Berbeda dengan arus lalu lintas dari arah Barat menuju Timur yang sangat ramai. Kami melewati beberapa objek wisata, diantaranya air terjun Grobogan Sewu yang terlihat dari jalan raya dan beberapa kios yang menjual Durian Ngantang.

Karena masih penasaran dengan jalur tembusan dari Café Sawah Pujon Kidul, saya pun mencocokan jalur tembusan tadi. Ternyata, jalur yang ditunjukan Gmaps pada kenyataannya sudah hilang. Kondisinya lebih mirip jalan setapak yang masuk ke area Hutan Pinus dan kebun penduduk. Jalan tanah yang melewati bukit, sudah pasti akan banyak tanjakan dan turunannya. Terlebih lagi, di tengah jalur harus menyeberangi sungai yang cukup lebar.

Untung saja kami balik arah. Kalau tetap ngikutin jalur dari Gmaps, mungkin kami pun bisa gagal ke Rambut Monte dan malah offroad ga karuan tanpa rencana. Kami terus mengikuti jalan raya hingga tiba di persimpangan Bendungan Selorejo. Jika diteruskan melewati bendungan, jalur akan tembus di Kabupaten Kediri. Sementara jalur yang kami ambil adalah jalan menuju Wlingi, Kabupaten Blitar, jalur yang tidak melintas ke Bendungan Selorejo.

Kondisi jalan sangat baik. Arus lalu lintasnya pun cukup ramai, meskipun bukan jalan raya utama. Di beberapa titik memang aspalnya sudah mengelupas dan terdapat lubang yang cukup dalam. Tidak akan ditemukan papan penunjuk arah menuju Rambut Monte, kecuali di persimpangan yang sudah sangat dekat dengan lokasi Rambut Monte.

Kami tiba di Rambut Monte sekitar tengah hari. Ada dua spot yang rencananya akan kami datangi. Situs Rambut Monte dan Bendungan Sumberdandang. Sesampai di Rambut Monte, cuaca semakin mendung. Mudah-mudahan saja masih dapat foto telaga Rambut Monte yang bagus. Sebelum mengambil foto-foto di Talaga Rambut Monte, kami mengisi perut dulu. Pilihan jatuh pada mie instant, seperti biasa. Dua mangkok mie rebus untuk suami saya dan Mas Cundit serta satu mangkok mie goreng untuk saya menjadi pengganjal perut kami siang ini.

Setelah makan, saya memutuskan berkeliling untuk mengambil beberapa foto Talaga Rambut Monte dan sekitarnya. Pengunjung dilarang berenang di Talaga Rambut Monte, karena masih dikeramatkan oleh penduduk setempat. Airnya sangat jernih, ikan-ikannya pun terlihat sangat jelas. Ukuran ikan-ikan di Talaga Rambut Monte sangat besar. Tepat di tengah telaga, terdapat dua lubang sumber mata airnya.

Lubang pertama cukup besar dengan debit keluaran air yang sangat besar. Lubang satunya tidak terlalu besar. Kedua sumber mata air ini dapat terlihat dengan jelas di bangunan mirip rumah panggung tanpa atap dan dinding di pinggir telaga.

Setelah cukup mengambil foto, kami menuju Bendungan Sumberdandang. Untuk menuju Bendungan Sumberdandang bisa dari dua akses masuk. Pertama yang melalui area Rambut Monte, kedua dari jalan desa. Bila masuk dari jalan desa, motor bisa dibawa sampai tepat di dekat bendungan. Jika dari area Rambut Monte, motor tidak bisa sampai di Bendungan Sumberdandang.

Berbeda dengan Talaga Rambut Monte, di Bendungan Sumberdandang, pengunjung diperbolehkan untuk berenang. Baik berenang sendiri ataupun menyewa ban dan rompi dari pengelola. Terdapat satu warung yang dapat digunakan sebagai tempat untuk ganti baju jika tidak masuk dari area Rambut Monte.

Sudah pasti Mas Cundit nyebur kali ini. Saya cukup berkeliling sambil mengambil beberapa foto, sementara suami duduk saja istirahat sambil menjaga barang bawaan kami. Kami tidak terlalu lama di Bendungan Sumberdandang. Selain areanya tidak terlalu luas, cuaca pun semakin mendung. Benar saja, ketika jalan menuju area Rambut Monte lagi, sudah mulai gerimis. Sambil menunggu hujan sedikit reda, kami kembali ngopi. Kali ini di warung berbeda.

Pukul 16.00 WIB, hujan reda. Kami pun pamitan sama ibu yang jaga warung. Berhubung sudah tidak ada tujuan lagi, kami pun megarah pulang. Baru jalan beberapa kilo, hujan kembali turun. Kali ini kami pakai jas hujan lengkap, karena di arah kami pulang awan hujan sudah sangat hitam. Curiga hujan deras.

Kami nanti akan pisah di Kota Batu. Kami mengarah ke Kota Malang, sedangkan Mas Cundit mengarah ke Cangar. Perjalanan pulang lancar. Tidak banyak kendaraan yang melintas, ditambah hujan deras yang turun tidak lama setelah kami masuk lagi ke jalan raya utama Kediri – Malang. Kami pisah di Batu, hujan deras masih mengguyur, jadi kami tidak sempat pamitan ‘normal’.

Keluar dari Pujon, kami langsung disambut macet panjang. Macet terus kami temi sampai keluar dari Kota Batu. Baterai hp sudah habis, power bank pun ternyata kosong. Jadilah kami mengandalkan feeling belokan mana yang akan mengarah ke Kota Malang.

Benar saja, jalur yang kami lewati kali ini berbeda dengan yang pagi kami lewati. Ada beberapa belokan yang masih kami ingat, tapi ada juga yang kami lupa. Akhirnya sudah dapat ditebak, kami hanya muter-muter ga jalas. Satu-satunya yang bisa kami andalkan adalah papan penunjuk jalan. Kami mengikuti arah menuju Blitar.

Akhirnya kami sampai di ruas jalan yang sudah sangat kami kenal. Jalan Ijen! Dengan mantap kami putar arah, lalu belok, belok dan belok. Tapi, tau-tau kenapa kami jadi malah mengarah ke tempat kami nginep di hari pertama. Wah, kebalik ini jalurnya. Putar arah lagilah kami.

Setelah yakin kami di jalur yang benar, akhirnya kami pun belok ke jalan yang mengarah ke sebuah gedung Rumah Sakit. Tempat kami menginap tepat di belakang gedung Rumah Sakit tersebut. Pukul 18.00 WIB kami berhasil tiba di tempat kami menginap. Pertama kalinya tanpa bantuan Gmaps.


About Dya Iganov

Penyuka traveling, tidak hanya mendaki gunung, tapi juga touring, rafting, explore, city tour, kemping ceria, susur pantai, dll