JOGJA – MALANG
JUMAT 3 JANUARI 2020
Berhubung masih mager gara-gara kehujanan kemarin, jadilah rencana berangkat jam 08.00 WIB pun ambyaaar. Kami baru jalan sekitar pukul 10.00 WIB. Rute yang kami ambil utnuk hari ini adalah Jogja – Gunungkidul – Pacitan – Pantai Pelang – Trenggalek – Tulungagung – Blitar – Malang. Sampai Pacitan sih, masih PD karena pernah motoran juga dari Bandung ke Pacitan (hanya dulu langsung ambil jalur Deandles tembusin ke Gunungkidul, ga masuk Jogja, makanya kali ini masuk Jogja dulu aga keder).
Lalu lintas masih ramai sampai tiba di gapura perbatasan Kabupaten Gunungkidul. Selepas gapura, kami masih kena macet karena ada rombongan-rombongan ELF yang tidak bisa cepat di tanjakan. Memasuki Wonosari, jalanan baru lancar, malah cenderung kosong.
Kami mampir sebentar di Wonosari untuk beli makanan ringan, minuman, ke ATM, dan cek jalur lagi. Kami berencana makan siang di Pacitan saja, jadi kami tidak berhenti lama di Wonosari. Jalur yang kami ambil kali ini adalah Semanu, Museum Karst, Pracimantoro, Giritontro, Tlogoharjo, kemudian Jawa Timur. Sebenarnya bisa saja di Wonosari kami ambil jalur pantai Selatan, tapi berhubung menghemat waktu, jadi saya putuskan untuk skip jalur pantai Selatan Gunungkidul.
Selepas Wonosari, sangat jarang kami berpapasan ataupun bareng dengan kendaraan lain. Kami lebih sering jalan sendiri. Lumayan menghemat waktu, jadi bisa sedikit tancap gas. Kondisi jalan pun mendukung. Jalur dominan lurus dan datar. Memasuki Jawa Timur, tidak lupa kami berhenti sejenak di gapura perbatasan Jawa Tengah – Jawa Timur sambil istirahat sebentar.
Tujuan kami berikutnya adalah Kota Pacitan. Kami masuk Pacitan kota sekitar pukul 14.00 WIB. Setelah muter-muter kota cari tempat makan, akhirnya malah nyangkut di tempat makan kami waktu Lebaran beberapa tahun lalu. Cuaca dari Jogja hingga memasuki Pacitan, tepatnya di Pringkuku dominan mendung. Setelah lewat Pringkuku sampai memasuki Pacitan kota mulai cerah.
Sekitar pukul 15.00 WIB, kami kembali jalan. Jalur kami kali ini adalah yang menuju Pantai Pelang. Yap, baru di sini kami akan menyusuri jalur Pantai Selatan, tidak mengambil jalur Pacitan – Ponorogo. Mungkin lain kali saja kami coba jalur Pacitan – Ponorogonya. Perjalanan sangat lancar bahkan tidak terasa kami sudah memasuki Kabupaten Trenggalek.
Ini kali pertama kami lewat jalur ini. Sebelumnya hanya mentok di Pacitan saja. Saya yang sudah lama memang penasaran sama jalur Pacitan – Malang rasanya semangat sekali, ngantuk yang sedari keluar dari Pacitan Kota mulai menyerang, sekarang sudah hilang lagi. Terlebih ketika kembali menyusuri jalur penuh tikungan tajam dengan jarak antar tikungan yang berdekatan dan kondisi jalan yang tidak terlalu mulus.
Selepas Pacitan, jalur kembali menaiki bukit di Kabupaten Trenggalek. Perbukitan di Trenggalek ternyata masih cukup rimbun dan ada area yang memiliki vegetasi pohon pinus. Padahal jalur ini masih tidak terlalu jauh dari kawasan pesisir. Memasuki area hutan pinus, langit kembali mendung. Di Timur jauh sana, awan hujan ternyata sudah menunggu kami. Berharap hujan sudah berenti ketika kami lewat nanti.
Jalanan kembali menuruni bukit dengan turunan yang cukup curam dan tikungan yang masih sama curamnya. Akhir dari turunan ini adalah area Pantai Pelang. Pantai Pelang merupakan salah satu objek wisata andalah Kabupaten Trenggalek sekaligus lokasi penagkaran penyu. Meskipun jarak dari pusat kota Trenggalek ke Pantai Pelang cukup jauh dengan medan yang lumayan sulit.
