EKSPLORE MALANG 8 NOVEMBER 2018


Kamis, 8 November 2018

Pukul 08.00 WIB Mas Aris sudah menjemput. Perjalanan keluar dari Kota Malang di hari kerja lumayan padat. Kali ini tujuan kami adalah pantai-pantai di sisi Barat Kabupaten Malang. Sebenarnya pembagian pantai sisi Barat dan Timur ini saya buat sendiri untuk mempermudah dan memperlancar perjalanan. Patokan yang saya ambil adalah Pantai Balekambang sebagai titik tengah.

Memang sih, sisi Timur jadi sangat panjang, tapi setelah saya searching, ujung paling Timur yang masuk list saya Pantai Sendiki, jadi setidaknya ga sampai Timur banget. Berdasarkan karaktersitik pantai-pantainya pun, Pantai Balekambang merupakan pembatas yang sangat mencolok.

Kebanyakan akses menuju pantai di sisi Timur Pantai Balekambang rata-rata aksesibilitasnya sudah 70%. Pantai yang harus trekking pun tidak seberat pantai-pantai di sisi Barat Pantai Balekambang. Sementara pantai-pantai di sisi Barat Pantai Balekambang aksesibilitasnya masih 40% – 50%.

Masih banyak sekali jalan utama menuju pantai yang berupa makadam, masuk ke area perhutani, bahkan untuk mencapa pantai-pantainya pun hanya bisa diakses dengan berjalan kaki. Waktu tempuh berjalan kaki terjauh untuk mencapai suatu pantai adalah 2-3 jam sekali jalan. Faktor lainnya yang membuat pantai-pantai di sisi Barat Pantai Balekambang aksesibilitasnya masih rendah adalah Jalur Lintas Selatan Jawa Timur.

Jalur Lintas Selatan Jawa Timur di sisi Kabupaten Malang bermula dari Pantai Balekambang ke arah Timur. Mulai dari Pantai Balekambang, Pantai Batu Bengkung hingga di ujung Timurnya yaitu Pantai Sendiki. Setelah Pantai Sendiki, jalur akan kembali naik ke perbukitan dan masih sekelas jalan Kabupaten dan jalan lokal.

Sedangkan untuk sisi Barat Pantai Balekambang, akses jalan penyambung masih berupa pembukaan lahan. Perkerasan jalan untuk rencana jalur pun masih berupa perkerasan tanah. Jalur yang tengah dibuka ini membentang dari Desa Kedungsalam di Kecamatan Donomulyo hingga ke Pantai Modangan di Desa Sumberoto, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang. Desa Sumberoto merupakan perbatasan dengan Kabupaten Blitar.

Kembali ke perjalanan saya di hari kedua. Rute kami kali ini melewati Kepanjen lalu Pagak dan mengikuti jalur utama menuju Kecamatan Donomulyo hingga akhirnya Pantai Ngliyep. Sepanjang perjalanan dari Kepanjen hingga pintu masuk Pantai Ngliyep jalannya sudah sangat baik. Aspal, meskipun masih sekelas aspal desa. Lalu lintasnya pun selepas Kecamatan Pagak sangat sepi.

Sebelum memasuki area Pantai Ngliyep, kami melewati komplek Angkatan Udara. Kondisi jalan dari komplek AU hingga gerbang masuk Pantai Ngliyep jauh lebih baik. Pantai Ngliyep merupakan pantai yang sudah dibuka untuk wisata dan memiliki fasilitas yang lengkap. Homestay dan penginapan pun tersedia di Pantai Ngliyep. Pantai Ngliyep juga merupakan pintu gerbang menuju sederetan pantai-pantai cantik lainnya di Kecamatan Donomulyo.

Bila memilih sisi Barat Pantai Ngliyep, maka kita dapat mengunjungi Pantai Teluk Putri, Pantai Pathuk Ilang, Pantai Watu Lawang, dan Pantai Krambilan. Batas pantai dengan akses mudah hanya sampai di Pantai Kambilan. Melewati Pantai Krambilan, hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki melewati hutan.