Kami tidak mampir di Pantai Pelang mengingat hari semakin sore. Kami mampir di SPBU untuk isi bahan bakar. Di SPBU ini kami bertemu rombongan motor yang sedang memakai jas hujan. Rupanya awan hujan sudah menunggu kami di atas bukit sana. Ya, selepas Pantai Pelang, jalur akan kembali menaiki bukit hingga tiba di pinggiran Kota Trenggalek.
Kami tidak memakai jas hujan, karena mungkin saja jalur yang kami lewati tidak terkena hujan. Ataupun kalau memang kena hujan, siapa tau sudah reda. Ternyata kami salah. Baru beberapa meter kami menanjak, hujan deras langsung turun. Segera kami melipir. Setelah jas hujan selesai dipasang, hujan berhenti.
Tanpa melepas jas hujan, kami pun kembali melanjutkan perjalanan. Benar saja, sektiar 1 Km kami jalan, hujan kembali turun. Rupanya hujannya galau. Sebentar hujan, sebentar berhenti. Tapi tetap tidak ada lagi sinar matahari untuk kami hingga ke Timur sana.
Sepanjang jalur Panggul – Dongko, jalurnya sangat asik. Jalur berkelok melintasi perbukitan dengan kondisi jalan yang bagus, lalu lintas yang sepi, udara sejuk, pepohonan yang masih rimbun, ditambah hujan rintik-rintik, rasanya betah sekali melintas di jalur ini.
Jalur perbukitan akan berakhir ketika mulai mendekati pusat Kecamatan Suruh. Jalur Panggul – Dongko – Suruh ditutup oleh turunan panjang dengan tikungan-tikungan mengular hingga tiba di area pusat Kecamatan Suruh. Sayangnya sore itu ketika kami melintas, kabut sudah turun.
Setiba di Karangan, kami memilih jalur Karangan – Pogalan – Durenan hingga memasuki area pinggiran Tulungagung. Kalau masuk dulu ke pusat kota Trenggalek aga memutar dan malas saja rasanya lewat kota. Selama ada jalan pinggiran, kami ambil jalan pinggiran.
Di Karangan, kami mampir lagi ke SPBU. Kali ini kami putuskan untuk melepas jas hujan, karena semenjak kami masuk pusat kota Kecamatan Suruh, jalanan kering. Setelah beres urusan jas hujan, kami pun langsung mengambil jalur luar kota. Ternyata, jalur yang kami pilih merupakan jalur lintasan aneka truk. Jadilah kami harus cukup repot menyusul truk dengan aneka ukuran agar tidak terhambat. Selain itu, jalur yang dominan lurus ini juga banyak simpangan dengan lampu merahnya. Duh!
Melihat di Gmaps ada jalur yang ga harus masuk ke pusat kota Trenggalek dan langsung masuk ke Selatan Tulungagung, jadilah jalur itu yang kami ambil. Di jalur Karangan, tepatnya di daerah Durenan, kami mengambil jalur yang melewati objek wisata Taman Kelinci Pasopati. Jalur ini merupakan jalan lingkungan. Kondisinya bagus, aspal masih mulus, sepi, dan pemandangannya langsung terbuka.
Hamparan sawah di kanan-kiri, sesekali diselingi permukiman, dan jejeran perbukitan di sisi Selatan yang nyambung dari Tulungagung – Trenggalek, hingga ke dataran lebih tinggi di sekitaran Pacitan. Jauh di Timur sana, saya melihat langit masih kelabu dan masih ada sisa awan hujan. Semoga kami ga kehujanan lagi.
Kami sedikit bingung ketika sampai di sebuah persimpangan di Pasar Gempolan. Ternyata, jalur yang ditunjukan masuk ke sebuah jalan yang lebih sempit. Lebih mirip jalan di lingkungan permukiman penduduk. Hari semakin gelap. Melihat jalur yang mengikuti jalan besar memutar cukup jauh, saya memutuskan kali ini mengikuti Gmaps saja.
Jalan kecil yang kami lewati mulai keluar dari area permukiman. Kali ini di samping kanan dan kiri kami terhampar pematang sawah yang sangat luas. Tepat di ujun jalan ini, kami harus menyeberangi sebuah sungai kecil, saluran irigasi. Kalau memang tidak ada jembatan, terpaksa harus putar arah. Jalan yang kami lewati untungnya masih bisa dibilang bagus. Paving block yang masih utuh dengan lebar cukup untuk papasan dua sepeda motor saja.