Adapun pantai-pantai setelah Pantai Krambilan yang dapat dikunjungi yaitu Pantai Padas Pecah, Pantai Njulek, Pantai Ndelik, dan Pantai Kondang Rowo. Hutan yang dilalui pun cukup lebat, bahkan selepas Kondang Rowo, hutan akan semakin lebat. Waktu tempuh menuju Pantai Kondang Rowo dari Pantai Ngliyep kurang lebih dua jam dengan berjalan kaki.  Hutan-hutan ini berada di area milik Perhutani. Jika disusuri lebih jauh, bisa tembus di Pantai Bantol.

Adapun pantai-pantai yang dapat dikunjungi jika terus berjalan kaki ke arah Timur dari Pantai Kondang Rowo secara berurutan adalah Pantai Ngledakan Ombo, Pantai Ngledakan Ciut, Pantai Pangot Guo, Pantai Makuto Ombo, Pantai Pakuto Ciut, Pantai Weden Ciut, Pantai Pulo Doro, Pantai Kedung Celeng, kemudian Pantai Bantol. Pantai Weden Ciut sudah merupakan pantai dengan akses wisata yang mudah dan pintu masuknya berada di Pantai Bantol.

Sedangkan jika memilih pantai-pantai di sisi Barat Pantai Ngliyep, maka urutan pantai yang dapat dikunjungi adalah Pantai Pasir Panjang, Pantai Pasir Cilik, Pantai Cici, Pantai Pasir Adus, dan Pantai Nglurung. Pantai Nglurung merupakan spot memancing warga setempat sekaligus pantai dengan akses yang masih bisa ditempuh pengunjung. Waktu tempuh dari Pantai Ngliyep hingga Pantai Nglurung kurang lebih dua jam perjalanan berjalan kaki.

Jika diteruskan lagi ke sisi Barat Pantai Nglurung, akan dijumpai Pantai Jonggring Saloko dan Kondang Bandung di Barat. Namun, medannya sangat sulit dan masih masuk ke dalam area hutan milik Perhutani. Pantai-pantainya pun masih jauh lebih sepi dibandingkan Pantai Ngliyep.

Setiba di Pantai Nlgiyep, kami memutuskan untuk ke Pantai Watu Lawang di sisi Timur Pantai Ngliyep. Sepanjang jalur menuju Pantai Watu Lawang, terdapat cukup banyak spot untuk kemping, warung, dan toilet. Terdapat juga objek wisata Goa Jodo dan Pendopo Peringgitan Wayang Kulit di dekat Pantai Watu Lawang.

Pantai Watu Lawang merupakan pantai berbatu karang. Batuan karang di Pantai Watu Lawang cukup unik. Batu karang yang membentang di sepanjang garis pantai membentuk pemecah ombak alami. Bagian depan tumpukan batuan karang ini sudah berongga sehingga jika dihantam oleh ombak, maka menyisakan aliran air yang mirip air terjun kecil berkarakteristik Cascade Waterfall. Di sisi Barat Pantai Watu Lawang terdapat bongkahan batu karang cukup besar.

Ombak di Pantai Watu Lawang ini sangat besar, tetapi ombak di Pantai Krambilan jauh lebih besar lagi. Ketinggian ombak di sisi Pantai Krambilan bisa melebihi tinggi pohon di atas bukit karang. Tepat di samping Pantai Watu Lawang terdapat Gunung Kombang. Disediakan jembatan kayu yang menghubungkan bibir pantai dengan Gunung Kombang jika air laut pasang.

Gunung Kombang merupakan pulau batu karang yang cukup besar. Gunung Kombang masih erat kaitannya dengan legenda Nyai Roro Kidul. Gunung Kombang dipercaya sebagai tempat bertapa Nyi Roro Kidul sebelum akhirya menjadi penguasa Laut Selatan. Selain itu, terdapat sebuah rumah kecil (pesarehan) yang berada di Gunung Kombang sebagai tempat penampakan Nyai Roro Kidul.