Di ujung jalan semen ini, terlihat sebuah konstruksi jembatan yang sudah tidak asing lagi. Jembatan gantung! Untungnya jembatan gantung ini masih dalam kondisi sangat baik. Sedari kami keluar dari jalur utama Karangan – Kota Trenggalek, tidak ada kendaraan yang searah dengan kami, hanya beberapa sepeda motor papasan. Setelah belok di jalan kecil di Pasar Gempolan, jalan semakin sepi, karena sudah pukul 18.00 WIB. Sudah memasuki Magrib.
Ngeri-ngeri sedap juga nyebrang jembatan gantung, Magrib, jauh dari permukiman, tidak ada pengendara lain, di daerah yang benar-benar asing lagi. Setelah menyeberangi jembatan gantung, yang ternyata bernama Jembatan Gantung Kendalbulur, kami sudah masuk ke Kabupaten Tulungagung. Selepas jembatan gantung, jalan masih sama, paving block sempit hingga bertemu lagi permukiman.
Memasuki permukiman, jalan kembali menjadi aspal. Kami terus mengikuti jalan kecil hingga tiba di persimpangan dengan jalan raya utama kembali. Tepatnya persimpangan di Pasar Boyolangu. Di persimpangan ini ada dua pilihan. Mengambil arah Utara hingga masuk Kota Tulungagung kemudian mengikuti jalan raya nasional atau lurus terus mengikuti jalan lintas.
Berhubung kedua jalan kondisinya sama-sama baik dan sudah mulai ramai, saya memutuskan untuk ambil jalan di pinggiran menuju Jalan Raya Pucung Kidul. Gerimis mulai turun lagi. Berhubung kondisi jalan masih sepi dan gelap, jadi kami tidak berhenti untuk pakai jas hujan. Masih bisa tertahan jaket dan gaiter. Kami masih jalan mengikuti Gmaps.
Kami berhenti di Indomaret Podorejo. Istirahat sekaligus re-route ulang jalur yang bisa kami lalui. Hari sudah gelap. Kondisi jalan di sekitar tempat kami berhenti sudah lebih ramai dibanding jalan sebelumnya. Sudah mulai ramai permukiman, hujan pun tidak sampai daerah sini. Setelah dapat jalur tercepat menuju Rejotangan, yaitu melalui Ngunut, saya pun bertanya ke mbak kasir Indomaret.
Katanya, jalan dari sini sampai Ngunut sudah bagus dan termasuk jalan yang ramai. Mbaknya pun tanya kami dari mana. Setelah saya jelaskan rute kami dari Karangan sampai di jembatan gantung (waktu itu saya belum tau namanya), mbaknya juga melongo. Jalur sepi & bisa dibilang jalur potong di daerah sini katanya. Mbaknya pun mantap nyaranin saya lewat Ngunut daripada naik ke Kota Tulungagung. Biar lebih cepet katanya.
Kami lanjut jalan lagi. Kali ini perjalanan terasa lebih santai, meskipun hari sudah gelap total. Kami mengikuti mobil yang kebetulan searah terus dengan jalur yang kami tuju. Kami pisah dengan mobil tadi di satu simpangan besar. Kami memilih jalur yang nantinya melewati pasar. Seengganya, kalau lewat pasar lebih ramai dibanding jalur satunya yang diambil mobil di depan kami.
Sampailah kami di ujung jalan kecil. Tepat di depan kami langsung jalan raya besar. Kami keluar di simpangan di dekat Stasiun Ngunut. Pantas saja mba di Indomaret tadi nyuruh kami ke Ngunut, rupanya sudah jalur Jalan Nasional. Rute kami berikutnya hanya tinggal mengikuti Jalan Nasional. Patokan pertama yaitu Stasiun Rejotangan dan terakhir Jembatan Trisula.
Dari Jembatan Trisula, yang sudah masuk Kabupaten Blitar, kami potong jalur lagi. Jika terus lewat Jalan Nasional, kami harus masuk Kota Blitar dulu baru mengarah ke Timur. Jalur kami kali ini ambil jalan kecil di sisi kanan jalan tepat setelah menyeberangi Jembatan Trisula. Jalan kecil yang cukup sepi dengan kondisi yang baik. Lumyan memotong banyak waktu. Tidak ada pasar atau objek wisata yang dapat dijadikan patokan di jalur ini. Hanya benar-benar mengandalkan Gmaps. Waktu sudah menunjukan pukul 19.30 WIB, jalanan sangat sepi.