Didasari oleh cerita turun temurun dan kepercayaan masyarakat setempat inilah yang membuat terdapat beberapa area sajen dan bau sajen yang menyengat di Gunung Kombang ini. Gunung Kombang pun kerap dijadikan sebagai lokasi upacara Labuhan sebagai bentuk rasa hormat dan syukur terhadap pemilik lautan.

Siang itu, hanya saya dan Mas Aris pengunjung di Gunung Kombang ini. Saya yang saat itu belum mengetahui tentang cerita seputar Gunung Kombang santai-santai saja, malahan sangat menikmati mengambil foto ganasnya ombak di Pantai Watu Lawang dari Gunung Kombang.

Beralih ke sisi lain Gunung Kombang, saya melihat ada beberapa sajen dan tercium bau dupa yang menyengat. Saya pun tetap cuek dan belum ngeh untuk apa sajen-sajen tersebut. Yang pasti, saya benar-benar takjub sekaligus ngeri melihat ganasnya ombak di Gunung Kombang.

Gunung Kombang posisinya sudah cukup jauh dari bibir pantai, sehingga area perairan yang berada di bawahnya langsung lautan dalam dengan ombak yang sangat besar. Air laut berwarna biru terang tertimpa sinar matahari yang cukup terik pagi ini. Cukup lama kami di Gunung Kombang. Tempatnya yang teduh dan ombaknya yang ga bikin bosen bikin kami lupa waktu.

Kami pun kembali ke Pantai Watu Lawang. Setiba di Pantai Watu Lawang, airnya sudah mulai surut. Batuan karang yang seperti pemecah ombak pun kini tinggal batuan karang saja, tidak ada hantaman ombak seperti sebelumnya. Kami pun memutuskan untuk kembali ke Pantai Ngliyep.

Pantai Ngliyep merupakan pantai dengan garis pantai yang cukup panjang. Termasuk pantai berpasir cukup landai dan berombak tenang. Pengunjung dapat bermain air di sekitar Pantai Ngliyep, bahkan terdapat ayunan tepat di bibir pantainya. Bila air sedang pasang, sebagian tiang penyangga ayunan pun terendam.

Terdapat beberapa penginapan dan pendopo di area Pantai Ngliyep. Kami pun menju Pantai Teluk Putri. Untuk menuju Teluk Putri, kami terlebih dahulu harus menaiki bukit karang. Sebelum mencapai Teluk Putri, terdapat persimpangan. Kami mengambil arah Teluk Putri.

Pantai Teluk Putri berupa pantai kecil dengan pasir berwarna terang. Banyak terdapat batuan karang. Untuk menuju Pantai, pengunjung harus menuruni batuan karang terlebih dahulu. Jika tidak turun pun, seluruh area Pantai Teluk Putri sudah terlihat jelas. Saya memutuskan untuk mengambil foto dari atas saja.

Kami pun bergerak kembali. Kali ini kami mengambil arah lainnya di persimpangan sebelumnya. Lokasi ini berupa puncak bukit yang sudah disediakan pendopo lengkap dengan kursi-kursi kayu. Pemandangan dari puncak bukit ini sangat terbuka. Area Pantai Teluk Putri, Gunung Kombang, dan Pantai Watu Lawang terlihat jelas. Posisi bukit ini tepat berada di seberang sisi Barat Gunung Kombang.

Kami cukup lama disini. Selain pemandangannya yang cukup luas, tempatnya pun enak untuk berleyeh-leyeh. Berhubung sudah cukup siang, kami harus segera kembali ke Pantai Ngliyep. Berhubung sudah siang, mata saya sepertinya perlu diistirahatkan sebentar.

Saya meminta kembali ke Pantai Watu Lawang. Kalau tidak salah ada warung di dekat area parkirnya. Lumayanlah ngopi di pinggi Pantai Watu Lawang. Saya pilih Pantai Watu Lawang karena sepi dan menurut saya lebih menarik dibandingkan Pantai Ngliyep.

Sekitar pukul 13.00 WIB, kami kembali jalan. Tujuan kami berikutnya adalah Pantai Bantol, Pantai Kedung Celeng, dan Pantai Pulo Doro. Ketiga pantai ini berada dalam satu deretan dengan pintu masuknya berada di Pantai Bantol. Persis seperti posisi Pantai Watu Lawang yang pintu masuknya berada di Pantai Ngliyep.

Kami kembali ke jalan raya utama Desa Sumbermanjing. Kami pun berbelok mengikuti papan penunjuk jalan menuju Pantai Bantol di sebuah persimpangan. Awalnya, kondisi jalan dan sekitarnya masih seperti jalan desa pada umumnya. Namun, setelah memasuki Dusun Ledok, Desa Banjarejo, Kecamatan Donomulyo, jalan semakin rusak dan suasana semakin sepi.

Tepat setelah rumah terakhir, jalan berubah menjadi makadam dan area di sekitar jalan utama berubah menjadi area hutan. Jalur menuju Pantai Bantol harus melewati area milik Perhutani kurang lebih sepanjang 4,5 Km. Medannya pun naik-turun bukit. Turunan dan tanjakannya tidak terlalu curam, meskipun ada beberapa tanjakan/turunan yang cukup panjang.

Sepanjang jalur milik Perhutani, perkerasan jalannya didominasi oleh makadam kapur dan semen/rabat beton. Tidak ada permukiman lagi sepanjang jalur ini. Sayangnya, kami kurang persiapan, di tengah jalur Perhutani ternyata bahan bakar motor hanya cukup untuk sampai di Pantai Bantol. Nah loh.

Sempet pengen minta balik arah sih, tapi nanggung juga udah di setengah jalur. Cuaca pun kurang mendukung. Terik matahari perlahan tapi pasti berganti awan mendung. Bahkan, sepanjang jalur, kami sudah tidak dapat sinar matahari lagi. Akhirnya saya urungkan niat untuk minta balik arah. Harap-harap cemas di Pantai Bantol ada yang jualan bensin eceran.

Setelah satu jam perjalanan dari Pantai Ngliyep ditambah menempuh jalur makadam 4,5 Km, akhirnya kami sampai di area Pantai Bantol. Tepat sebelum area Pantai Bantol, kami melewati beberapa rumah warga. Hampir semua rumah tertutup rapat seperti tidak berpenghuni. Kalaupun ada yang berpenghuni pun, tidak jual bensin.

Akhirnya kami tiba di area Pantai Bantol. Sepi. Hanya ada motor kami dan dua motor lainnya di parkiran. Langit pun semakin gelap. Setelah kami memarkirkan motor, kami dihampiri bapak-bapak penjaga loket Pantai Bantol. Kami membayar retribusi sebesar Rp 5.000,00/ orang (karena kami dau orang jadi Rp 10.000,00) dan retribusi parkir motor sebesar Rp 5.000,00.

Suram. Itulah kesan pertama yang saya dapat ketika tiba di area parkir Pantai Bantol. Ketika kami tiba di Pantai Bantol, masih sekitar pukul 14.00 WIB lebih, tapi karena mendung dan pepohonan yang cukup rimbun di sekitar area parkir, suasananya jadi sedikit suram. Tidak lupa kami bertanya penjual bensin eceran. Sayangnya tidak ada yang jual bensin eceran saat itu.

Untungnya bapak yang memberi kami tiket rertibusi memiliki bensin cadangan. Ya sudah kami beli saja. Masih ada setengah liter katanya. Setidaknya cukup bagi kami untuk sampai di permukiman penduduk setelah area Perhutani tadi. Karena tujuan kami Pantai Kedung Celeng dan Pantai Pulo Doro, maka dari area parkir kami mengambil jalan setapak ke atas atau ke arah Barat dari area parkir.