Patokan pertama kami di jalur ini adalah Kantor Desa Minggirsari yang berada tepat di ujung jalan yang sekaligus berupa pertigaan. Dari kantor desa, kami ambil jalur mengarah ke Jalan Brantas. Sebetulnya di Jalan Brantas ini kami bisa terus saja ke Utara hingga bertemu jalan raya nasional lagi, tapi, berhubung masih bisa potong jalur, kami pun pilih jalur potong saja.
Dari Jalan Brantas, kami belok lagi ke arah Timur, tepatnya di persimpangan setelah Alfamart Jatinom. Kondisi jalan sangat baik dan di area permukiman. Di jalur ini kami hanya tinggal lurus saja sampai bertemu dengan persimpangan dengan Jalan Manokwari. Di persimpangan Jalan Manokwari sebetulnya masih bisa ditembusin lagi lewat Jalan Bhirawa menyuri pinggiran Kali Lekso dan melewati Bendungan Wlingi Raya hingga keluar di jalan utama di daerah Brongkos, Kec. Kesamben.
Pilihan lainnya yaitu ke arah Utara dan langsung bertemu jalan raya utama (daerah Kanigoro) lalu mengikuti jalan utama hingga masuk Kabupaten Malang. Kami mengambil pilihan kedua. Pertimbangannya karena sudah malam, khawatir jalur di pilihan pertama adalah daerah sepi dan takut dapat jalan rusak.
Memasuki jalan raya utama, kondisi arus lalu lintas langsung berubah drastis. Kendaraan dari arah Barat menuju Timur (searah dengan kami) cukup ramai oleh kendaraan pribadi. Arus lalu lintas dari arah Timur ke Barat sangat padat dan didominasi oleh truk. Perjalanan sedikit melambat di sini. Barulah ketika memasuki area Bendungan Karangkates, arus lalu lintas kembali sepi. Jalan di sini dibagi dua. Jalur yang tidak melewati bendungan yang dikhususkan untuk bus dan truk, dan jalur yang melewati bendungan untuk kendaraan yang lebih kecil.
Mayoritas kendaraan berbelok menuju rute melewati bendungan, otomatis kami mengambil jalur khusus truk. Biar sepi dan lebih cepat. Jalanan sangat kosong. Bahkan, di jalur ini kami tidak papasan dengan kendaraan lain. Lalu kami melihat sesuatu yang sudah dari tadi kami nantikan. Ya, gapura perbatasan Kabupaten Blitar dengan Kabupaten Malang. Akhirnya kami masuk Malang juga. Meskipun ke tempat tujuan kami di Malanag masih satu jam lebih lagi.
Perjalanan sangat lancar. Arus lalu lintas sudah sepi, berhubung sudah hampir pukul 20.30 WIB. Memasuki Jalan Pakisaji, arus lalu lintas kembali ramai. Malang termasuk ke dalam kota besar, otomatis, kehidupan di sekitar kota ini pun masih cukup ramai meskipun hari sudah mulai malam. Perjalanan dari Pakisaji hingga memasuki Kota Malang tidak selancar dari Karangkates hingga Pakisaji.
Memasuki Kota Malang, kami sempat berputar-putar karena mengikuti Gmaps tapi ternyata jalur yang harus kami lalui banyak yang satu arah. Setelah berputar-putar, sampailah saya di satu ruas jalan yang saya kenal. Satu-satunya ruas jalan yang saya kenal mungkin di Kota Malang ini. Yap, Jalan Raya Ijen, atau lebih dikenal dengan Ijen Boulevard.
Dari Jalan Raya Ijen ini, lokasi kami menginap sudah sangat dekat. Saya pun mulai mengingat patokan dan belokan menuju tempat kami menginap. Kami tiba di tempat menginap sekitar pukul 21.00 WIB. Meleset dari perkiraan kami. Semula kami mengira akan masuk Malang sekitar jam 17.00 WIB dan paling telat pukul 19.00 WIB. Tapi bersyukur juga, ga sampai harus masuk Malang menjelang tengah malam.