Jika mengambil arah Timur dari area parkir, maka akan ditemui Pantai Seling Kates, Pantai Watu Gebros, Pantai Weden Ombo, Pantai Seling Ombo, dan Pantai Wedi Ciut. Lebih jauh lagi terdapat satu pantai terakhir sebelum dibatasi oleh bukit, yaitu Pantai Watu Buceng.

Untuk tiba di Pantai Bantol, kami terlebih dahulu menaiki bukit. Tidak jauh sih nanjaknya, tapi lumayan juga harus nanjak-nanjak lagi. Setelah tiba di puncak bukit, kami lalu menuruni anak tangga hingga ke gerbang Pantai Bantol.

Pantai Bantol merupakan pantai teluk, jadi ombaknya tidak terlalu besar. Saat kami sampai, airnya masih surut. Hanya ada kami berdua dan tiga orang pengunjung lain yang sedang berenang di sisi paling Barat Pantai Bantol.

Di tengah area Pantai Bantol terdapat muara sungai dan laguna kecil. Laguna ini bernama Kondang Bantol. Airnya tenang dan berwarna kehijauan akibat pantulan cahaya matahari. Di sekitar laguna tumbuhan bakau dan tumbuhan lainnya dari area hutan masih sangat lebat.

Kami pun memutuskan untuk menunda mendekati laguna. Kami segera mengambil jalan setapak masuk ke dalam hutan untuk menuju Pantai Kedung Celeng. Jalan setapak cukup jelas meskipun masuk ke area hutan.

Saat memasuki area hutan, hanya ada saya dan Mas Aris. Suasana masih terasa suram karena sinar matahari tidak banyak menembus hutan dan mendung. Sisi kanan jalan setapak masih merupakan hutan yang sangat lebat. Dan seingat saya, area hutan ini masih berada sangat jauh dari permukiman penduduk di atas bukit sana.

Kami tiba di Pantai Kedung Celeng. Tidak ada pengunjung lain. Saya pun memutuskan untuk lanjut ke Pantai Pulo Doro. Pantai Pulo Doro dan Pantai Kedung Celeng memiliki bentukan pantai yang hampir mirip. Sama-sama memiliki pulau karang di tengahnya. Hanya saja Pantai Pulo Doro lebih membentuk teluk meskipun kecil.

Area di sisi Barat Pulo Doro memiliki pasir putih yang sangat gembur. Area pasirnya pun melandai, tidak datar. Cukup sulit juga berjalan di atas pasirnya. Kami ke sisi Timur Pantai Pulo Doro. Garis pantainya jauh lebih panjang dengan bentukan teluk yang lebih luas. Areanya juga lebih terbuka. Sayangnya, pasir pantainya bercampur dengan batu dan sampah-sampah kiriman.

Berhubung air laut masih surut, jadi kami masih bebas berjalan di sekitaran bibir pantainya. Jika air laut sudah pasang, sebaiknya mengambil jalan setapak di pinggir hutan. Sebenarnya, jika diteruskan lagi ke arah Barat dari Pantai Pulo Doro, kita bisa mengunjungi Pantai Weden Ciut yang waktu tempuhnya tidak terlalu lama. Berhubung sudah sore dan semakin mendung, jadi perjalanan kami cukup sampai di Pantai Pulo Doro saja.

Pantai Pulo Doro menurut saya memang pantai yang cantik, meskipun ketika saya tiba di sana cuaca sudah sangat mendung. Sudah tidak ada lagi sinar matahari. Jadi, artikel-artikel yang saya baca mengenai Pantai Pulo Doro tidak berlebihan dengan menyebut pantai ini sangat eksotis.

Puas berfoto-foto, kami kembali. Kali ini kami mampir di Pantai Kedung Celeng. Di antara Pantai Pulo Doro dan Pantai Kedung Celeng kami berpapasan dengan beberapa warga yang sedang mengangkut kayu dengan menggunakan motor offroad modifikasi. Seru juga kayanya kalau motoran di jalan setapak sini.

Air laut di Pantai Kedung Celeng pun sedang surut. Pantai Kedung Celeng pun menurut saya cukup unik, meskipun garis pantainya tidak sepanjang Pantai Pulo Doro. Jika dilihat sekilas, Pantai Kedung Celeng dan Pantai Pulo Doro hampir seperti pantai kembar.

Setelah cukup mengambil foto di Pantai Kedung Celeng, kami kembali ke Pantai Bantol. Cuaca yang semakin mendung dan hari yang semakin sore cukup membuat jalan di dalam hutan semakin suram. Kami mempercepat langkah, meskipun kami tahu di belakang kami masih ada banyak warga yang sedang menagngkut kayu.

Setiba di Pantai Bantol, tiga orang pengunjung yang semula berenang sudah tidak ada. Artinya kini hanya ada saya dan Mas Aris di Pantai Bantol ini. Pantai Bantol ini juga digunakan sebagai pantai untuk menambatkan perahu nelayan. Pantai Bantol terkenal dengan lobsternya yang cukup melimpah.

Kami mampir sebentar ke Kondang Bantol. Suasana di sekitar Kondang Bantol sama suramnya dengan suasana di jalan setapak menuju Pantai Pulo Doro. Air tenang dengan suasana hutan lebat yang sunyi sukses bikin saya ga mau berlama-lama di Kondang Bantol. Padahal mungkin kalau masih siang dan matahari sedang terik, Kondang Bantol bisa jadi objek foto yang sangat cantik.

Kami pun memutuskan kembali ke parkiran karena mendung semakin menjadi. Bahkan, ketika kami menaiki anak tangga menuju parkiran sudah mulai gerimis. Kami mampir di warung untuk membeli bensin. Sambil istirahat dan mengisi persediaan air minum yang sudah habis, kami pun memakai jas hujan seadanya. Pengunjung Pantai Bantol hanya tinggal kami. Warung yang buka pun hanya tinggal warung tempat kami membeli bensin.

Tidak lama, datang satu mobil milik dinas. Mobilnya masih kering, pertanda di atas belum hujan. Bisa repot juga kalau sampai kehujanan di jalur makadam. Kami pun pamit dan kembali menuju Kepanjen. Berharap kami tidak kebagian hujan di jalan.

Baru saja kami melewati permukiman yang kebanyakan rumahnya tutup, hujan langsung turun. Kami pun memakai jas hujan kami dengan benar. Hujan turun cukup lebat. Biarlah kami melewati jalan makadam sepi ini ditengah hujan lebat, yang penting bensin motor sudah terisi. Ternyata, sepanjang perjalanan pulang kami tidak sendirian. Banyak warga yang baru pulang dari kebun yang sama-sama menuju ke atas.

Kami pun tiba di perisimpangan jalan menuju arah Pantai Ngliyep. Kami pun mampir sebentar di Musola. Sekitar pukul 16.00 WIB kami melanjutkan perjalanan pulang. Berubung hujan sudah reda, kami pun melepas jas hujan kami. Kami berusaha agar tidak kemalaman di area hutan di sekitar Pagak.

Jalan menuju Kepanjen sangat sepi, bahkan rasanya jauh lebih cepat dibanding ketika pergi tadi. Di jalan, ternyata ada pesan masuk dari Bang Ipang. Ternyata Bang Ipang pun lagi ada tugas di Malang. Kami pun janjian, siapa tau nanti malam bisa ketemuan, karena di Malang sedang hujan deras.

Kami masuk Kepanjen menjelang Magrib. Seperti biasa, lalu lintas dari Kepanjen sampai memasuki Kota Malang cukup ramai. Kami tiba di Malang sekitar pukul 19.00 WIB dan janjian ketemuan dengan bang Ipang. Saya pilih tempat di dekat tempat saya menginap saja biar ga susah nanti kalau pulang. Kami pun pisah sekitar pukul 21.00 WIB karena tempatnya sudah mau tutup.


About Dya Iganov

Penyuka traveling, tidak hanya mendaki gunung, tapi juga touring, rafting, explore, city tour, kemping ceria, susur pantai, dll